Perusahaan tersebut memberikan laptop, uang tunai, dan sejumlah produk mereka untuk mendukung Devit selama menempuh pendidikan di Bandung.
Tak Sendiri, Ada Dua Pejuang Lain
Dalam momen yang sama, Rektor ITB juga menyambangi dua mahasiswa baru lainnya: Nauli Al Ghifari dari SMAN 1 Bukittinggi dan Deka Fakira Berna dari SMAN 1 Padang.
Keduanya diterima karena prestasi, meski juga berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan.
Prof. Tata menyampaikan pesan motivasi kepada mereka:
“Di kampus nanti, kalian akan bertemu banyak mahasiswa hebat.
Harus tetap berusaha yang terbaik dan jangan putus asa,” kata Prof. Tata, dikutip dari laman resmi ITB.
Dari Tunanetra ke Magister: Kisah Alfian Menginspirasi
Tak hanya Devit, cerita menggetarkan hati juga datang dari Alfian Andhika Yudhistira, seorang tunanetra yang menjadi wisudawan magister pertama di Universitas Airlangga (Unair).
Ia bukan hanya penyandang disabilitas, tapi juga anak dari tukang tambal ban yang berhasil meraih gelar S2 di bidang Kebijakan Publik.
“Meskipun saya tunanetra pertama, saya merasa diperlakukan baik sekali di UNAIR selama saya berkuliah.
Saya jarang mendapat pendamping dari luar kelas karena teman-teman sekelas saya sudah bisa menjadi pendamping," ujar Alfian.
Alfian adalah anak keempat dari keluarga sederhana, namun menjadi yang pertama menempuh pendidikan pascasarjana.
“Saya tunanetra satu-satunya di keluarga.
Saya anak keempat, tapi yang pertama S2.