Kita bisa mendengar pemboman yang tak henti-hentinya,” kata Maynard.
Ia juga mengatakan saat ini masih ada banyak staf dan pasien yang memilih untuk teteap tinggal di RS tersebut.
"Kami sangat mengkhawatirkan keselamatan dan nyawa teman dan kolega kami, staf nasional, yang masih berada di Rumah Sakit Al-Aqsa," katanya.
Pada hari-hari sebelum penggusuran, rumah sakit tersebut sudah berjuang untuk mengatasi masuknya orang-orang yang terluka dan berkurangnya kapasitas karena kekurangan staf.
“Pasien jelas sekarat di unit gawat darurat yang bisa diselamatkan jika ada cukup staf untuk menjalankan ruang operasi hingga kapasitas penuh,” kata Maynard.
RS Al-Aqsa merupakan rumah sakit terakhir yang masih beroperasi di Gaza Tengah.
Sebagai informasi, Israel telah menggempur Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober.
Akibat serangan tersebut, hingga saat ini jumlah warga Palestina yang meninggal sebanyak 23.210 orang.
Dari jumlah korban tewas tersebut kebanyakan kebanyakan wanita dan anak-anak, sementara 59.167 lainnya mengalami luka-luka.
Sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi, sementara semuanya berada dalam kondisi rawan pangan.
Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung, dan kurang dari setengah truk bantuan yang memasuki wilayah tersebut dibandingkan sebelum konflik dimulai.*)
'Pengecut' Hamas Tak Gentar Meski Israel Serang Pakai Bom, Tewasnya Pimpinan Tak Patahkan Perlawanan
AKSI Israel luncurkan bom menewaskan pimpinan senior Hamas, namun hal ini tak meredupkan semangat perlawanan mereka.
Hamas pun mengecam tindakan ini sebagai aksi 'pengecut'.
Beberapa kader dan pimpinan Hamas dikabarkan tewas dalam aksi pengemboman ini.