Breaking News:

Politik Viral

Gegara Menkeu Purbaya? Jabar Terpaksa Habiskan Dana Darurat, Dedi Mulyadi: Daripada TKD Dipotong!

Dedi Mulyadi mengatakan anggaran tanggap darurat yang selama ini disiapkan akan dihabiskan sepenuhnya, takut TKD kembali dipotong Purbaya.

|
Editor: jonisetiawan
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY// FIKA NURUL ULYA
DEDI MULYADI PURBAYA - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan anggaran tanggap darurat yang selama ini disiapkan untuk menghadapi bencana akan dihabiskan sepenuhnya, takut TKD kembali dipotong Purbaya. 
Ringkasan Berita:
  • Dedi Mulyadi memutuskan untuk menghabiskan seluruh anggaran tanggap darurat
  • Dedi menghadapi dilema besar antara citra dan kesiapsiagaan bencana
  • Dedi menagih pemerintah pusat agar segera membayarkan dana bagi hasil pajak Rp190 miliar

TRIBUNTRENDS.COM - Sebuah keputusan tak biasa diambil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dengan nada tegas namun menyiratkan kegelisahan, ia mengumumkan bahwa anggaran tanggap darurat yang selama ini disiapkan untuk menghadapi bencana akan dihabiskan sepenuhnya.

Langkah ekstrem itu bukan tanpa alasan. Dedi menegaskan, keputusan ini adalah bentuk perlindungan terhadap kehormatan fiskal Jawa Barat, sekaligus upaya menghindari tudingan memilki dana “terparkir” dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Saya ngomong ke Pak Sekda, (anggaran) harus saya habisin.

Daripada saya dibilang diparkir, kemudian TKD saya dipotong lagi,” kata Dedi di Gedung Sate, Bandung, dikutip TribunTrends dari Antaranews pada Kamis, 6 November 2025.

Namun, di balik pernyataan itu, tersimpan sebuah dilema besar: antara menjaga nama baik pemerintah provinsi atau mempertahankan kesiapsiagaan terhadap bencana alam yang sewaktu-waktu bisa datang.

Baca juga: Tak Butuh Ucapan Maaf dari Menkeu Purbaya, Dedi Mulyadi Langsung Minta Dana Rp190 M: Itu Hak Kami!

Dilema Dana Siaga: Antara Citra dan Kewaspadaan

Dedi tak menutup mata bahwa langkah menghabiskan dana tanggap darurat memiliki konsekuensi berat.

Dengan jujur, ia mengakui bahwa jika dana tersebut habis, Jawa Barat akan kesulitan mencari sumber pembiayaan baru ketika bencana benar-benar terjadi.

“Kami memang menghadapi dilema. Kalau dana tidak terpakai, kami dituduh memarkir anggaran. Tapi kalau habis, saat bencana datang, kami kesulitan,” ujar Dedi dengan nada getir.

Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai wilayah rawan bencana. Mulai dari longsor, banjir, hingga gempa bumi, semua bisa terjadi kapan saja.

Karena itu, secara ideal, menurut Dedi, Jawa Barat harus memiliki dana siaga minimal Rp200 miliar setiap tahunnya.

“Namun, jika dana tersebut tidak terserap habis, Pemprov berisiko mendapat sanksi administratif,”
katanya menambahkan.

Dedi menegaskan, dirinya tidak ingin Jawa Barat dicap sebagai provinsi yang tidak disiplin dalam penggunaan anggaran apalagi sampai dipotong Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) akibat tuduhan salah kelola APBD.

GUBERNUR DEDI MULYADI -
GUBERNUR DEDI MULYADI mengumumkan bahwa anggaran tanggap darurat yang selama ini disiapkan untuk menghadapi bencana akan dihabiskan sepenuhnya. (Tribunnews.com)

Menagih Janji Pusat: Rp190 Miliar Dana yang Belum Turun

Di tengah upayanya menata keuangan daerah, Dedi juga menyindir pemerintah pusat yang hingga kini belum membayarkan dana bagi hasil pajak tahun 2024 senilai Rp190 miliar.

Uang itu, menurut Dedi, adalah hak Provinsi Jawa Barat yang seharusnya sudah diterima sesuai aturan.

“Jika kinerja Jabar baik di semua sisi, termasuk penyerapan anggaran untuk publik, penanganan bencana, pengadaan radar, ambulans off-road, call center terpadu, RS terapung, hingga infrastruktur pengendali banjir, maka saya mohon agar dana transfer daerahnya dikembalikan, dibayarkan, karena itu hak kami,” ujar Dedi dengan tegas.

Baginya, dana tersebut sangat krusial.

Selain untuk memperkuat kapasitas fiskal daerah, juga untuk memastikan 27 kabupaten/kota di Jawa Barat tidak kehilangan daya dalam membiayai program publik dan penanganan bencana.

“Yang kita inginkan, satu, dana transfer daerah bagi hasil Provinsi Jawa Barat yang Rp190 miliar lebih yang belum dibayarkan, segera dibayarkan. Karena itu hak Provinsi Jawa Barat,” ucapnya lagi, menegaskan nada kecewa.

Baca juga: Gebrakan Dedi Mulyadi Usai Ribut dengan Purbaya: Buka Semua Catatan Kas Daerah di Media Sosial

Dari Deposito ke Giro: Klarifikasi atas Sorotan Menteri Keuangan

Langkah Dedi ini tak lepas dari bayang-bayang polemik sebelumnya.

Dalam rapat inflasi daerah pada 20 Oktober 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyinggung adanya 15 daerah yang menyimpan dana APBD di bank, termasuk Jawa Barat.

Data dari Bank Indonesia menyebut Pemprov Jabar memiliki deposito Rp4,17 triliun.

Selain Jawa Barat, Purbaya juga menyebut Pemprov DKI Jakarta dengan deposito Rp14,68 triliun dan Jawa Timur Rp6,8 triliun.

Namun Dedi segera membantah keras tudingan tersebut.

Ia mengaku telah mengecek langsung ke Bank BJB, dan tidak menemukan adanya dana daerah yang diendapkan dalam bentuk deposito.

Beberapa hari kemudian, Dedi memberikan klarifikasi lanjutan bahwa memang ada dana yang disimpan, namun bukan deposito, melainkan giro.

“Bentuk giro itu pilihan paling aman dan transparan, meski bunganya rendah,” ungkapnya.

Menurut Dedi, penyimpanan dalam bentuk giro adalah strategi keuangan yang wajar dan sesuai aturan, bukan tindakan “memarkir” dana publik seperti yang disinyalir oleh Kementerian Keuangan.

Dedi dan Dilema Anggaran: Antara Tuduhan dan Tanggung Jawab

Keputusan Dedi Mulyadi untuk menghabiskan anggaran darurat mungkin terdengar kontroversial.

Namun di balik itu, tersimpan sebuah upaya mempertahankan integritas fiskal di tengah tekanan administratif yang kaku dan persepsi publik yang sensitif.

Di satu sisi, ia ingin memastikan setiap rupiah APBD terserap untuk kepentingan publik.

Namun di sisi lain, ia juga sadar bahwa bencana tidak bisa diprediksi dan tanpa cadangan anggaran, rakyatlah yang akan menanggung risikonya.

Kini, publik menanti apakah langkah berani Dedi akan terbukti efektif atau justru menimbulkan persoalan baru di masa mendatang.

Yang pasti, di balik segala dinamika itu, Jawa Barat berdiri di antara dua kepentingan besar: menjaga citra fiskal atau menjaga kesiapsiagaan bencana.

Dan di tengah pusaran itulah, suara Dedi Mulyadi bergema: “Lebih baik saya dihakimi karena anggaran habis, daripada dihukum karena dianggap memarkir uang rakyat.”

***

(TribunTrends)

Tags:
PurbayaJawa BaratDedi MulyadiTKD
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved