Arief Hidayat dilaporkan imbas beberapa pernyataannya di luar pengadilan atau pasca putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres.
"Yang kami lihat bahwa beliau pada saat acara Konferensi Hukum Nasional di Jakarta Pusat pada Rabu, 25 Oktober lalu, kami anggap pernyataannya tersebut menyudutkan institusi MK tempat beliau bernaung dan bekerja," kata Ketua Umum Lisan, Hendarsam Marantoko, usai menyerahkan laporan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
"Di mana, beliau mengatakan MK saat ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, sedang terjadi prahara, kemudian dia pakai baju hitam sebagai simbol berduka cita, kemudian juga beberapa statement beliau yang kami rasa tidak pantas dan layak," ujarnya lagi.
Diketahui, Arief Hidayat adalah satu dari dua hakim yang menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam pendapatnya yang berbeda itu, Arief Hidayat mengungkapkan ada kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK terkait batas minimal usia capres-cawapres.
Baca juga: DISIDANG MKMK, 3 Hakim Curhat Sampai Nangis, Jimly Asshiddiqie Syok: Masalahnya Ternyata Banyak
Salah satunya adalah penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda yang berpotensi menunda keadilan.
Keganjilan lainnya adalah keterlibatan Ketua MK Anwar Usman atas salah satu perkara yang akhirnya dikabulkan sebagian MK.
Kemudian, atas dasar putusan MK itu diketahui bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum mencapai 40 tahun.
Sebab, dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum
Artikel ini telah tayang di Kompas.com