Breaking News:

Drama Keraton Surakarta

Silakan Ambil Alih! Adik PB XIII Tak Gentar Isu Keraton Diambil Pemerintah: Memangnya Masih Kurang?

Benowo adik dari PB XIII buka suara soal isu pemerintah mambil alih keraton jika terjadi konflik, dia kesal pemerintah sering cawe-cawe.

Editor: jonisetiawan
Kolase TribunTrends/TribunSolo
DRAMA KERATON SOLO - Benowo adik dari PB XIII buka suara soal isu kemungkinan pemerintah mengambil alih keraton jika terjadi konflik suksesi. 
Ringkasan Berita:
  • Benowo menegaskan bahwa kedudukan Tedjowulan sebagai pendamping PB XIII tidak otomatis berlanjut setelah raja wafat
  • Benowo menolak pernyataan adanya dasar legitimasi berupa surat keputusan Mendagri, karena menurutnya kementerian tidak berwenang dalam urusan internal Keraton
  • Benowo menyebut Keraton Solo dibatasi ketat sebagai cagar budaya sehingga ruang gerak renovasi maupun penataan terbatas

 

TRIBUNTRENDS.COM - Adik kandung mendiang Raja Keraton Kasunanan Surakarta SISKS Pakubuwono (PB) XIII, KGPH Benowo, memberikan tanggapan atas pernyataan Mahamenteri Keraton Solo, KGPA Tedjowulan, yang sebelumnya mengklaim menerima mandat pemerintah untuk menjabat sebagai Raja Ad Interim Keraton Solo usai wafatnya PB XIII.

Benowo menegaskan bahwa kedudukan Tedjowulan sebagai pendamping PB XIII hanya berlaku selama raja masih hidup dan otomatis tidak memiliki kekuatan setelah PB XIII meninggal.

Pada Kamis (13/11/2025) malam, Tedjowulan menyampaikan bahwa dirinya tak akan menghadiri upacara jumenengan atau penobatan KGPAA Hamengkunagoro yang digelar pada Sabtu (15/11/2025).

Pernyataannya disampaikan saat ditemui di Sekretariat Maha Menteri.

Baca juga: Keseharian KGPH Hangabehi Calon Raja Keraton Solo Penerus PB XIII, Seteru Gusti Purboyo Jaga Museum!

"Bagaimana ya, silakan saja. Gusti Tedjowulan itu sebenarnya pendamping Pakubuwono XIII

Kalau yang didampingi sudah meninggal lalu mendampingi siapa?" ujar Benowo setelah prosesi Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono XIV, Sabtu (15/11/2025).

Benowo juga menekankan bahwa jabatan Tedjowulan sebagai Mahamenteri tidak secara otomatis berlaku pada masa kepemimpinan raja baru, KGPAA Hamangkunagoro (PB XIV).

Menurutnya, jika Tedjowulan ingin tetap berperan sebagai pendamping, maka diperlukan ikrar ulang untuk menetapkannya kembali.

DRAMA KERATON SOLO - Mahamenteri KGPA Tedjowulan mengklaim mendapat mandat pemerintah untuk menjadi Ad Interim Raja Keraton Solo, namun klaim tersebut ditolak oleh KGPH Benowo yang menilai statusnya sebagai pendamping raja telah gugur setelah wafatnya PB XIII.
DRAMA KERATON SOLO - Mahamenteri KGPA Tedjowulan mengklaim mendapat mandat pemerintah untuk menjadi Ad Interim Raja Keraton Solo, namun klaim tersebut ditolak oleh KGPH Benowo yang menilai statusnya sebagai pendamping raja telah gugur setelah wafatnya PB XIII. (Kolase TribunTrends/TribunSolo)

Lebih lanjut, Benowo membantah klaim Tedjowulan terkait adanya surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri sebagai dasar legitimasi mandat tersebut.

Ia menilai bahwa kementerian tersebut tidak memiliki kewenangan dalam menentukan urusan internal keraton.

"Katanya memakai surat Menteri Dalam Negeri, tapi Mendagri tidak ada urusannya.

Mendagri mengurus pemerintah kota atau pemda, bukan keraton. 

Kecuali keraton melakukan tindakan makar atau pemberontakan, baru ada proses hukum," tegasnya.

Baca juga: Tedjowulan Jadi Plt Raja Berdasarkan SK Mendagri 2017: Keluarga Hangabehi Nekat Angkat Raja Baru

Terkait isu kemungkinan pemerintah mengambil alih keraton jika terjadi konflik suksesi, Benowo menyatakan tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Ia bahkan menilai keterlibatan pemerintah dalam urusan keraton sudah berlangsung sejak lama.

Ia juga menyoroti perbedaan perlakuan terhadap Keraton Kasunanan Solo jika dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, terutama dalam status cagar budaya yang membuat ruang gerak keraton terbatas.

"Sudah jadi cagar budaya, tidak bisa bergerak bebas.

Mau membuat kamar mandi saja harus lapor, menambah tembok juga harus lapor.

Kalau begitu, mengapa tidak sekalian Yogyakarta? Ini menjadi pertanyaan bagi saya," tutupnya.

Kuda Kirab Disewa

Di tengah gemerlap dan kemegahan Jumenengan Raja Keraton Solo, SISKS Pakubuwono XIV Hamangkunegoro, tersimpan kisah yang jarang tersorot oleh publik.

Meski prosesi kirab dipenuhi kemewahan kereta kencana berlapis ornamen emas dan iring-iringan budaya yang memukau mata, kuda-kuda gagah yang menarik kereta tersebut ternyata bukan milik keraton. 

Mereka hadir sebagai bentuk kolaborasi antara keraton dan masyarakat, disewa khusus untuk menjaga kelangsungan tradisi yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Toma, Sang Pemasok Kuda Keraton

Salah satu sosok di balik keberhasilan kirab kali ini adalah Toma, pemilik Sor Talok Stable Sukoharjo. Dari balik kerumunan abdi dalem dan petugas kirab, Toma menceritakan bahwa belasan kudanya kembali dipercaya untuk turut serta dalam prosesi tahun ini.

"Tadi kalau enggak salah 12 atau 13 kuda yang saya bawa," ungkapnya.

Kuda-kuda tersebut merupakan jenis lokal peranakan yang disebut KP (kuda pacu), biasanya digunakan untuk latihan berkuda atau kuda wisata di akhir pekan.

Usia rata-rata tujuh tahun, dianggap ideal karena cukup bertenaga namun stabil menghadapi keramaian besar seperti kirab kerajaan.

Toma mengaku, permintaan penyewaan ini bukan pertama kalinya ia terima. Ia pernah menyediakan kuda-kuda untuk upacara pemakaman hingga jumenengan sebelumnya.

Meski kuda-kuda tampil megah di kirab, mereka tidak mendapat perlakuan khusus, cukup perawatan rutin.

"Enggak, tidak ada treatment khusus. Cuma dirawat seperti biasa," jelas Toma.

Baca juga: Polemik Suksesi Takhta Keraton Solo: Keterkejutan Maha Menteri Tedjowulan dan Minta Nunggu 40 Hari

Sewa Kuda: Tradisi dan Bisnis Berjalan Beriringan

Selain untuk keraton, kuda-kuda Toma juga disewa untuk berbagai acara seperti pesta pernikahan dan perayaan khusus lain.

Tarif sewa disebut berkisar Rp2,5 juta, namun bisa berbeda tergantung lokasi dan kebutuhan transportasi yang melibatkan truk. Soal tarif untuk kirab kerajaan kali ini, Toma memilih tidak menjelaskan lebih lanjut.

"Kalau itu kurang tahu sih, sudah ada yang urus karena ikut Paguyuban," ujarnya.

Bagi Toma, keterlibatan dalam kirab bukan semata-mata soal bisnis. Baginya, yang terpenting adalah turut memeriahkan tradisi.

"Cuman ikut memeriahkan. Jadi enggak masalah," tambahnya.

Sambil menunggu kirab dimulai, beberapa kuda tampak mengibaskan ekor mereka, sedangkan yang lain menunduk tenang.

Dua kuda di barisan depan, yang menempati posisi paling dekat dengan kereta kencana berhias emas, memiliki nama unik: Lupi dan Klara. Mereka menjadi simbol kesetiaan dan kolaborasi masyarakat dalam menjaga kelangsungan tradisi kerajaan.

***

(TribunTrends/Sebagian artikel diolah dari TribunSolo)

Tags:
Pakubuwono XIIIKeraton Surakartapemerintah
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved