Breaking News:

PPG Kemenag 2025

Materi Konsep yang Menimbulkan Miskonsepsi dari Topik 1-8, Jawaban Tugas Mandiri PPG Kemenag 2025

Berikut ini contoh dan kunci jawaban Tugas Mandiri Modul Pedagogik PPG Kemenag 2025 batch 3 selengkapnya.

Editor: Amir M
Freepik
PPG KEMENAG - Contoh dan kunci jawaban Tugas Mandiri Modul Pedagogik PPG Kemenag 2025 batch 3. 

7. Integrasi Media Visual dan Interaktif dalam Pembelajaran Fikih

Generasi Z dan Alpha menunjukkan preferensi yang kuat terhadap pembelajaran yang bersifat visual dan interaktif, yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya pengajaran Fikih. Para guru dapat memanfaatkan video animasi mengenai cara shalat atau infografis terkait rukun haji untuk menarik minat mereka, mengingat perhatian mereka yang terbatas. Platform seperti Kahoot! atau Quizizz juga bisa dimanfaatkan untuk mengadakan kuis interaktif mengenai hukum zakat, menciptakan suasana belajar yang penuh energi dan menyenangkan, yang sejalan dengan karakter mereka sebagai digital native.

Strategi ini tidak hanya meningkatkan pemahaman tentang konsep Fikih, tetapi juga membuat pembelajaran relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Sebagai contoh, siswa dapat membuat vlog pendek mengenai pentingnya kejujuran dalam transaksi jual beli, sambil mengintegrasikan nilai-nilai Fikih dengan teknologi yang mereka kenal. Dengan menggunakan media visual dan interaktif, para guru dapat membantu siswa Gen Z dan Alpha dalam menginternalisasi ajaran Islam secara mendalam, sambil tetap terhubung dengan gaya belajar modern yang fokus pada teknologi dan kreativitas mereka.

8. Pemanfaatan AI untuk Pembelajaran Fikih yang Dipersonalisasi

Di era digital, kecerdasan buatan (AI) memungkinkan guru pendidikan Islam untuk menciptakan pengalaman belajar yang dipersonalisasi, menyesuaikan materi untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual . AI dapat menganalisis kemajuan belajar siswa melalui platform seperti aplikasi pembelajaran adaptif, memberikan penjelasan tambahan tentang rukun shalat bagi siswa yang kesulitan, atau merekomendasikan video tentang hukum zakat untuk siswa yang lebih maju. Pendekatan ini membantu guru memenuhi karakteristik siswa Gen Z dan Alpha yang menikmati pembelajaran yang fleksibel dan relevan, sambil juga memperdalam pemahaman mereka tentang yurisprudensi Islam.

Pemanfaatan AI juga memungkinkan guru untuk fokus pada aspek spiritual dan emosional siswa, karena tugas administratif seperti penilaian dapat diotomatisasi. Misalnya, chatbot berbasis AI dapat menjawab pertanyaan siswa tentang cara yang benar untuk melakukan wudhu kapan saja, menyediakan akses instan ke informasi yang akurat. Dengan demikian, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan holistik siswa, mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan teknologi modern, dan memastikan bahwa studi yurisprudensi Islam tetap menarik dan efektif di era digital.

B. Konsep/Materi yang Menimbulkan Miskonsepsi dari Topik 1 sd. Topik 8

- Definisi dan Perbedaan PBL dan PjBL

Banyak orang yang beranggapan bahwa PBL dan PjBL identik karena keduanya melibatkan siswa secara aktif dalam menyelesaikan masalah atau proyek. Namun, PBL menekankan pada analisis masalah terbuka untuk menciptakan solusi konseptual, sedangkan PjBL fokus pada pembuatan produk atau artefak yang nyata. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman yang mendalam mengenai fokus utama masing-masing pendekatan,yaitu pemecahan masalah (PBL) dibandingkan dengan penyelesaian proyek (PjBL). 

Sebagai solusinya, mungkin perlu ditekankan perbedaan melalui contoh kontekstual, seperti dalam pembelajaran Fikih, PBL dapat berupa diskusi tentang hukum halal-haram makanan, sedangkan PjBL menghasilkan poster atau video tentang tata cara zakat.

- Pemahaman tentang Definisi DBL

DBL sering disamakan dengan pembelajaran individual atau pembelajaran khusus bagi siswa berkebutuhan khusus. Padahal, DBL merupakan pendekatan yang mengakomodasi kebutuhan semua siswa di kelas reguler, termasuk yang berbasis pada kesiapan, minat, dan gaya belajar. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya pemahaman bahwa DBL bukan berarti membuat rencana pembelajaran tersendiri untuk setiap siswa, melainkan lebih kepada penyesuaian konten, proses, produk, atau lingkungan belajar secara fleksibel. 

Untuk menghindari kesalahpahaman tersebut, perlu ditegaskan bahwa DBL menitikberatkan pada inklusivitas di kelas reguler, seperti pemberian variasi tugas bagi siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik dalam pelajaran Fikih.

3. Peran Teknologi dalam TPACK

Beberapa pendidik berpendapat bahwa teknologi seharusnya selalu berupa perangkat digital yang modern (seperti aplikasi atau internet), sementara teknologi dalam TPACK mencakup alat-alat sederhana seperti papan tulis interaktif atau media cetak, selama mendukung tujuan pembelajaran. Munculnya anggapan tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya contoh teknologi sederhana dalam konteks TPACK. 

Oleh karena itu, para pendidik yang sudah berpengalaman dalam ITE perlu menunjukkan bahwa dalam mata pelajaran Fikih, teknologi dapat berupa video YouTube sederhana tentang wudhu yang diintegrasikan dengan kelompok diskusi (PK) untuk memahami hukumnya (CK).

4. Definisi Deep Learning

Deep Learning sering disamakan dengan kecerdasan buatan (AI) atau pembelajaran berbasis teknologi canggih, sedangkan dalam konteks pendidikan, Deep Learning merujuk pada pendekatan pedagogis yang menekankan pemahaman mendalam, relevansi, dan keterlibatan siswa. Alasan istilah "Deep Learning" sering dikaitkan dengan teknologi AI di luar pendidikan adalah karena hal itu mengarah pada kebingungan dengan konsep pedagogis. 

Oleh karena itu, penting untuk mengklarifikasi bahwa Deep Learning dalam pendidikan berfokus pada Pembelajaran yang Sadar, Bermakna, dan Menyenangkan, seperti memahami hukum jual beli dalam Fikih Islam melalui refleksi dan aplikasi kehidupan nyata, bukan sekadar penggunaan teknologi..

5. Integrasi BK dalam Fikih Hanya untuk Masalah Siswa

Bimbingan konseling dalam supervisi klinis Fikih sering dipandang hanya sebagai sarana untuk menangani masalah siswa (misalnya, demotivasi), padahal hal ini juga dapat meningkatkan saling pengajaran guru secara menyeluruh, termasuk aspek spiritual dan emosional. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya contoh nyata tentang bagaimana BK mendukung guru, bukan hanya siswa. 

Oleh karena itu, guru BK harus menunjukkan bahwa BK dalam supervisi Fikih membantu guru memahami kebutuhan spiritual siswa ketika mempelajari zakat, sekaligus memperbaiki metode pengajaran agar lebih inklusif dan mendukung perkembangan akhlak.

6. Pendidikan Inklusi Mengorbankan Siswa Non-ABK

Ada kepercayaan bahwa pendidikan inklusif akan mengurangi perhatian terhadap Siswa Non-Kebutuhan Khusus karena fokusnya pada Siswa Berkebutuhan Khusus, sedangkan inklusi bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang menguntungkan semua siswa melalui kolaborasi dan empati. Kekhawatiran ini muncul dari ketakutan bahwa penyesuaian untuk Siswa Berkebutuhan Khusus akan memperlambat proses pembelajaran bagi siswa lain. 

Untuk meredakan kekhawatiran ini, penting untuk menunjukkan bahwa dalam yurisprudensi Islam, kelompok belajar doa yang heterogen (Siswa Berkebutuhan Khusus dan Siswa Non- Kebutuhan Khusus) dapat meningkatkan pemahaman Siswa Non-Kebutuhan Khusus tentang toleransi dan kerja sama.

7. Gen Z dan Alpha Hanya Bergantung pada Teknologi

Gen Z dan Alpha dianggap hanya dapat belajar melalui teknologi dan tidak menghargai metode konvensional, padahal mereka juga menghargai interaksi langsung dan kolaborasi sosial jika disampaikan dengan cara yang relevan. Persepsi ini muncul karena ada stereotip bahwa generasi ini “terfokus pada gadget” tanpa menyadari permulaan mereka dalam menggunakan berbagai pendekatan belajar.

Walaupun siswa Gen Z juga dapat menikmati diskusi tatap muka mengenai etika bermedia sosial berdasarkan Al-Qur'an, sambil tetap memanfaatkan video interaktif untuk memperdalam pemahaman.

8. AI Menggantikan Peran Guru

AI dianggap berpotensi menggantikan guru sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Sementara AI seharusnya berfungsi sebagai alat pendukung untuk meningkatkan efektivitas pengajaran, bukan untuk menggantikan interaksi manusia. Anggapan ini mungkin berdasarkan persepsi bahwa kemampuan AI untuk mempersonalisasi pembelajaran dan menganalisis data membuat guru tidak diperlukan. 

Oleh karena itu, penting untuk mengklarifikasi bahwa dalam pembelajaran Fiqih, AI dapat membantu dalam menyediakan simulasi interaktif tentang tata cara shalat, tetapi guru tetap dibutuhkan untuk memberikan bimbingan spiritual dan konteks nilai-nilai Islam yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. 

C. Contoh Tugas Mandiri Modul Pedagogik PPG Fikih Kemenag 2025

1. Peta Konsep / Gagasan Penting dari Topik 1 s.d. 8

- Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dan Proyek (PjBL)

PBL dan PjBL menekankan pada pengalaman belajar yang berpusat pada peserta didik dengan menghadapkan mereka pada masalah dunia nyata atau proyek nyata. Keduanya mendorong kolaborasi, keterampilan berpikir kritis, dan kemandirian belajar, di mana guru lebih berperan sebagai fasilitator. Ini menciptakan lingkungan belajar yang kontekstual dan bermakna.

- Pembelajaran Berdiferensiasi (DBL)

Gagasan utama dalam pendekatan DBL adalah memanusiakan pembelajaran. Setiap peserta didik dipandang unik dengan kebutuhan, gaya belajar, dan tingkat perkembangan yang berbeda. DBL menuntut guru untuk merancang strategi yang fleksibel, adaptif, dan menghargai keberagaman siswa.

- Integrasi Teknologi, Pedagogik, dan Konten (TPACK)

Model TPACK menekankan pentingnya menggabungkan tiga komponen utama dalam pembelajaran: teknologi, pedagogi, dan konten. Guru profesional di era digital tidak cukup hanya menguasai materi dan strategi mengajar, tetapi juga harus cakap mengintegrasikan teknologi untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

- Deep Learning (Pembelajaran Bermakna dan Menyenangkan)

Deep Learning tidak hanya fokus pada penyampaian materi, tetapi juga mendorong pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful. Ini bertujuan agar siswa benar-benar memahami konsep, tidak hanya menghafal, serta merasa senang dan terlibat selama proses belajar.

- Profesionalisme Guru di Era AI

Gagasan penting dalam topik ini adalah bahwa guru harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi, termasuk AI. Guru tidak hanya sebagai sumber informasi, tetapi sebagai fasilitator yang mampu memanfaatkan AI untuk pembelajaran adaptif dan personalisasi pembelajaran berbasis data.

2. Materi/Konsep yang Menimbulkan Miskonsepsi

- PBL dan PjBL Dianggap Sama

Karena sama-sama menggunakan “masalah" atau "proyek" dalam proses belajar, banyak yang menganggap PBL dan PjBL identik. Padahal PBL berfokus pada penyelesaian masalah konseptual melalui diskusi dan penelitian kecil, sedangkan PjBL lebih menekankan pada produk akhir dan proses kerja jangka panjang.

- DBL Dianggap Hanya untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

Pembelajaran Berdiferensiasi sering disalahpahami hanya relevan bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Padahal sebenarnya, pendekatan ini justru dibutuhkan untuk semua siswa karena setiap individu memiliki kebutuhan dan gaya belajar yang berbeda.

- TPACK Dianggap Cukup dengan Menggunakan PowerPoint atau Video

Sebagian guru mengira mereka sudah menerapkan TPACK hanya dengan menambahkan media digital dalam pembelajaran. Padahal, esensi TPACK adalah integrasi menyeluruh antara konten, pedagogi, dan teknologi secara sinergis, bukan sekadar menggunakan alat bantu digital.

- AI Menggantikan Guru

Ada miskonsepsi bahwa penggunaan Artificial Intelligence (AI) akan menggantikan peran guru. Padahal, Al justru dimanfaatkan untuk mendukung guru dalam menyediakan pembelajaran yang lebih personal dan berbasis data, bukan menggantikan peran guru secara keseluruhan.

- Pendidikan Inklusif Hanya untuk Sekolah Luar Biasa

Masih banyak yang menganggap pendidikan inklusif hanya berlaku di sekolah luar biasa (SLB). Padahal, pendidikan inklusif seharusnya diterapkan di semua sekolah untuk memastikan bahwa semua siswa, termasuk yang berkebutuhan khusus, mendapat hak belajar yang setara.

D. Contoh Tugas Mandiri Modul Pedagogik PPG Fikih Kemenag 2025

1. Gagasan Utama yang Ditemukan

Berikut adalah lima gagasan utama yang dapat saya temukan dari modul-modul tersebut:

- Pembaruan Pemahaman Zakat untuk Isu Kontemporer (Topik 1, 2, dan 3)

Modul ini mengemukakan gagasan bahwa fikih zakat tidak hanya terbatas pada masalah tradisional (pertanian, perdagangan, emas/perak), tetapi juga harus relevan dengan realitas ekonomi modern. Hal ini terlihat dari pembahasan tentang zakat hasil tanah yang disewakan, zakat profesi, dan zakat produktif. Tujuannya adalah untuk memperluas cakupan zakat agar dapat mengoptimalkan fungsi sosial dan ekonomi Islam dalam membantu masyarakat yang membutuhkan, termasuk melalui program-program pemberdayaan. Gagasan ini juga membahas isu-isu kontroversial, seperti penyaluran zakat untuk pembangunan masjid, dengan pertimbangan maslahat umat dan fatwa-fatwa ulama.

- Dinamika Hukum Keluarga dalam Islam (Topik 4)

Modul ini menyajikan fikih pernikahan dari perspektif modern dengan membahas berbagai bentuk pernikahan yang ada, yaitu monogami, poligami, dan nikah mut'ah. Gagasan utamanya adalah bahwa meskipun Islam memberikan kerangka hukum yang fleksibel, monogami tetap menjadi bentuk pernikahan yang paling dianjurkan karena alasan stabilitas dan keadilan. Modul ini juga menyoroti perlunya pemahaman yang mendalam tentang syarat dan konsekuensi dari poligami serta membahas kontroversi dan pandangan berbeda mengenai nikah mut'ah. Hal ini menunjukkan bahwa hukum keluarga tidak statis dan perlu disesuaikan dengan konteks sosial untuk memastikan hak-hak semua pihak terlindungi.

- Pemerintahan dan Prinsip Keadilan dalam Islam (Topik 6)

Gagasan sentral dari modul ini adalah bahwa prinsip-prinsip pemerintahan dalam Islam berlandaskan pada keadilan, musyawarah (syura), dan tanggung jawab pemimpin kepada rakyat. Modul ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun bentuk pemerintahan yang secara eksplisit diwajibkan dalam Islam, melainkan yang terpenting adalah esensi kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan Islam bersifat adaptif dan fleksibel. Gagasan ini juga menekankan bahwa fikih pemerintahan harus mampu menjawab tantangan modern, seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan sosial, yang semuanya sejalan dengan tujuan syariah (maqasid syari'ah).

- Integrasi Pendidikan Nilai dan Karakter (Topik 7)

Modul ini mengusung gagasan bahwa pendidikan karakter bukan hanya tugas guru agama, melainkan tanggung jawab bersama seluruh elemen pendidikan. Pendidikan karakter dalam Fikih bertujuan untuk membentuk siswa yang tidak hanya memahami hukum, tetapi juga memiliki sikap dan perilaku yang Islami. Hal ini dilakukan dengan mengintegrasikan nilai-nilai seperti toleransi, kejujuran, dan tanggung jawab ke dalam materi pelajaran. Gagasan ini menekankan pentingnya peran guru sebagai teladan dan bahwa pembelajaran harus berfokus pada pengalaman nyata yang dapat membentuk karakter siswa secara holistik.

- Moderasi Beragama sebagai Pilar Ketahanan (Topik 8)

Gagasan pokok dari modul ini adalah perlunya menginternalisasi konsep moderasi beragama (wasathiyah) sebagai pendekatan beragama yang seimbang, adil, dan tidak ekstrem. Konsep ini menjadi fondasi untuk membangun ketahanan bangsa di tengah keragaman. Modul ini mengajarkan bahwa moderasi beragama bukan berarti mengurangi keyakinan, tetapi justru mempraktikkan ajaran agama dengan cara yang toleran dan damai, jauh dari fanatisme dan radikalisme. Tujuannya adalah untuk menciptakan harmoni sosial dan memastikan bahwa agama berfungsi sebagai sumber inspirasi, bukan sumber konflik.

2. Materi Konsep yang Berpotensi Menimbulkan Miskonsepsi

Berdasarkan modul-modul yang diunggah, beberapa konsep yang berpotensi menimbulkan miskonsepsi atau salah pengertian adalah:

- Penyaluran Zakat untuk Pembangunan Masjid (Topik 3)

Miskonsepsi dapat muncul dari pemahaman bahwa zakat, yang secara tegas diperuntukkan bagi delapan golongan (asnaf), bisa digunakan secara bebas untuk pembangunan infrastruktur seperti masjid. Modul ini menjelaskan bahwa penyaluran zakat untuk masjid harus melalui ijtihad dan dalam kondisi tertentu, serta menempatkan infak, sedekah, dan wakaf sebagai instrumen yang lebih utama untuk tujuan tersebut. Miskonsepsi terjadi ketika masyarakat menganggap pembangunan masjid sebagai salah satu prioritas utama zakat, mengabaikan delapan golongan asnaf yang menjadi penerima zakat secara langsung.

- Konsep Nikah Mut'ah (Topik 4)

Konsep ini sangat berpotensi menimbulkan miskonsepsi karena pandangan ulama yang berbeda dan praktik yang sering disalahgunakan. Banyak yang mungkin salah memahami nikah mut'ah sebagai bentuk legalisasi perzinaan atau menganggapnya sah secara mutlak tanpa memahami kontroversi hukum dan pandangan mayoritas ulama yang mengharamkannya.

Modul ini menjelaskan bahwa ada perbedaan pendapat, tetapi pandangan yang dominan adalah melarangnya. Miskonsepsi ini seringkali disebarkan tanpa konteks yang jelas, sehingga bisa merusak pemahaman tentang fikih pernikahan yang bertujuan membangun keluarga yang langgeng.

- Moderasi Beragama (Wasathiyah) (Topik 8)

Beberapa orang dapat salah mengartikan moderasi beragama sebagai relativisme agama atau sikap yang tidak tegas dalam memegang prinsip ajaran. Mereka mungkin menganggap bahwa menjadi moderat berarti harus mengkompromikan keyakinan. Modul ini menekankan bahwa moderasi adalah tentang cara beragama yang seimbang, adil, dan toleran terhadap perbedaan, tanpa harus melepaskan prinsip-prinsip dasar keimanan. Miskonsepsi ini dapat menghambat upaya untuk menumbuhkan sikap toleransi dan kerja sama antarumat beragama di Indonesia.

E. Contoh Tugas Mandiri Modul Pedagogik PPG Fikih Kemenag 2025

1. Peta Konsep / Gagasan Utama dari Topik 1–8

Berikut lima gagasan penting yang muncul dari keseluruhan modul:

- Fikih sebagai Pendidikan Nilai dan Praktik

Topik-topik awal menekankan bahwa fikih bukan sekadar ilmu hukum Islam, tetapi juga sarana pembentukan karakter dan nilai-nilai spiritual. Pembelajaran fikih harus mampu menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian sosial melalui praktik ibadah dan muamalah.

- Pentingnya Perencanaan Pembelajaran yang Kontekstual

Topik 2 dan 3 membahas bagaimana guru harus menyusun perencanaan pembelajaran fikih yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. RPP dan silabus bukan hanya formalitas, tetapi alat untuk menjembatani materi fikih dengan realitas kehidupan siswa.

- Strategi Pembelajaran Aktif dan Partisipatif

Topik 4 dan 5 menekankan perlunya strategi pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, seperti diskusi, simulasi, studi kasus, dan pembelajaran berbasis proyek. Ini bertujuan agar siswa tidak hanya tahu hukum fikih, tetapi juga mampu mengamalkannya secara sadar.

- Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Fikih

Topik 6 dan 7 menggarisbawahi bahwa penilaian dalam fikih harus mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian tidak hanya berupa tes tertulis, tetapi juga observasi praktik ibadah, sikap sosial, dan refleksi pribadi.

- Peran Guru sebagai Teladan dan Fasilitator

Topik 8 menutup dengan gagasan bahwa guru fikih harus menjadi teladan dalam akhlak dan ibadah, serta mampu menjadi fasilitator yang membimbing siswa memahami fikih secara bijak dan terbuka terhadap perbedaan pendapat.

2. Materi Konsep yang Berpotensi Menimbulkan Miskonsepsi

Berikut beberapa konsep yang menurut saya berpotensi disalahpahami oleh peserta didik atau bahkan guru:

- Fikih sebagai Hukum yang Kaku

Beberapa bagian modul menekankan fikih sebagai hukum yang harus ditaati, namun kurang menyoroti fleksibilitas dan dinamika fikih dalam konteks sosial dan budaya. Hal ini bisa menimbulkan kesan bahwa fikih bersifat kaku dan tidak relevan dengan zaman.

- Penilaian Afektif yang Sulit Diukur

Konsep penilaian afektif seperti keikhlasan, kepedulian, atau sikap toleran sering disebutkan, tetapi tidak dijelaskan secara rinci bagaimana cara mengukurnya secara objektif. Ini bisa membuat guru bingung dan akhirnya mengabaikan aspek ini.

- Perbedaan Pendapat Ulama Dianggap Sebagai Konflik

Dalam pembahasan mazhab dan khilafiyah, siswa bisa salah paham dan menganggap perbedaan pendapat sebagai pertentangan, bukan sebagai kekayaan intelektual Islam. Guru perlu menjelaskan bahwa perbedaan adalah hal biasa dan sah dalam fikih.

- Strategi Pembelajaran yang Terlalu Ideal

Beberapa strategi seperti pembelajaran berbasis proyek atau simulasi pasar syariah sangat bagus secara teori, tetapi bisa sulit diterapkan di sekolah dengan keterbatasan waktu dan fasilitas. Guru bisa merasa terbebani jika tidak ada dukungan nyata.

- Guru sebagai Teladan Tanpa Dukungan Sistemik

Modul menekankan pentingnya guru sebagai teladan, namun tidak membahas tantangan sistemik seperti beban kerja, kurikulum yang padat, atau kurangnya pelatihan. Ini bisa membuat guru merasa tuntutan terlalu tinggi tanpa solusi praktis.

*) Disclaimer: 

  • Contoh Tugas Mandiri pada Modul Pedagogik mulai dari topik 1-8 dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru Fikih yang mengikuti PPG Kemenag 2025 batch 3 untuk mengerjakan di LMS Kemenag.
  • Beberapa contoh Tugas Mandiri pada Modul Pedagogik merupakan hasil olah AI, bapak/ibu guru Fikih dapat memodifikasi.

(Tribunnews.com/Sri Juliati)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
PPG Kemenag 2025kunci jawaban
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved