Kurangnya kesopanan mendorong seseorang untuk mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap praktik yang dilakukan.
“Mohon maaf kalau mengganggu saya, tapi kenapa ada yang mau repot-repot kirim kode QR di WhatsApp minta uang raya untuk anak.
Sampai tiap hari dia kirim, asal kita tidak kasih, asalkan dia memintanya.
“Kalau ke rumah orang untuk ada festival, benarkah minta uang raya ke tuan rumah?
Konsep uang raya tidak perlu mengemis, kalau mau dikasih, ya dikasih.
“Berikan contoh yang baik kepada anak.
Jaga suami dan anggota keluarga lainnya.
Jangan biasakan budaya bertanya seperti ini.
“Jujur saja, saya orang yang suka memberi tapi saya sangat tidak suka dengan orang yang meminta hal ini,” kata individu tersebut mengungkapkan penyesalannya.
Sambangi ruang balas, warganet virtual menuturkan, praktik meminta uang raya secara digital semakin marak terjadi di bulan Syawal tahun ini.
“Memang benar banyak yang mengumpulkan uang raya tahun ini. Diantaranya naskahnya di grup keluarga.
Assalamualaikum, Selamat Raya, mohon maaf lahir dan batin kepada seluruh keluarga. Entah ada yang berkenan membagi rezeki raya kepada anak-anak.
"Saya sih gak ngurusin yang kayak gitu, saya cuma kasih bluetick . Di dekat grup facebook masih ada yang minta uang raya, contoh ayat diulang-ulang.
Semoga ada rezeki buat anak-anak , yuk berbagi rezeki dengan ikhlas semampu kita.
“Kasihan nama anak-anak itu harus dijual, padahal mereka tidak tahu apa-apa.
Orang tua yang mengeluarkan uang terlalu banyak, mungkin ekonominya sedang buruk sehingga mereka putus asa seperti ini.
“Kalau mau tahu, di keluarga besar saya ada yang sudah menikah dan bekerja dan minta uang raya, mereka tidak malu,” kata beberapa Maya.
(TribunTrends.com/Nafis)