3. Menghilangkan Stres
Aktivitas sosial di bulan Ramadan ternyata memiliki dampak positif bagi kesehatan mental.
Pendapat itu disampaikan oleh eks Direktur WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama.
"Hubungan sosial dalam Ramadan dapat memberi dampak positif kesehatan mental, termasuk pada masa pandemi Covid-19. Punya efek positif memperbaiki mood serta membantu menangani stres, kegelisahan dan depresi,” kata Tjandra Yoga Aditama.
4. Bentuk Eksistensi Diri
Bukber biasanya menjadi ajang untuk meningkatkan eksistensi diri.
Pasalnya, anak muda cenderung tak ingin ketinggalan tren yang sedang ramai. Paw Research Center mendukung pendapat tersebut.
"Anak muda kerap melakukan sebuah aktivitas demi menunjang eksistensi diri yang tidak jarang ikut-ikutan atau adopting hal yang sedang tren dan akhirnya menjadi budaya," bunyi penelitian dari Paw Research Center.
5. Keinginan Berinteraksi Secara Langsung
Sebagian masyarakat percaya bahwa bertatap muka secara langsung dapat meningkatkan kualitas hubungan.
Karena itu, anak muda lebih suka berkumpul dan bercengkerama secara fisik.
Pandangan itu didukung oleh peneliti Linda E. Weinberger, Ph.D dari Psychology Today.
"Meskipun kita hidup di era komunikasi multi-mode (misalnya, e-mail, Facetime, panggilan telepon, media sosial, teks), tidak ada pengganti untuk kehadiran fisik dan waktu yang lama untuk dihabiskan bersama. Kesempatan untuk terlibat dalam percakapan yang tidak dibatasi waktu mendorong komunikasi yang lebih dalam," kata Linda E. Weinberger, Ph.D.
Asal usul kata ngabuburit
Secara umum, ngabuburit adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk menunggu waktu berbuka puasa.
Kata ngabuburit sejatinya berasal dari bahasa Sunda.
Menurut Kamus Bahasa Sunda terbitan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), ngabuburit berasal dari kata ngalantung ngadagoan burit.