Satu Nasihat yang Tak Sempat Didengar Dosen Erni Sebelum Dibunuh Bripda Waldi, Tetangga Wanti-wanti

Rekan-rekannya akhirnya mendatangi rumahnya, berharap hanya sekadar menemukan dosen muda itu sedang sakit atau beristirahat.

Namun harapan itu lenyap seketika begitu pintu rumah berhasil didobrak.

“Saat masuk, dia sudah tergeletak di ruang tengah, wajahnya tertutup bantal,” tutur Madin, yang turut menyaksikan detik-detik mencekam itu.

Tak ada tanda kekacauan, tak ada jeritan terdengar malam sebelumnya.

Semua tampak terlalu rapi, terlalu sunyi seolah pelaku tahu persis apa yang ia lakukan. Madin segera menghubungi polisi.

Dalam hitungan menit, garis kuning membentang, mengunci seluruh area rumah.

Dosen Berprestasi yang Menolak Takdir Tragis

Kabar duka itu menyebar cepat. Linimasa media sosial dibanjiri foto-foto Erni dengan kalimat belasungkawa. Rekan-rekan sejawat di kampus, mahasiswa, hingga warga sekitar tak kuasa menahan air mata.

Erni dikenal sebagai dosen teladan di jurusan keperawatan disiplin, berdedikasi, dan memiliki semangat tinggi mengajar mahasiswa. 

Tak ada yang menyangka bahwa perempuan yang dikenal sabar dan lembut itu akan meregang nyawa secara mengenaskan di tangan seorang penegak hukum.

Bunga-bunga duka mulai memenuhi pelataran rumahnya. Polisi telah mengamankan barang bukti penting rekaman CCTV, pakaian pelaku, serta benda-benda yang digunakan dalam aksi sadis itu. 

Jenazah Erni kini telah dimakamkan, diiringi isak tangis keluarga dan teman-teman yang kehilangan sosok berharga.

Namun di tengah kesedihan, satu suara menggema dari masyarakat Jambi: “Keadilan harus ditegakkan.”

Kisah tragis Erni Yuniati bukan sekadar berita kriminal, melainkan cermin betapa rapuhnya rasa aman bahkan di tempat yang dianggap paling damai.

Ia pergi terlalu cepat, tapi kisahnya akan terus hidup menjadi pengingat bahwa setiap kejahatan, sekecil apa pun upaya menutupinya, pada akhirnya akan terkuak oleh kebenaran.

***

(TribunTrends/Sebagian artikel diolah dari TribunJambi)