Drama Keraton Surakarta
Apa Itu Jumenengan? Tradisi di Keraton Surakarta setelah Susuhunan Pakubuwono XIII Meninggal Dunia
Apa itu Jumenengan? Tradisi yang dilakukan di Keraton Surakarta setelah Susuhunan Pakubuwono XIII meninggal dunia
Editor: Nafis Abdulhakim
Ringkasan Berita:
- Ini penjelasan tentang Jumenengan.
- Tradisi ini dilakukan di Keraton Surakarta.
- Upacara tersebut digelar setelah Susuhunan Pakubuwono XIII meninggal dunia.
TRIBUNTRENDS.COM - Dalam tradisi Keraton Surakarta, Jumenengan berasal dari kata dumeneng, yang bermakna “berdiri” atau “naik takhta.”
Prosesi ini bukan sekadar seremoni politik atau seremonial formal semata, melainkan upacara agung penuh makna yang menandai lahirnya seorang pemimpin tertinggi.
Seorang raja diangkat bukan hanya untuk memimpin pemerintahan adat, tetapi juga untuk menjaga kehidupan masyarakat dan menjaga keseimbangan alam semesta.
Ritual lengkap Jumenengan dikenal dengan nama Jumenengan Dalem Nata Binayangkare, sebuah prosesi sarat nilai spiritual dan simbolik.
Dikutip dari Kompas.tv, tradisi ini menempatkan seorang raja sebagai wakil Tuhan di bumi, sosok yang memikul tanggung jawab menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Baca juga: Masih Masa Berkabung, Sinuhun Pakubuwono XIV Tetap Gelar Jumenengan, Tedjowulan: Fokus Mendoakan
Karena itulah, Keraton Surakarta senantiasa menjaga tata cara adat yang ketat dalam penyelenggaraan upacara ini.
Rangkaian Jumenengan biasanya dimulai dari wilujengan, pembacaan sabda raja, hingga penobatan resmi yang dihadiri keluarga keraton dan para tamu kehormatan.
Berbagai kesenian tradisional seperti gamelan, tari bedhaya, hingga puspa warsa turut menyertai jalannya prosesi, menghadirkan suasana sakral yang telah diwariskan turun-temurun.
Sebelum rangkaian resmi Jumenengan berlangsung, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro atau Gusti Purboyo lebih dulu mendeklarasikan dirinya sebagai Pakubuwono XIV.
Pengumuman tersebut disampaikan tepat menjelang pemberangkatan jenazah PB XIII ke Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri pada Rabu (5/11/2025).
Dalam pernyataannya, ia menegaskan:
“Atas perintah dan titah Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, saya, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegoro, pada hari ini, Rabu Legi, 14 Jumadilawal Tahun Dal 1959 atau 5 November 2025, naik takhta menjadi Raja Keraton Surakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XIV.”
Pernyataan tersebut membuat suasana suksesi Keraton Kasunanan Solo kembali memanas.
Sebab, kini terdapat dua figur yang sama-sama mengklaim berhak menyandang gelar Pakubuwono (PB) XIV.
Dua putra PB XIII, yakni KGPAA Gusti Purboyo dan KGPH Hangabehi, masing-masing menyatakan diri sebagai penerus sah takhta Keraton Surakarta.
Konflik ini mencuat setelah wafatnya Paku Buwono XIII pada Minggu (2/11/2025).
Alih-alih berjalan mulus, proses pergantian takhta kembali menimbulkan dualisme kepemimpinan sebuah situasi yang mengingatkan publik pada konflik tahun 2004, saat PB XII wafat dan dua kubu saling mengklaim diri sebagai raja yang sah.
(TribunTrends.com/TribunSolo)
Sumber: Tribun Solo
| Masih Masa Berkabung, Sinuhun Pakubuwono XIV Tetap Gelar Jumenengan, Tedjowulan: Fokus Mendoakan |
|
|---|
| 5 Kerabat Terima Kekancingan Pakubuwono XIV Hamangkunegoro setelah Jumenengan, Siapa Saja? |
|
|---|
| Sosok GRAy Dewi Ratih, Anak Ketiga Pakubuwono XIII Dapat Kekancingan, Kerap Ngonten Bareng Kakak |
|
|---|
| Sosok KGPH Dipokusumo, Adik KGPA Tedjowulan Terima Kekancingan dari Pakubuwono XIV, Ternyata Dosen |
|
|---|
| Sosok GRAy Devi Lelyana Dewi, Terima Kekancingan dari Pakubuwono XIV Hamangkunegoro |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/trends/foto/bank/originals/PAKUBUWONO-XIV-HAMANGKUNEGORO-Pakubuwono-XIV-Hamangkunegoro-raja-baru-Keraton-Solo.jpg)