Cho juga menjadi sasaran kekerasan secara membabi buta. Ia dipukul tanpa bisa mengenali siapa pelakunya.
"Terus ada teman, dia datang langsung pasang badan untuk menyetop pemukulan itu, akhirnya sudah, setop pemukulannya," jelas dia.
Namun penderitaan Cho belum usai.
Ia kemudian digiring ke mobil tahanan dan dibawa ke Polda Metro Jaya. Dari korban, statusnya berubah menjadi tersangka.
Taufik Basari, dosen tidak tetap UI, membenarkan bahwa Cho saat itu sedang bertugas secara resmi sebagai tim medis. Ia mengenakan atribut lengkap.
"Saat itu Cho Yong Gi menggunakan atribut sebagai tim medis berupa helm dengan lambang red cross, kemudian membawa bendera tim medis, dan di dalam tasnya juga berisi perlengkapan-perlengkapan untuk keperluan medis," ucap Taufik di Polda Metro Jaya, Selasa.
Meski sudah menunjukkan identitas dan atribut medis, langkah hukum tetap menjeratnya.
"Tetapi kemudian juga ikut ditangkap dan sempat diperiksa sebagai saksi, namun ternyata statusnya meningkat menjadi tersangka," kata Taufik.
Cho kini disangkakan melanggar Pasal 216 dan 218 KUHP, pasal-pasal yang biasanya digunakan untuk mengatur soal pembubaran diri dalam kerumunan massa.
"Pasal 216 dan 218 KUHP ini adalah pasal yang menyatakan bahwa tidak membubarkan diri atas perintah dari aparat yang berwenang," ucap dia.
Sementara itu, Kepolisian menyatakan bahwa dari total 14 orang yang diamankan pada saat kericuhan, empat di antaranya memang bukan pengunjuk rasa.
"Betul, jadi ada dua kelompok yang diamankan, 10 di antaranya itu adalah pengunjuk rasa, kemudian empat orang lainnya adalah tim paralegal dan medis ya," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, Selasa.
Keempat orang tersebut tetap ditangkap karena dianggap tidak patuh pada perintah aparat.
"Dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang seperti diatur dalam Pasal 216 dan 218 KUHP," kata Ade Ary.
(TribunTrends.com/ Kompas.com/ Disempurnakan dengan bantuan AI)