Breaking News:

Drama Keraton Surakarta

Hangabehi Harus Tahu! Putra Tertua Tak Otomatis Jadi Raja, Adik PB XIII: Contohnya PB X dan PB XII

Kritik Hangabehi, KGPH Benowo adik PB XIII menegaskan bahwa posisi raja tidak otomatis diberikan kepada anak laki-laki pertama.

Editor: jonisetiawan
Instagram/@kgpaa.hamangkunegoro// Dok. Keraton Kasunanan Surakarta
DRAMA KERATON SOLO - Kritik Hangabehi, KGPH Benowo adik PB XIII menegaskan bahwa posisi raja tidak otomatis diberikan kepada anak laki-laki pertama. Benowo tegas dukung Purboyo jadi raja Solo. 
Ringkasan Berita:
  • KGPH Benowo menegaskan bahwa posisi raja tidak otomatis diberikan kepada anak laki-laki pertama
  • Penentuan suksesi adalah kewenangan penuh raja sebelumnya dan tidak dapat dipengaruhi pihak mana pun
  • Raja yang sah harus berani mengikrarkan sumpah di atas Watu Gilang batu warisan Majapahit yang menjadi tempat ikrar resmi raja Keraton Solo sejak dulu

 

TRIBUNTRENDS.COM - Dinamika di Keraton Kasunanan Solo kembali mencapai titik panas. Di tengah pergolakan penentuan raja baru, KGPH Benowo, adik mendiang PB XIII, tampil dan menegaskan satu hal penting yang kini menjadi sorotan: tahta Keraton Solo tidak otomatis diwariskan kepada putra tertua.

Sebuah pernyataan yang bukan hanya mematahkan anggapan umum, tetapi juga menghidupkan kembali sejarah panjang suksesi yang penuh dinamika.

Benowo mengingatkan bahwa perjalanan suksesi Keraton sejak dulu tidak pernah sesederhana garis keturunan.

Ia mencontohkan bahwa PB X maupun PB XII ayahnya naik tahta meski bukan putra pertama, memperlihatkan bahwa tradisi keraton memiliki aturan tersendiri yang lebih kompleks daripada sekadar urutan kelahiran.

Usai menghadiri prosesi Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono XIV, Benowo tampak memberikan sinyal kuat dukungannya kepada Putra Mahkota KGPAA Purboyo, yang pada Sabtu (15/11/2025) telah mengikrarkan diri sebagai SISKS PB XIV.

Baca juga: Apa Itu Jumenengan? Prosesi Adat di Keraton Solo, Sambut Raja Baru Pakubuwono XIV Hamangkunegoro!

“Lebih Tua Bukan Berarti Jadi Raja”: Penegasan Tegas dari Benowo

Dalam suasana keraton yang penuh simbol dan tradisi, Benowo berbicara lugas mengenai konflik suksesi yang kini terjadi.

"Di depan tadi saya sudah bilang, dari dulu pasti ada cocok dan tidak cocok.

Pasti ada tandingan-tandingan, apalagi dia (Hangabehi) merasa lebih tua.

Tapi lebih tua bukan berarti harus jadi raja. Contohnya bapak saya bukan yang tertua, anak bontot. Pakubuwono X juga, bukan yang tertua," ungkap Benowo.

Dengan penekanan yang sangat jelas, ia menegaskan bahwa hak tertinggi untuk menunjuk penerus sepenuhnya berada di tangan raja sebelumnya, bukan berdasar tekanan luar atau legitimasi umur.

"Jadi terserah bapaknya, yang dipilih itu aku (saja) tidak bisa membujuk.

Kenapa yang dipilih itu, ya itu urusannya (raja sebelumnya) dengan Tuhan," tegasnya.

DRAMA KERATON SOLO - Benowo adik dari PB XIII buka suara
DRAMA KERATON SOLO - Benowo adik dari PB XIII menghadiri prosesi Hajad Dalem Jumenengan Dalem Nata Binayangkare SISKS Pakubuwono XIV (Kolase TribunTrends/TribunSolo)

Watu Gilang: Batu Keramat Penentu Legitimasi Raja

Benowo kemudian menjelaskan hal yang menjadi inti dari legitimasi seorang raja Keraton Solo: pengikraran di atas Watu Gilang.

Batu peninggalan Majapahit ini telah turun-temurun menjadi saksi sumpah para raja.

Ia mengungkapkan bahwa PB XIV telah melakukan sumpah tersebut sesuai pakem.

"Jadi begini, kemarin itu Sinuhun yang ini sudah mengirarkan diri menjadi pengganti Pakubuwono XIII. Di sini di Watu Gilang, itu dibawa dari Majapahit.

Jadi kalau mengucap sumpah harus di atas itu, ini bukan main-main, saya nggak berani.

Dia menetapkan kembali, mengukuhkan kembali bahwa dia menggantikan ayahandanya sebagai Pakubuwono XIV di Watu Gilang itu, bukan di tempat lain," tutur Benowo.

Baca juga: Tedjowulan Jadi Plt Raja Berdasarkan SK Mendagri 2017: Keluarga Hangabehi Nekat Angkat Raja Baru

Tak berhenti sampai situ, ia juga menantang siapa pun yang mengklaim sebagai raja untuk berani melakukan sumpah serupa di tempat yang sama.

"Kalau berani di sini ya Monggo, berarti taruhannya itu tadi, sakit atau mati.

Nyawa taruhannya, itu tidak main-main lihat saja kalau tidak percaya," ujarnya.

Menurutnya, semua raja Keraton Solo sejak masa lampau memang dinobatkan di tempat itu, bukan di ruang-ruang lain yang ada di dalam kompleks keraton.

"Iya, Watu Gilang itu. (Semua raja di sini) Iya.

Di keraton pun ada tempatnya sendiri, tidak bisa di sasana sewaka, tidak bisa sasana handrawina, tidak bisa di dalem Ageng Probo Suyoso. Tidak bisa, resminya ini," jelasnya.

Peringatan Terakhir: Siap Menanggung Akibat Jika Berani Melanggar Pakem

Sebelum mengakhiri pernyataan, Benowo kembali menegaskan risiko bagi siapa pun yang nekat mengikrarkan diri sebagai raja tanpa mengikuti aturan yang diwariskan turun-temurun.

"Kalau nanti yang satunya berani di sini ya Monggo silahkan, kita tidak melarang.

Saya sudah ngomong pada saudara-saudaranya silahkan kalau mau mengikrarkan diri di situ ya Monggo.

Kalau ada apa-apa ya tanggung sendiri," pungkasnya.

Dengan pernyataan tegas itu, semakin terlihat bahwa suksesi Keraton Solo kini tidak hanya menjadi persoalan keluarga, tetapi juga menjadi simbol perebutan legitimasi yang menyentuh inti adat dan tradisi.

***

(TribunTrends/Sebagian artikel diolah dari TribunSolo)

Tags:
KGPH HangabehiPakubuwono XIIIKeraton SurakartaSolo
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved