Berita Viral
Profesi Orang Tua Siswa SD di Medan yang Dihukum Belajar di Lantai karena Nunggak SPP: Kuli Bangunan
Inilah profesi orangtua siswa SD di Medan, Sumatera Utara yang dihukum belajar di lantai karena belum sanggup membayar biaya SPP sekolah anaknya.
Editor: Dika Pradana
TRIBUNTRENDS.COM - Inilah profesi orangtua siswa SD di Medan, Sumatera Utara yang dihukum belajar di lantai karena belum sanggup membayar biaya SPP sekolah anaknya.
Diketahui, MI (10), siswa kelas 4 SD yang dihukum gurunya untuk belajar di lantai tersebut mendadak viral di media sosial hingga menuai beragam reaksi dari publik.
Setelah kasus ini viral di media sosial, kini seluk beluk dari keluarga siswa tersebut akhirnya terungkap, termasuk pekerjaan dari orangtua MI.
Dalam hal ini, ayah dari MI berprofesi sebagai kuli bangunan dan sang ibu merupakan seorang relawan.
Kamelia (38), ibu MI, mengungkapkan rasa pilunya melihat anaknya tidak diizinkan mengikuti pelajaran dan dipaksa duduk di lantai sejak 6 Januari hingga 8 Januari 2024.
Dalam situasi emosional, Kamelia menyatakan, "Saya sempat nangis, 'Ya Allah, kok begini sekali.' Saya lihat anak saya duduk di lantai, nggak boleh belajar."
Sebagai seorang relawan Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP), Kamelia selama ini dikenal membantu masyarakat yang mengalami kesulitan, termasuk mendampingi pasien yang membutuhkan.
Namun, kehidupan keluarganya sendiri jauh dari kata mudah, dengan suaminya yang bekerja sebagai kuli bangunan merantau dan anak-anak yang pendidikan dan biaya sekolahnya sangat bergantung pada bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Baca juga: Nasib Siswa SD di Medan Diminta Belajar di Lantai karena Sulit Lunasi SPP, Ini Reaksi Kepala Sekolah

Meski dana KIP yang biasa digunakan untuk biaya sekolah belum cair, Kamelia tetap berusaha keras agar anaknya dapat terus bersekolah.
"Selama ini uang sekolah anak saya dibayar dari dana BOS dan KIP. Kalau KIP cair, Rp 450 ribu itu saya habiskan untuk biaya sekolah, nggak pernah saya ambil buat yang lain," ujarnya.
Namun, karena keterlambatan pencairan dana KIP, MI pun menghadapi hukuman yang dirasakan sangat tidak adil.
Saat Kamelia mengetahui bahwa anaknya dihukum karena tunggakan SPP, ia merasa terpukul dan langsung mendatangi sekolah.
"Kawan-kawannya bilang, 'Bu, tolong ambil rapor anak Ibu, kasihan dia duduk di lantai.' Saya sedih sekali," ungkapnya.
Baca juga: Siswa SD di Medan Dihukum Duduk di Lantai Imbas Nunggak SPP, Dana PIP Belum Cair: Ya Allah Kok Gini

Kamelia merasa bahwa hukuman seperti ini seharusnya tidak dijatuhkan kepada anak-anak yang masih berusaha menuntut ilmu, tetapi lebih kepada orang tua yang memang bertanggung jawab atas kewajiban tersebut.
Perdebatan pun terjadi antara Kamelia dan wali kelas MI, yang menegaskan bahwa peraturan sekolah mengharuskan siswa untuk melunasi tunggakan sebelum diperbolehkan mengikuti pelajaran.
"Kan sudah saya bilang, peraturan yang belum bayar dan lunas tidak dibenarkan ikut sekolah," ujar HRYT, wali kelas yang memberikan hukuman kepada MI.
Kamelia mengungkapkan bahwa dirinya sempat meminta dispensasi untuk anaknya agar dapat mengikuti ujian semester pada Desember 2024 lalu meskipun belum membayar uang sekolah.
Namun, ketegangan semakin meningkat setelah adanya pengumuman yang mengingatkan orang tua siswa agar melunasi tunggakan SPP dan uang buku, atau anak mereka tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran setelah libur semester.

Kamelia pun sempat mengira pengumuman tersebut hanya lelucon, hingga kenyataannya MI dipaksa duduk di lantai pada hari pertama masuk sekolah.
Sebagai upaya terakhir, Kamelia bahkan berencana untuk menggadaikan ponselnya demi membayar tunggakan SPP. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan dengan adil, ia pun berniat memindahkan anaknya ke sekolah lain, kecuali wali kelas HRYT diberhentikan.
"Kalau dia masih di sana, anak saya pasti trauma dan proses belajarnya terganggu," kata Kamelia.
Beruntung, perhatian publik terhadap kisah ini sangat besar, dengan sejumlah relawan yang menawarkan bantuan untuk melunasi tunggakan SPP MI.
Kamelia pun berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, agar tidak ada lagi anak-anak yang diperlakukan tidak adil hanya karena kesulitan ekonomi.
"Anak saya hanya ingin belajar. Tolong jangan perlakukan anak lain seperti ini," pungkasnya.
Pihak sekolah, melalui Kepala Sekolah Yayasan Abdi Sukma, Juli Sari, mengakui adanya miskomunikasi antara pihak sekolah dan wali kelas HRYT.
Juli Sari menjelaskan bahwa tidak ada kebijakan dari sekolah yang mengizinkan siswa duduk di lantai sebagai hukuman karena tunggakan SPP.
"Wali kelas membuat peraturan sendiri tanpa konfirmasi. Kami sudah meminta maaf kepada orang tua siswa," ujar Juli.
Kini, pihak sekolah sedang mengkaji sanksi terhadap wali kelas tersebut yang saat ini telah diskors, sebagai bentuk tanggung jawab atas keputusan yang diambil tanpa persetujuan pihak sekolah.
Peristiwa ini menyoroti pentingnya komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua, serta perlunya perhatian lebih terhadap situasi ekonomi siswa agar mereka dapat menjalani proses pendidikan dengan baik tanpa merasa terpinggirkan atau dihukum karena kondisi finansial.
Sumber: Kompas.com
Pernikahan Batal, Bripda Farhan Diduga Kabur karena Faktor Mental, Calon Istri Tuntut Proses Hukum |
![]() |
---|
Palu Diduga Jadi Tempat Persembunyian Bripda Farhan yang Tinggalkan Pengantin di Pelaminan |
![]() |
---|
Jejak Bripda Farhan Terendus, Kabur di Hari Akad Nikah, Mempelai Wanita Syok hingga Masuk RS |
![]() |
---|
Kalah Judi Rp 130 Juta, Hanafi Pegawai BPS Habisi Tiwi Gegara Rekening Sisa Rp 0, Modal Nikah Ludes |
![]() |
---|
Tangis Ibu Pecah! Temui Putrinya yang Tinggal di Rumah Reyot demi Cinta Tak Direstui |
![]() |
---|