Breaking News:

Politik Viral

Efek Domino Aturan Baru Purbaya: Satu Kebijakan, Seribu Luka, Rakyat Kecil di Persimpangan Ekonomi

Wajah-wajah pedagang mulai terlihat takut, bingung saat mendengar kebijakan Purbaya soal denda bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal.

Editor: jonisetiawan
Kolase TribunTrends/Instagram MenkeuRI
PEDAGANG KECIL RESAH - Para pedagang di pasar mengaku gelisah soal kebijakan Menkeu Purbaya yang akan memberlakukan denda bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal. 
Ringkasan Berita:
  • Pedagang Pakaian Bekas Resah dan Terancam Tutup Karena Kebijakan Purbaya
  • Pedagang Minta Penjelasan dan Solusi Pemerintah
  • Purbaya menilai maraknya impor pakaian bekas mematikan industri tekstil dan garmen lokal

TRIBUNTRENDS.COM - Udara siang di Pasar Sentral Pekkabata, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, terasa lebih panas dari biasanya.

Bukan karena terik matahari, melainkan karena hati para pedagang yang gelisah menatap masa depan.

Di antara tumpukan baju bekas yang tertata di lapak-lapak sederhana, wajah-wajah muram mulai terlihat takut, bingung, dan tak percaya.

Kabar yang berembus dari Jakarta telah sampai ke telinga mereka: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan memberlakukan denda bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal.

Sebuah kebijakan yang bagi sebagian orang tampak sepele, tetapi bagi mereka bisa berarti akhir dari kehidupan yang sudah dijalani puluhan tahun.

Baca juga: Babel Balik Menyerang Purbaya! Dana Rp 2,1 Triliun Ternyata Salah Input, Berujung Laporan Polisi

Gelombang Keresahan dari Pasar Pakaian Bekas Terbesar di Sulawesi Barat

Pasar Sentral Pekkabata bukan sekadar pasar. Di tempat inilah denyut ekonomi rakyat kecil berputar.

Sejak dua dekade silam, ribuan keluarga di Polewali Mandar menggantungkan hidup dari bisnis pakaian bekas impor atau yang kini populer disebut “thrifting”.

Namun, setelah pernyataan tegas Menkeu Purbaya tentang penindakan impor ilegal, pasar itu kini bagaikan kapal yang terombang-ambing di tengah badai.

Para pedagang resah, sebab kebijakan tersebut bisa menutup satu-satunya sumber penghidupan mereka.

“Kami ini sudah puluhan tahun jualan, sudah seperti napas hidup. Kalau dilarang, kami mau kerja apa lagi?” keluh seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.

Mereka sadar, kebijakan pemerintah tak bisa mereka lawan. Tapi yang mereka takutkan, nasib dan keringat mereka akan hilang tanpa ada tempat berpijak lagi.

MAFIA PAKAIAN BEKAS - Menteri Keuangan Purbaya mengatakan pemerintah tidak akan lagi memberi toleransi bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal, pemerintah akan beri sanksi denda tegas.
MAFIA PAKAIAN BEKAS - Menteri Keuangan Purbaya mengatakan pemerintah tidak akan lagi memberi toleransi bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal, pemerintah akan beri sanksi denda tegas. (Kolase TribunTrends/Instagram MenkeuRI)

Pedagang Siap Patuhi Aturan, Tapi Meminta Solusi Nyata

Salah satu pedagang pakaian bekas di kawasan Pasar Pekkabata, Akbar, mengaku memahami langkah pemerintah yang ingin menertibkan impor ilegal.

Namun ia meminta agar kebijakan itu tidak mematikan usaha kecil yang telah lama mereka perjuangkan.

“Kami minta alasan prinsip apa yang mendasari pemerintah melarang impor pakaian bekas.

Dan kami berharap ada solusi terbaik dari pemerintah, karena faktanya pengusaha dan masyarakat cukup diuntungkan dengan pakaian bekas,”
jelas Akbar, pedagang pakaian bekas, saat ditemui, Rabu (29/10/2025).

Baginya, larangan ini bukan sekadar soal aturan dagang tetapi soal perut dan masa depan keluarga.

Setiap potong baju yang terjual, sekecil apa pun keuntungannya, berarti tambahan uang untuk sekolah anak dan kebutuhan dapur.

Baca juga: Kisah Pedagang Kecil yang Terancam Mati Pelan-pelan Gegara Kebijakan Purbaya: Tolong Solusinya

Kebijakan dari Jakarta: Antara Melindungi Industri dan Mengorbankan Rakyat Kecil

Di sisi lain, pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah menyiapkan langkah tegas.

Aturan baru untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal akan segera diterbitkan.

Tujuannya jelas: melindungi industri tekstil dan garmen dalam negeri dari serbuan pakaian bekas luar negeri yang semakin marak.

Menurut Purbaya, masuknya pakaian bekas impor secara besar-besaran dapat mematikan industri lokal.
Apalagi, banyak dari pakaian tersebut diselundupkan melalui jalur-jalur tak resmi tanpa membayar pajak dan bea masuk.

Aturan baru yang akan diterbitkan nantinya bakal memperketat pengawasan dan penindakan bagi importir pakaian bekas ilegal.

Purbaya menilai, regulasi yang ada saat ini masih terlalu lemah dari sisi sanksi, sehingga para pelaku impor masih berani memainkan pasar pakaian bekas balpres.

“Kami akan perketat aturan dan sanksi agar praktik ilegal ini tidak lagi mematikan usaha tekstil lokal,” ujar Menkeu dalam pernyataannya.

Antara Thrifting dan Industri Tekstil: Dua Dunia yang Bertubrukan

Fenomena thrifting dalam beberapa tahun terakhir memang melonjak tajam.

Anak muda menjadikannya gaya hidup mencari merek luar negeri dengan harga murah, menghidupkan kembali pakaian bekas dengan semangat keberlanjutan.

Namun di balik tren itu, ada fakta pahit: ribuan ton pakaian bekas dari luar negeri membanjiri pelabuhan-pelabuhan Indonesia, memotong rantai distribusi industri tekstil lokal, dan menekan harga produk UMKM.

Maka tak heran, kebijakan Purbaya ini mendapat dukungan dari sejumlah pengusaha tekstil dalam negeri yang sudah lama merasa terjepit oleh maraknya thrifting.

Mereka berharap, pengetatan impor akan membuat pasar kembali sehat, dan pabrik-pabrik tekstil lokal bisa hidup lagi.

“Kami Tak Menolak Aturan, Tapi Jangan Bunuh Kami Pelan-Pelan”

Namun di Pasar Pekkabata, suara rakyat kecil bergema dengan nada lain.

Mereka bukan melawan, tapi memohon untuk didengar dan dipertimbangkan.

Mereka ingin pemerintah melihat realitas di lapangan bahwa di balik tumpukan baju bekas itu, ada ribuan tangan kecil yang menggantungkan harapan.

“Kami siap patuh, asal jangan langsung disapu bersih. Kasih kami waktu, kasih kami arah baru,” ujar Akbar lagi dengan mata berkaca-kaca.

Sebagian pedagang berharap, jika aturan baru diberlakukan, pemerintah juga membuka pelatihan usaha alternatif, modal bergulir, atau akses jual beli pakaian lokal agar mereka bisa tetap bertahan.

Baca juga: Pedagang Menangis saat Importir Pakaian Bekas Ditangkap Gegara Purbaya: Hulunya Mati, Kami Juga Mati

Banjir Pakaian Bekas dan Akar Masalahnya

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejauh ini telah memperketat pengawasan di sejumlah pelabuhan terutama di kawasan timur Indonesia, di mana pakaian bekas dari luar sering diselundupkan lewat kontainer.

Namun arus barang ilegal masih deras.

Purbaya menyebut, selama aturan baru belum keluar, pemerintah terus mengawasi agar impor pakaian bekas tidak mematikan usaha lokal.

Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya menjaga keadilan bagi produsen tekstil dalam negeri, sekaligus memastikan uang negara tidak bocor ke perdagangan gelap.

Di Antara Dua Kepentingan

Kini, kebijakan pemerintah pusat dan keluhan pedagang lokal berada di dua ujung tali yang sama-sama tegang.

Di satu sisi, negara ingin melindungi industri dan menjaga kemandirian ekonomi nasional.

Di sisi lain, rakyat kecil menjerit karena kehilangan sumber hidup yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Di bawah atap seng Pasar Pekkabata, suara-suara itu terus bergema: suara pedagang, suara perjuangan, dan suara harapan agar aturan tidak hanya keras di kertas, tapi juga manusiawi di lapangan.

***

(TribunTrends/Sebagian artikel diolah dari Kompas)

Tags:
PurbayathriftingMenteri Keuangan
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved