Breaking News:

Berita Viral

Bangun Lapangan Basket, Anggaran Rp 500 Juta, Siswa SMA Negeri di Kupang Diminta Iuran Rp 550 Ribu

Pihak Ombudsman perwakilan NTT, menerima keluhan dari orangtua murid SMA Negeri 3 Kota Kupang, karena adanya pungutan masuk sekolah

Kolase Freepik
Ilustrasi lapangan basket dan uang. Pihak Ombudsman perwakilan NTT, menerima keluhan dari orangtua murid SMA Negeri 3 Kota Kupang, karena adanya pungutan masuk sekolah 

TRIBUNTRENDS.COM - Berniat membangun lapangan basket dan futsal, SMA Negeri di Kupang meminta iuran siswa Rp 550 ribu.

Anggaran yang disusun untuk membuat lapangan basket mencapai Rp 500 juta.

Namun wali murid SMA tersebut merasa keberatan hingga kabar iuran ini didengar oleh Ombudsman Nusa Tenggara Timur.

Baca juga: Pamit Siswi SMP, Dibunuh gegara Tagih Uang Iuran, Pelaku Mantan Pacar, Diduga Dendam karena Ini

Pihak Ombudsman perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT), menerima keluhan dari orangtua murid Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Kota Kupang, karena adanya pungutan masuk sekolah hingga ratusan ribu rupiah.

Ilustrasi lapangan basket
Ilustrasi lapangan basket (Freepik)

"Keluhan sejumlah orangtua siswa SMAN 3 Kota Kupang ke Ombudsman NTT terkait sumbangan yang berbau pungutan sejumlah uang oleh komite sekolah," kata Kepada Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton, kepada Kompas.com, pada Minggu (6/8/2023).

Uang itu, lanjut Darius, rencananya akan digunakan untuk membangun lapangan basket dan futsal dengan total rencana anggaran dan biaya mencapai hampir Rp 500 juta.

"Besaran pungutan bervariasi untuk kelas X sebesar Rp 550.000, kelas XI sebesar Rp 450.000 dan kelas XII sebesar Rp 350.000," ungkap Darius.

Dalam rapat bersama komite dan sekolah, sejumlah orangtua menyampaikan keberatan karena membangun fasilitas sekolah guna memenuhi seluruh syarat peningkatan mutu.

Fasilitas itu, kata Darius, adalah kewajiban sekolah atau pemerintah, bukan dibebankan kepada para orangtua.

Kewajiban orangtua adalah membayar iuran komite dengan besaran yang telah ditetapkan dan kewajiban itu telah dilaksanakan oleh para orangtua.

Namun, keberatan tersebut tidak dipertimbangkan hingga forum rapat tetap memutuskan kewajiban orangtua membayar sesuai jumlah yang telah ditetapkan dan dimulai pada bulan Agustus hingga batas waktu yang ditentukan.

Terkait hal itu, kata Darius, pada Rabu (2/8/2024) lalu, Ombudman telah menerima kunjungan dan berdiskusi dengan Kepala SMAN 3 Kota Kupang, Isak Balbesi dan para wakil kepala sekolah.

Kepada kepala sekolah dan jajaran, Darius secara tegas menyampaikan, pendidikan adalah salah satu jenis layanan dasar yang wajib disediakan negara.

Namun demikian, negara tidak memiliki kemampuan pendanaan yang cukup, bahkan setelah konstitusi mengamanatkan alokasi anggaran 20 persen APBN/APBD untuk sektor pendidikan.

"Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, dibuka ruang partisipasi masyarakat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah," kata dia.

Dalam kedua peraturan ini yang disebut pungutan pendidikan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.

Baca juga: JUAL Seragam Rp 2,3 Juta, Kepala SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung Dicopot, Masih Berbentuk Kain

Sedangkan sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.

"Makna mendalam dari frasa partisipasi adalah kesukarelaan peran, sehingga partisipasi orangtua/masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan harus dimaknai sebagai bentuk kesukarelaan peran karena keterpanggilan, bukan pewajiban apalagi dikaitkan dengan hak-hak siswa atas proses belajar mengajar," ujar dia.

Ilustrasi uang rupiah
Ilustrasi uang rupiah (Freepik)

Ketika dilekati sifat bahkan norma pewajiban, ada berbagai konsekuensi hukum yang melekat atau bisa dilekati di dalamnya.

Pemahaman pihak sekolah yang masih beragam mengenai bentuk partisipasi yang boleh dan yang tidak boleh menjadi pintu masuk suburnya sumbangan yang berbau pungutan.

"Oleh karena itu, tim Ombudsman NTT meminta kepala sekolah dan jajaran untuk menjadwalkan kembali pertemuan dengan para pengurus komite sekolah untuk menyampaikan regulasi terkait sumbangan dan pungutan yang wajib ditaati komite sekolah," beber Darius.

Sebab, kata dia, apa yang dilakukan komite sekolah SMAN 3 tidak memenuhi kriteria sebagai sumbangan sukarela melainkan pungutan oleh karena besaran uang dan jangka waktu pelunasan telah ditentukan.

Dia mengatakan, kesepakatan bersama dalam berita acara tidak bisa dijadikan tameng untuk melakukan pungutan karena komite sekolah dilarang melakukan pungutan ke peserta didik kecuali sumbangan sukarela.

Dia berharap, diskusi dengan pihak sekolah, sebagai bentuk upaya untuk mencegah penyimpangan lebih jauh dan bermanfaat bagi semua pihak.

JUAL Seragam Rp 2,3 Juta, Kepala SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung Dicopot, 'Masih Berbentuk Kain'

Kepala sekolah SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung dicopot lantaran kasus penjualan seragam sekolah.

Seragam tersebut dijual dengan harga Rp 2,3 juta.

Nominal tersebut pun dikeluhkan oleh wali murid.

Mereka mengatakan, nominal tersebut untuk menebus seragam yang masih berbentuk kain.

Baca juga: Niatnya Bakar Sampah, ODGJ di Bogor Tak Sengaja Bakar Bangunan Sekolah, Ludes Dilalap Si Jago Merah

Dinas Pendidikan Provinisi Jawa Timur mencopot Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kedungwaru di Tulungagung, Jawa Timur Norhadin.

Hal itu sebagai buntut insiden penjualan seragam seharga Rp 2.360.000 yang dikeluhkan oleh sejumlah wali murid.

Ilustrasi siswa SMA. Sejumlah wali murid mengeluhkan mahalnya harga paket seragam sekolah di Tulungagung.
Ilustrasi siswa SMA. Sejumlah wali murid mengeluhkan mahalnya harga paket seragam sekolah di Tulungagung. (DOK. PIXABAY)

"Plt Kepala SMAN I Kedungwaru Tulungagung dicopot sementara," kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Aries Agung Paewai saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Selasa (25/7/2023).

Kesalahan prosedur

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tiimur mengklaim setelah beredar kabar tersebut, tim diterjunkan untuk menyelidiki persoalan harga seragam yang dipatok lebih dari Rp 2 juta.

Hasil identifikasi dan analisis, ada kesalahan prosedur operasi standar atau Standart Operating Procedure (SOP) yang tidak dipatuhi sekolah dalam proses pengadaan seragam sekolah.

"Ada kesalahan SOP yang dilakukan SMAN I Kedungwaru Tulungagung," kata dia.

Sebagai langkah lanjutan, Pemprov juga telah menonaktifkan Plt Kepala SMAN I Kedungwaru Norhadin.

Penjualan seragam

Dinas Pendidikan Pemprov Jatim menginstruksikan satuan pendidikan SMA, SMK, dan SLB Negeri tidak mewajibkan pembelian seragam sekolah. 

"Setiap satuan pendidikan dilarang mewajibkan orangtua atau wali murid untuk membeli seragam dari koperasi sekolah. Jadi tidak boleh ada paksaan pembelian seragam melalui koperasi," jelas dia.

Menurutnya jika ada orangtua merasa keberatan terhadap penawaran kain seragam yang dijual di koperasi sekolah, mereka berhak menolak dan tidak membeli.

Baca juga: Sosok Dea Lestari, Artis FTV yang Ternyata Nyambi Jadi Kepala Sekolah, Ini Potretnya Ngajar di TK

SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung.
SMAN 1 Kedungwaru Tulungagung. (david yohanes/surya)

"Kami juga membuat surat edaran mempertegas kembali kepada sekolah-sekolah terkait pengadaan pakaian seragam yang tidak menjadi ranah sekolah. Sekolah tidak boleh memberatkan wali murid. Koperasi sekolah bukan sumber utama pengadaan pakaian seragam sekolah," tegas Aries. 

Keluhan wali murid

Sebelumnya, salah satu wali murid di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Tulungagung Jawa Timur berinisial NN mengeluhkan mahalnya harga seragam sekolah sang anak.

Dalam lembar rincian yang ditunjukkan oleh NN tertera, paket seragam untuk siswa dibanderol Rp 2.360.000.

"Harga tersebut masih dalam bentuk kain lembaran. Untuk menjahit kembali mengeluarkan biaya," kata NN.

NN mengungkapkan, satu setel kain seragam abu-abu putih dihargai Rp 359.400. Padahal menurutnya, di pasaran kain tersebut biasa dijual Rp 150.000.

Namun pihak SMAN 1 Kedungwaru mengaku tidak mewajibkan siswa baru membeli kain seragam melalui sekolah.

"Pihak kami tidak mewajibkan untuk membeli kain seragam di sekolah. Bahkan bisa juga di cicil pembayarannya," terang Humas SMA Negeri 1 Kedungwaru Agung Cahyadi.

Artikel ini diolah dari Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Tags:
berita viral hari iniSMA NegeriKupang
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved