Breaking News:

Revisi UU TNI

Revisi UU TNI Berpotensi Rugikan Perekonomian Indonesia, Kok Bisa? Begini Kata Pengamat Ekonomi

Menurut Bhima Yudhistira Adhinegara, penambahan jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif itu akan menimbulkan crowding out effect.

Editor: Amir M
Canva via KOMPAS.com
REVISI UU TNI - Ilustrasi prajurit TNI. Pengamat ekonomi menyebut Revisi UU TNI berpotensi rugikan perekonomian Indonesia. 

TRIBUNTRENDS.COM - Revisi UU TNI disebut berpotensi mengancam perekonomian Indonesia.

Pengamat ekonomi menyebut penambahan jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif itu akan menimbulkan crowding out effect.

Seperti apa penjelasan lengkapnya?

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) berpotensi mengancam perekonomian Indonesia.

Pasalnya, penempatan TNI aktif di jabatan sipil di lembaga pemerintahan justru menimbulkan inefisiensi sumber daya.

Hal tersebut didasarkan pada gap keahlian militer yang berbeda dengan pekerjaan sipil, terutama dalam hal pengambilan keputusan.

"Jika semua masalah ditarik pada konteks keamanan dan pertahanan, terdapat risiko proses pembangunan akan bias kepentingan militer," kata Bhima kepada Kompas.com, Senin (17/3/2025).

UU TNI bermasalah secara ekonomi

Salah satu hal yang dibahas dalam Revisi UU TNI adalah jumlah kementerian lembaga yang bisa diduduki oleh TNI aktif.

Jika sebelumnya anggota TNI aktif bisa mengisi di 10 kementerian/lembaga, dalam Revisi UU TNI akan bertambah menjadi 16.

Menurut Bhima, penambahan jumlah kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh TNI aktif itu akan menimbulkan crowding out effect.

"Terjadi crowding out effect apabila TNI aktif boleh berbisnis karena militer mengambil porsi pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh pelaku swasta, UMKM, bahkan petani," jelas dia.

Crowding out effect adalah konsep ekonomi yang menjelaskan bahwa peningkatan belanja pemerintah justru menggantikan dan menurunkan belanja sektor swasta, sehingga dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi. 

Dia mencontohkan peran TNI ini dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu janji Presiden Prabowo Subianto.

Dalam program tersebut, Prabowo menunjuk TNI untuk terlibat aktif dan mengawasi jalannya MBG dengan dapur umum tersentralisasi dan food estate.

"Ini artinya ada potensi lapangan pekerjaan masyarakat diperebutkan militer aktif," ujarnya.

Di sisi lain, penempatan anggota TNI aktif di BUMN juga terbukti tidak berkorelasi dengan berbagai indikator kinerja baik sebagai PSO maupun penyumbang laba.

Menurut Bhima, penempatan TNI aktif di BUMN justru berpeluang sebabkan demoralisasi pada level manajerial dan staff BUMN lantaran puncak karier ditentukan oleh political appointee, bukan karena meritokrasi.

"Jika BUMN tidak memiliki konsep meritokrasi, dikhawatirkan brain drain akan merugikan BUMN itu sendiri," kata dia.

Berpeluang turunkan Foreign Direct Investment

Masalah Revisi UU TNI berikutnya dari sisi ekonomi adalah penurunan Foreign Direct Investment (FDI).

Ia menjelaskan, hal tersebut bisa terjadi karena penempatan TNI aktif pada jabatan sipil memberikan kesan ekonomi kembali pada sistem komando, serta tidak didasarkan pada inovasi dan persaingan ketat.

"Efeknya, investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia, FDI bisa turun dan target Rp 3.414 triliun pada 2029 bakal sulit tercapai," jelas Bhima.

"Dengan tata kelola, korupsi, dan izin lingkungan yang bermasalah, Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Vietnam dan China," imbuh dia.

Permasalahan ekonomi lainnya adalah umur pensiun TNI yang juga bakal diubah dalam UU TNI.

Bhima memperingatkan DPR untuk kembali mempertimbangkan keputusan tersebut, terutama dampaknya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Total belanja pegawai pemerintah tahun ini saja kan sudah tembus Rp 521,4 triliun atau meningkat tajam 85,5 persen dalam 10 tahun terakhir," tuturnya.

"Jika umur pensiun TNI ditambah, defisit APBN diperkirakan menembus 3 persen dalam waktu singkat yang artinya bisa melanggar konstitusi UU Keuangan Negara 2003," lanjutnya.

Baca juga: Arti Dwifungsi ABRI yang Diterapkan Soeharto di Era Orde Baru, Bakal Hidup Lagi Lewat Revisi UU TNI?

REVISI UU TNI - Ilustrasi TNI. Polemik revisi Undang-undang TNI yang sedang dibahas di DPR RI.
Revisi UU TNI - Ilustrasi TNI. Polemik revisi Undang-undang TNI yang sedang dibahas di DPR RI. (TribunPapua)

Apa isi Revisi UU TNI?

Revisi UU TNI memuat beberapa poin penting yang perlu dicermati. Di antaranya adalah: 

1. TNI aktif bisa menempati 16 jabatan sipil

Menurut Pasal Pasal 47 ayat (2) UU TNI, anggota TNI aktif hanya boleh menjabat pada 10 kementerian dan lembaga sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.

Namun, aturan tersebut bakal direvisi, sehingga TNI aktif bisa menjabat di 16 kementerian/lembaga sebagai berikut:

  1. Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
  2. Pertahanan Negara
  3. Sekretaris Militer Presiden
  4. Intelijen Negara
  5. Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional
  7. Dewan Pertahanan
  8. Nasional Search and Rescue (SAR)
  9. Nasional Narkotika Nasional
  10. Mahkamah Agung (MA)
  11. Kementerian Kelautan dan Perikanan
  12. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  13. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  14. Badan Keamanan Laut
  15. Kejaksaan Agung
  16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

2. Batas usia pensiunan TNI ditambah

Hal berikutnya yang dibahas dalam Revisi UU TNI adalah penambahan batas usia pensiun TNI.

Jika merujuk pada Pasal 43 UU TNI, batas usia pensiun untuk perwira TNI adalah 58 tahun, sedangkan tamtama dan bintara adalah 53 tahun.

Namun, batas usia tersebut rencananya akan ditambah, yaitu 55 tahun untuk bintara dan tamtama, serta 58 hingga 62 tahun untuk perwira, sesuai pangkat atau sesuai kebijakan presiden khusus perwira bintang empat.

3. Kedudukan TNI di bawah Kementerian Pertahanan

TNI saat ini berkedudukan di bawah presiden dalam mengerahkan dan menggunakan kekuatan militer.

TNI juga berkedudukan di bawah koordinasi Departemen Pertahanan dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi.

Namun, aturan tersebut bakal diubah sehingga kedudukan TNI akan berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.

4. Perluasan kewenangan dan tugas TNI

Merujuk aturan saat ini, TNI memiliki 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP). Namun, tugas tersebut bertambah menjadi 17 dalam Revisi UU TNI.

Belum disebutkan secara rinci apa saja tugas tambahan OMSP TNI. Namun, salah satu yang sudah disampaikan adalah mengatasi masalah narkoba dan operasi siber.

(KOMPAS.com/ Alinda Hardiantoro)

Artikel ini telah tayang di KOMPAS.com

Sumber: Kompas.com
Tags:
Revisi UU TNIBhima Yudhistira AdhinegaraPrabowo Subianto
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved