Breaking News:

Berita Viral

Bukan Penculik, Tapi Korban, Jeritan Suku Anak Dalam di Balik Kasus Bilqis: Kami Tak Tahu Apa-apa

Suku Anak Dalam merasa jadi korban, buka suara soal kasus penculikan Bilqis, bocah asal Makassar yang ditemukan di kawasan mereka.

|
Editor: jonisetiawan
Kolase TribunTrends/Istimewa
DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Anggota Orang Rimba (Suku Anak Dalam/SAD) di Mentawak, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, buka suara soal kasus penculikan Bilqis Ramadhany (4), bocah asal Makassar yang ditemukan di kawasan mereka. 
Ringkasan Berita:
  • Orang Rimba Sebagai Korban, Bukan Pelaku Penculikan Bilqis
  • Orang Rimba Sebagai Korban, Bukan Pelaku
  • KKI Warsi mengingatkan agar publik dan aparat tidak menjadikan Orang Rimba kambing hitam

 

TRIBUNTRENDS.COM - Begendang, salah satu anggota Orang Rimba (Suku Anak Dalam/SAD) di Mentawak, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, akhirnya angkat bicara soal kasus yang menghebohkan publik penculikan Bilqis Ramadhany (4), bocah asal Makassar yang ditemukan di kawasan mereka.

Bilqis diketahui diculik di Makassar, lalu dibawa lintas pulau dari Sulawesi ke Jawa, kemudian ke Sumatera, hingga Jambi. Di sinilah anak tersebut akhirnya ditemukan bersama kelompok Orang Rimba di Mentawak.

Suara dari KKI Warsi: Kasus Ini Tak Bisa Dilihat dari Permukaan

Menanggapi isu yang menyeret nama Orang Rimba, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi meminta publik untuk memahami persoalan ini secara utuh.

Baca juga: Kondisi Bilqis saat Ditemukan di Tempat Gelap dan Terpencil, Sempat Kira Polisi Adalah Penculik

Menurut Robert Aritonang, antropolog KKI Warsi, Orang Rimba justru menjadi korban dari situasi sosial dan ekonomi yang telah menjerat mereka selama puluhan tahun.

“Mereka kehilangan hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan.

Saat ruang hidup berubah menjadi perkebunan dan konsesi, mereka kehilangan akses terhadap pangan, air, dan sumber penghidupan,” jelas Robert, Senin (10/11/2025).

Dalam kondisi itu, Orang Rimba menjadi sangat rentan dimanfaatkan pihak luar.

Robert menyebut fenomena ini sebagai “crash landing sosial” keadaan di mana mereka terpaksa berhadapan dengan dunia luar yang tak mereka pahami.

“Mereka bisa dengan mudah percaya pada bujukan atau cerita orang luar, tanpa sepenuhnya mengerti konsekuensinya,” tambahnya.

DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Bilqis yang berusia empat tahun menolak saat dijemput polisi, sempat mengira Suku Anak Dalam adalah keluarganya, namun kini Bilqis telah kembali ke pelukan orangtuanya.
DRAMA PENCULIKAN BILQIS - Bilqis yang berusia empat tahun menolak saat dijemput polisi, sempat mengira Suku Anak Dalam adalah keluarganya, namun kini Bilqis telah kembali ke pelukan orangtuanya. (Kolase TribunTrends/Polrestabes Makassar/Istimewa)

Kesaksian Begendang dan Sang Istri

Berdasarkan keterangan yang diterima KKI Warsi, Begendang menuturkan bahwa istrinya didatangi seorang perempuan dari luar komunitas yang membawa anak kecil bernama Bilqis.

“Orang luar itu mengatakan anak tersebut berasal dari keluarga tidak mampu dan meminta tolong agar dirawat,” ujar Robert, menirukan penuturan Begendang.

Baca juga: Keseharian Pelaku Penculik Bilqis Diungkap Tetangga, Pantas Warga Sekitar Tak Curiga, Rajin Ibadah

Penyerahan anak itu disertai surat bermaterai Rp10 ribu, yang konon ditandatangani ibu kandung Bilqis, berisi pernyataan bahwa anak tersebut diserahkan secara sukarela dan tak akan ada tuntutan di kemudian hari.

Namun, hanya dua hari setelah anak itu berada di kelompok mereka, kabar tentang penculikan Bilqis menyebar.

Begendang pun segera menyerahkan anak tersebut kepada pihak berwenang.

Orang Rimba: Korban dari Sistem yang Lebih Besar

KKI Warsi menegaskan bahwa Orang Rimba tidak terlibat dalam kejahatan ini, melainkan korban dari kemiskinan struktural dan hilangnya wilayah hidup mereka.

“Ada pihak yang memanfaatkan kerentanan mereka dengan narasi palsu, janji ekonomi atau bujukan emosional.

Orang Rimba dijadikan alat dalam jejaring kejahatan yang mereka sendiri tidak pahami,” kata Robert.

Ia menambahkan, penegakan hukum dan pemberitaan media harus dilakukan dengan perspektif perlindungan terhadap kelompok rentan, agar mereka tidak menjadi kambing hitam atas persoalan sosial yang jauh lebih kompleks.

“Yang perlu diusut bukan hanya siapa yang membawa anak itu, tapi juga siapa yang memanfaatkan Orang Rimba dan menciptakan kondisi yang membuat mereka terjebak,” tegasnya.

Baca juga: Cerita Polisi saat Selamatkan Bilqis, Korban Mengira Suku Anak Dalam Keluarganya, Menolak Dijemput

Seruan untuk Pemulihan Sosial

Robert berharap kasus Bilqis bisa menjadi momentum untuk melihat akar persoalan Orang Rimba secara menyeluruh dan mendorong langkah pemulihan nyata.

“Pemulihan bisa dimulai dengan memperluas akses terhadap pendidikan, layanan dasar, serta pengakuan hak atas wilayah hidup mereka,” ujarnya.

Kasus ini pun menjadi pengingat bahwa di balik kisah dramatis penyelamatan seorang anak, tersimpan realitas sosial yang lebih dalam tentang komunitas adat yang terpinggirkan, dan bagaimana kerentanan mereka sering kali dimanfaatkan oleh pihak luar tanpa rasa iba.

***

(TribunTrends/Sebagian artikel diolah dari TribunJambi)

Tags:
BilqisSuku Anak Dalampenculikan
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved