Air Mata Bripka Rohmat setelah Didemosi 7 Tahun, 28 Jadi Polri: Hanya Menjalankan Tugas Pimpinan
Curhat Bripka Rohmat setelah didemosi 7 tahun sambil berurai air mata. Sudah 28 tahun jadi Polri.
Editor: Suli Hanna
TRIBUNTRENDS.COM - Bripka Rohmat tak mampu menahan air matanya ketika menyampaikan isi hatinya setelah menerima putusan dari sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri pada Kamis, 4 September 2025.
Dalam sidang tersebut, ia dinyatakan bersalah atas peristiwa yang menimpanya.
Sebagai konsekuensi, Rohmat dijatuhi sanksi demosi selama tujuh tahun sesuai dengan masa dinasnya.
Demosi ini berarti penurunan pangkat, tanggung jawab, serta pengurangan gaji sebagai anggota Polri.
Dengan suara yang penuh emosi dan diselingi tangisan, Rohmat dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak pernah berniat mencelakai siapa pun selama menjalankan tugas.
“Jiwa kami Tribrata, Yang Mulia. Tidak ada niat sedikit pun untuk mencederai apalagi sampai menghilangkan nyawa,” ujarnya sambil berulang kali memukul dadanya, seperti diberitakan Kompas.com.
Rohmat juga menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob yang dikemudikannya saat pengamanan unjuk rasa di Jakarta pada 28 Agustus lalu.
“Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam, kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf,” ucap Rohmat.
Ia menegaskan bahwa apa yang terjadi bukanlah keputusan pribadi melainkan bagian dari pelaksanaan perintah dari atasan.
“Saya sebagai Bhayangkara Brimob hanya menjalankan tugas pimpinan, bukan kemauan diri sendiri,” jelasnya.
Baca juga: Wajah Menunduk, Seragam Masih Melekat: Kompol Cosmas Dipecat Usai Tragedi Affan Terlindas Rantis

Pengabdian 28 Tahun dan Kondisi Keluarga yang Menjadi Harapan
Bripka Rohmat dengan suara bergetar mengungkapkan perjalanan kariernya sebagai anggota Polri selama 28 tahun tanpa pernah terlibat kasus pidana, pelanggaran disiplin, atau kode etik.
Lebih lanjut, ia membuka kondisi keluarganya yang menjadi latar belakang permohonannya agar tetap diberi kesempatan melanjutkan pengabdian.
“Kami memiliki satu istri dan dua anak. Yang pertama sedang kuliah, yang kedua memiliki keterbatasan mental. Tentunya keduanya membutuhkan kasih sayang dan biaya untuk kuliah maupun kelangsungan hidup keluarga kami,” ujarnya.
Rohmat menyatakan bahwa satu-satunya penghasilan keluarganya berasal dari gaji sebagai anggota Polri, sehingga ia sangat berharap bisa menyelesaikan masa tugas hingga pensiun.
“Kami memohon kepada pimpinan Polri, sekiranya dapat memberikan waktu kepada kami untuk menyelesaikan tugas pengabdian ini kepada Polri hingga sampai pensiun. Karena kami tidak punya penghasilan lain, Yang Mulia. Kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” katanya dengan penuh harap.
Sanksi dan Putusan Sidang KKEP
Dalam sidang tersebut, Bripka Rohmat dijatuhi sanksi etik yang menyatakan tindakannya merupakan perbuatan tercela.
Selain itu, ia diwajibkan menyampaikan permohonan maaf secara lisan di hadapan sidang dan secara tertulis kepada pimpinan Polri.
Sanksi administratif juga dijatuhkan, berupa penempatan di ruang khusus selama 20 hari, terhitung sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025, di ruang Patsus Biro Provost Divpropam Polri.
Selain itu, Rohmat mengalami mutasi berupa demosi selama tujuh tahun sesuai masa dinasnya.
Pelaksanaan Perintah Kompol Cosmas dan Faktor Peringanan
Ketua Majelis Hakim KKEP, Kombes Heri Setiawan, menegaskan bahwa Bripka Rohmat menjalankan perintah langsung dari atasannya, Kompol Cosmas Kaju Gae, yang saat itu duduk di sampingnya dalam kendaraan taktis saat insiden terjadi.
“Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari Kompol Cosmas Kaju Gae untuk terus maju. Selaku bawahan, melaksanakan tugas perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” jelas Heri dalam persidangan di Gedung Transnational Crime Coordination Centre (TNCC) Mabes Polri, Jakarta.
Sementara itu, Kompol Cosmas yang menjabat sebagai Komandan Batalyon A Resimen 4 Pasukan Pelopor Korps Brimob Polda Metro Jaya telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan dari kepolisian.
Selain fakta bahwa Rohmat hanya menjalankan perintah atasan, kondisi matanya yang terganggu akibat gas air mata dan tekanan situasi saat insiden turut menjadi pertimbangan meringankan hukuman.
“Terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas serta adanya lemparan batu, kayu, dan petasan ke arah mobil,” terang Heri.
Sidang pun diakhiri dengan ketukan palu oleh ketua majelis hakim.
Anggota Brimob Lain yang Terlibat dan Pelanggaran Kode Etik
Selain Rohmat dan Kompol Cosmas, terdapat tujuh anggota Brimob lain yang berada di dalam rantis saat kejadian, yaitu Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David, yang duduk di bagian belakang kendaraan.
Semua anggota tersebut telah dinyatakan melanggar kode etik profesi Polri dalam kasus ini.
Kasus ini menyoroti betapa kompleksnya tugas aparat keamanan dalam situasi demonstrasi yang rawan konflik, di mana perintah atasan dan kondisi lapangan bisa berdampak serius pada tindakan yang diambil di lapangan.
Di sisi lain, aspek kemanusiaan dan hak keluarga dari kedua belah pihak juga menjadi bagian penting yang tak dapat diabaikan dalam proses penegakan disiplin dan hukum.
(TribunTrends.com/ TribunSumsel.com/ Disempurnakan dengan bantuan AI)
Sumber: Tribun Sumsel
Gerabah Polos Melikan Disulap Jadi Seni Bernilai Tinggi, Naik hingga 5 Kali Lipat |
![]() |
---|
Kronologi Ambruknya Gedung Majelis Taklim Bogor Tewaskan 3 Orang, Bangunan Bergetar Tiang Cor Hancur |
![]() |
---|
Putaran Miring, Teknik Unik Gerabah Melikan Klaten yang Sudah Miliki HAKI |
![]() |
---|
Gerabah Melikan Klaten Masuk Nominasi API 2025, Bersaing di Kategori Cendera Mata |
![]() |
---|
Selamat! Zaskia Sungkar Hamil Anak Kedua Nangis saat Dengar Detak Jantung Sang Calon Buah Hati |
![]() |
---|