Jusuf Kalla Tanggapi soal Boikot Produk, Sebut Tak Mempan: Israel Cuma Mau Dengar Omongan Amerika
Kata Jusuf Kalla soal seruan boikot produk yang pro Israel, tegaskan tak mempan dan percuma.
Editor: ninda iswara
Bombardemen Israel itu mengancam menjadikan Gaza tidak bisa dihuni.
Seorang pejabat di Kementerian Intelijen Israel mengkonfirmasi kalau dokumen setebal sepuluh halaman itu asli.
"Tetapi tidak seharusnya sampai ke media,” kata laporan Mekovit.
Menurut aktivis sayap kanan Israel, dokumen Kementerian Intelijen dibocorkan oleh anggota Likud.
Bocornya dokumen tersebut merupakan upaya untuk mengetahui apakah "masyarakat Israel siap menerima gagasan pemindahan dari Gaza."
Dokumen tersebut secara tegas dan eksplisit merekomendasikan dilakukannya pemindahan warga sipil dari Gaza sebagai hasil yang diinginkan dari perang tersebut.
Tahap Pengusiran Warga Palestina dari Gaza

Rencana pemindahan warga Gaza oleh Israel tersebut dibagi menjadi beberapa tahap: tahap pertama, penduduk di Gaza harus terpaksa pindah ke Gaza selatan, sedangkan serangan udara Israel akan terfokus pada sasaran di Gaza utara.
Pada fase kedua, masuknya pasukan Israel ke Gaza akan dimulai, yang akan mengarah pada pendudukan seluruh jalur, dari utara ke selatan, dan "pembersihan bunker bawah tanah dari pejuang Hamas."
Pada saat yang sama dengan pendudukan Jalur Gaza, warga Gaza akan pindah ke wilayah Mesir dan dilarang kembali secara permanen.
“Penting untuk membiarkan jalur lalu lintas ke arah selatan dapat digunakan, untuk memungkinkan evakuasi penduduk sipil menuju Rafah,” kata dokumen tersebut.
Deportasi penduduk dari Gaza harus dianggap sebagai tindakan kemanusiaan yang diperlukan untuk mendapatkan dukungan internasional.
Dokumen tersebut merekomendasikan dimulainya kampanye khusus yang akan “memotivasi” warga Gaza “untuk menyetujui rencana tersebut,” dan membuat mereka menyerahkan tanah mereka.
"Gaza harus yakin bahwa “Allah memastikan bahwa Anda kehilangan tanah ini karena kepemimpinan Hamas – tidak ada pilihan selain pindah ke tempat lain dengan bantuan saudara-saudara Muslim Anda,” demikian isi dokumen tersebut.
Lebih lanjut, rencana tersebut menyatakan kalau pemerintah harus meluncurkan program dan kampanye hubungan masyarakat (kehumasan) yang akan mempromosikan program transfer ke negara-negara barat dengan cara yang tidak mendorong permusuhan terhadap Israel atau merusak reputasinya.
Deportasi penduduk dari Gaza harus dianggap sebagai tindakan kemanusiaan yang diperlukan untuk mendapatkan dukungan internasional.

"Deportasi semacam itu dapat dibenarkan jika hal tersebut akan mengakibatkan “lebih sedikit korban jiwa di kalangan penduduk sipil dibandingkan dengan perkiraan jumlah korban jika mereka tetap tinggal,” kata dokumen tersebut.
Dokumen tersebut juga menyatakan kalau AS harus memanfaatkan tekanan ke Mesir untuk menerima penduduk Gaza, dan untuk mendorong negara-negara Eropa lainnya, dan khususnya Yunani, Spanyol dan Kanada, untuk membantu menerima dan menampung para pengungsi yang akan dievakuasi dari Gaza.
Hal yang terakhir, dokumen tersebut mengklaim kalau jika populasi Gaza tetap ada, akan ada "banyak kematian orang Arab" selama pendudukan Gaza oleh tentara Israel.
Jika itu terjadi, hal ini akan lebih merusak citra internasional Israel daripada deportasi penduduknya.
"Karena semua alasan ini, rekomendasi Kementerian Intelijen adalah mendorong pemindahan seluruh warga Palestina di Gaza ke Sinai secara permanen," tulis Mekovit.
Pengulangan Tragedi Nakba 1948
Bukan cuma Mesir yang menolak rencana relokasi pengungsi Gaza ke wilayahnya, para pemimpin negara Arab juga mengecam rencana ini.
Pada pertemuan puncak (konferensi tingkat tinggi/KTT) di Kairo pada Sabtu (21/10/2023) untuk membahas solusi terhadap Gaza, para pemimpin negara Arab menilai jika ekskusi itu dilakukan lagi, aksi militer itu merupakan pengulangan Tragedi Nakba tahun 1948.
Tahun itu, milisi Zionis menggunakan pemerkosaan dan pembantaian sebagai alat untuk mengusir 750.000 warga Palestina dari rumah mereka dan menjadikan mereka pengungsi di negara tetangga, Tepi Barat, dan Gaza.
Hal ini memungkinkan milisi Zionis untuk menaklukkan wilayah yang dibutuhkan untuk mendirikan negara baru, Israel, dengan mayoritas penduduk Yahudi.
Baca juga: Apa Arti Zionis, Istilah Viral di TikTok? Kata Ini Diciptakan pada Tahun 1890 oleh Nathan Birnbaum
Presiden Mesir, Sisi mengatakan negaranya menentang perpindahan warga Palestina ke wilayah Sinai yang sebagian besar merupakan gurun pasir di Mesir.
Abdel Fattah al-Sisi menambahkan kalau satu-satunya solusi adalah negara Palestina merdeka.
Yordania, yang menjadi rumah bagi banyak pengungsi Palestina dan keturunan mereka yang diusir selama dan pasca-tragedi Nakba, juga khawatir Israel akan menggunakan konflik dengan Hamas untuk mengusir warga Palestina secara massal dari Tepi Barat yang diduduki.
Raja Abdullah mengatakan pemindahan paksa adalah kejahatan perang.
"Pemindahan paksa (penduduk) adalah kejahatan perang menurut hukum internasional, dan merupakan garis merah bagi kita semua,” kata dia memperingatkan.
(TribunJakarta/Tribunnews)
Diolah dari artikel di TribunJakarta.com dan Tribunnews.com
Kisah Pilu Dua Putri Brigadir Esco: Merindu Sang Ayah, Tak Khawatir Ibu yang Mendekam di Penjara |
![]() |
---|
Fakta Miris MBG di Bandung Barat, Ayam Dibeli Sabtu Dimasak Rabu, Ribuan Siswa Keracunan! |
![]() |
---|
IPB Angkat Bicara Soal Dosen Viral: Pernyataan Meilanie Soal Gibran Lulusan SD Gegerkan Publik |
![]() |
---|
Pemkab Klaten Perketat Pengawasan Program MBG, Bupati Hamenang Tekankan Peran Ahli Gizi |
![]() |
---|
IDCamp 2025 dari Indosat, Program Beasiswa Coding dengan Target Melatih 2 Juta Talenta AI |
![]() |
---|