Breaking News:

7 Fakta Lengan Santri Diamputasi di Bawah Reruntuhan Mushala Al Khoziny, Keluarga Sempat Tak Terima!

Tangan Nur Ahmad terpaksa diamputasi oleh dokter di bawah reruntuhan Mushala Al Khoziny demi keselamatannya.

|
Penulis: Amir M
Editor: Amir M
DOKUMEN/RSUD R.T. NOTOPURO SIDOARJO
KORBAN AL KHOZINY - Nur Ahmad, santri yang tangannya diamputasi di bawah reruntuhan musala di Ponpes Al Khoziny. 

TRIBUNTRENDS.COM - Nur Ahmad (16), seorang santri korban ambruknya bangunan mushala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, terjebak di bawah reruntuhan beton.

Bahkan karena kondisinya, tangan Nur Ahmad terpaksa diamputasi oleh dokter di bawah reruntuhan.

Berikut ini 5 fakta tangan Nur Ahmad diamputasi di bawah reruntuhan Mushala Al Khoziny selengkapnya.

Tertimpa reruntuhan saat salat Asar

Ahmad tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai itu ambruk saat salat Asar pada Senin (29/9/2025). 

Secara tiba-tiba, mushala Ponpes Al Khoziny runtuh dan menimpa para santri, termasuk dirinya.

"Rakaat kedua kejadiannya.

Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo dikutip dari KOMPAS.com, Sabtu (4/10/2025).

Lengan kiri tertimpa beton

Ahmad tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan.

Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya.

Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Teriak minta tolong

Saat terjebak, Ahmad berusaha bertahan sekuat tenaganya.

Ia akhirnya mendengar suara petugas evakuasi.

Tanpa pikir panjang, Ahmad langsung berteriak meminta tolong.

“Iya saya teriak minta tolong, ada (petugas) yang mendengar.

Bertahannya dari sore sampai malam.

Ya sakit (ketika disuntik bius), katanya harus tenang,” ucapnya.

Tangan Ahmad diamputasi

Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD RT Notopuro Sidoarjo, dr. Larona Hydravianto, mengungkapkan keputusan amputasi tangan Ahmad dilakukan langsung di bawah reruntuhan mushala Ponpes Al Khoziny.

Menurut Larona, tindakan itu merupakan upaya penyelamatan nyawa karena kondisi korban terjepit beton.

“Jadi memang ini sesuatu yang sangat berat ya secara pertimbangan.

Kita harus melakukan amputasi atau menghilangkan bagian tubuh.

Tapi ada prinsip life saving is number one.

Nyawa menjadi prioritas pertama dibanding anggota tubuhnya,” ujar Larona, Jumat (3/10/2025).

Baca juga: Permintaan Santri Ponpes Al Khoziny, Alfatih Setelah 3 Hari Tertimbun Reruntuhan Musala: “Minta Es”

PONDOK PESANTREN AMBRUK - Petugas saat mengevakuasi korban reruntuhan Ponpes Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9/2025). Terdengar isak tangis dan teriakan lirih terdengar di antara puing-puing beton dan besi.
PONDOK PESANTREN AMBRUK - Petugas saat mengevakuasi korban reruntuhan Ponpes Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo, Senin (29/9/2025). Terdengar isak tangis dan teriakan lirih terdengar di antara puing-puing beton dan besi. (Kolase TribunTrends/Kompas)

Dokter merangkak di bawah reruntuhan

Larona awalnya imenerima laporan adanya santri yang masih hidup di bawah reruntuhan bangunan.

Ia kemudian merangkak sejauh 10 meter ke dalam celah beton untuk mencapai lokasi korban.

“Waktu itu masuk di bawah reruntuhan.

 Jadi saya merangkak sampai ke dalam itu kira-kira sampai ke tempatnya sekitar 10 meteran,” jelasnya.

Setelah memastikan Ahmad masih hidup dengan memeriksa nadinya, Larona mendapati lengan kiri korban terjepit beton.

Ia pun memutuskan untuk melakukan amputasi di bagian persendian siku.

“Karena kita melakukan amputasi pada daerah lengan, pastinya ada risiko syok dan nyeri yang sangat hebat.

Sehingga perlu obat-obatan dari anestesi,” katanya.

Larona keluar terlebih dahulu untuk mengambil obat anestesi, kemudian kembali masuk ke celah reruntuhan.

Proses amputasi 20 menit

Proses amputasi dilakukan langsung di lokasi selama sekitar 20 menit.

“Kita amputasi setinggi siku di lokasi kejadian, di bawah reruntuhan.

Sekitar 20 menit sudah terpotong, sambil pasien sedikit kita tarik karena sikunya sangat susah dimobilisasi,” tuturnya.

Keluarga sempat tak setuju

Direktur Utama RSUD RT Notopuro Sidoarjo, dr. Atok Irawan, membenarkan bahwa amputasi dilakukan di lokasi kejadian karena kondisi darurat. Menurut dia, keputusan tersebut sempat mendapat protes dari pihak keluarga.

“Sempat yang diamputasi di tempat, keluarga sempat protes, enggak setuju.

Ya gimana kalau kondisi darurat, sempat nanya ‘Siapa yang mengizinkan?’,” kata Atok, Selasa (30/9/2025).

Namun, setelah mendapat penjelasan dari tim medis, keluarga akhirnya memahami keputusan tersebut.

“Untungnya dokter kami menjelaskan dengan lembut, dengan sabar, alhamdulillah bisa menerima.

Karena situasinya sempit, ini juga sebenarnya membahayakan jiwa nakes kami,” tambahnya.

Usai proses amputasi, Ahmad langsung mendapatkan perawatan medis pertama di lokasi sebelum dibawa ke RSUD RT Notopuro.

“Jadi tetap pertolongan, (korban) dibius di sana, lukanya ditutup.

Cuma akhirnya dilakukan pembersihan lagi, dijahit ulang sampai pukul 01.30 WIB baru selesai,” jelas Atok.

(TribunTrends.com/ Amr)

Tags:
Al KhozinyNur AhmadSidoarjo
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved