Tak Ada TPS di Pulau Sangiang Serang, 15 Warga Seberangi Lautan Demi Pemilu 2024, Perjalanan 1 Jam
Lima belas warga Pulau Sangiang Serang rela seberangi lautan demi pemilu 2024. Tak ada TPS di sana, harus tempuh perjalanan 1 jam ke TPS terdekat.
Editor: Suli Hanna
TRIBUNTRENDS.COM - Tak ada TPS di Pulau Sangiang, Serang, namun hal ini tak menghalangi warga yang tinggal di sana untuk menggunakan hak pilihnya saat pemilu 2024.
Mereka rela menyeberangi lautan untuk menggunakan hak pilih di TPS terdekat.
Perjalanan yang harus ditempuh warga Pulau Sangiang Serang ini sekitar 1 jam menuju TPS terdekat dari tempatnya.
Sejumlah warga di Pulau Sangiang, Desa Cikoneng, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, terpaksa harus menyebrangi laut untuk menggunakan haknya di Pemilu 2024.
Hal itu lantaran di Pulau Sangiang tak tersedia Tempat Pemungutan Suara (TPS). Sebab di lokasi tersebut hanya ada sekira 15 orang warga yang menetap di sana.
Ketua KPU Kabupaten Serang, Muhammad Nasehudin mengaku telah menyiapkan perahu untuk mengangkut penduduk Pulau Sangiang ke TPS yang ada di darat.
Baca juga: Unik! 15 TPS di Makassar Dibangun Berjejer, Booth Mirip Festival Kuliner, Panjang 250 Meter

"TPS sudah dipindah, tidak ada pemilihan di sana.
Nanti akan kita jemput menggunakan perahu ke darat," kata Nasehudin kepada wartawan melalui sambungan telepon, Selasa (13/2/2024).
Alasan KPU Kabupaten Serang akan mengangkut penduduk Pulau Sangiang lantaran di sana tidak ada TPS.
Ditambah kata Nasehudin, untuk membuat TPS di Pulau Sangiang tidak memungkinkan karena jumlah penduduk nya yang sedikit.
"Jumlahnya engga terlalu banyak, sebenernya rumah mereka di darat. Cuma di sana kerja doang di resort," ujarnya.
Menurut Nasehudin, jarak tempuh dari daratan ke Pulau Sangiang memakan waktu sekira 1 jam.
Kendati demikian, pihaknya akan menjamin agar warga dapat memenuhi hak suaranya.
"Kita sudah berkoordinasi dengan multi stakeholder, Bawaslu, Kecamatan dan pihak lain yang berkepentingan agar pemilh bisa menggunakan hak pilih," katanya.*)
Dinamai Kampung Pemilu, Dekorasi TPS di Depok bak Kerajaan, Ada Maknanya, Warga akan Diantar Jemput
Memiliki cara unik untuk merayakan pesta demokrasi 2024, TPS di Depok didekorasi bak kerajaan.
Tempat Pemungutan Suara itu diberinama Kampung Pemilu.
Warga yang hendak memberikan suaranya akan dijemput menggunakan odong-odong.
Ternyata ada makna di balik dekorasi yang dibuat tersebut.
Baca juga: Film Dirty Vote Viral Jelang Pemilu 2024, Sutradara Bongkar Biaya Pembuatan Film, Dibiayai Siapa?
Tempat Pemungutan Suara (TPS) mulai dibangun di beberapa wilayah menjelang Pemilu 2024.
Di kota Depok, Jawa Barat, salah satu TPS dibangun dengan konsep yang unik.
TPS ini diberi nama Kampung Pemilu. Pada tahun ini, TPS Kampung Pemilu mengangkat tema Kerajaan Nusantara.
Desain ala-ala bangunan kerajaan, dibuat secara gotong royong oleh warga di area TPS tersebut.
TPS ini berlokasi di Lapangan RW 03, Jalan Nenas Raya, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.
Ketua RW 03 Depok Jaya, Nuryadi Rahman mengatakan, konsep Kerajaan Nusantara sendiri dipilih karena melihat hiruk pikuk Pemilu tahun 2024 ini.
Di samping itu, konsep kerajaan diambil untuk mengenang potret masa lalu Negara Indonesia.
Baca juga: Ambisi Andika Kangen Band Jadi Anggota DPR Memudar, Tak Masalah Gagal di Pemilu: Penting Dapat Istri

"Kita ingin mengingat kembali kerajaan-kerajaan masa lalu agar tidak kembali ke sana. Republik Indonesia ini sudah bagus sistemnya, jangan kembali ke sistem kerajaan," kata Nuryadi, Senin (12/2/2024).
Kata Nuryadi, konsep Kampung Pemilu di wilayahnya ini sebenarnya sudah berjalan selama tiga kali kali Pemilu/Pilkada.
Pada tahun ini dengan mengusung tema Kerajaan Nusantara, Kampung Pemilu memiliki 7 TPS dengan jumlah pemilih tetap mencapai 1.750 orang yang tersebar di 11 RT.
Untuk merayakan pesta demokrasi, Nuryadi menyebut tidak hanya ada TPS berkonsep unik di wilayahnya.
Namun, nantinya ada juga bazar UMKM dan hiburan saat Pemilu 2024 berlangsung.
Untuk mengakomodir warga, Ketua Panitia Kampung Pemilu Kerajaan Nusantara, Syarifuddin menyebut ada kendaraan berupa odong-odong yang disiapkan panitia untuk antar jemput warga.
Nantinya, odong-odong itu akan mengantar warga dari shelter yang disediakan menuju ke lokasi TPS.
"Kita sudah menentukan shelter untuk antar jemput warga dengan odong-odong," kata Syarifuddin.
Film Dirty Vote Viral Jelang Pemilu 2024, Sutradara Bongkar Biaya Pembuatan Film, Dibiayai Siapa?
Film dokumenter Dirty Vote ramai jadi sorotan jelang Pemilu 2024. Publik dibuat penasaran siapa yang membiayai pembuatan film tersebut.
Dalam salah satu kesempatan Dandhy Dwi Laksono selaku sutradara film Dirty Vote buka-bukaan mengenai film yang digarapnya.
Diketahui, film dokumenter Dirty Vote diunggah di masa tenang, menjelang Pemilu 2024.
Film ini dirilis koalisi masyarakat sipil, mengupas kecurangan pemilu.
Ini merupakan film keempat yang disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, mengambil momentum pemilu.
Baca juga: Apa Arti Dirty Vote Istilah Viral TikTok? Film Dokumenter Rilis Jelang Pemilu 2024, Ini Maknanya

Pada 2014, Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu di mana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.
Pada 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Dua tahun kemudian, film "Sexy Killers" tembus 20 juta penonton di masa tenang Pemilu 2019.
"Sexy Killers" membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi-Ma'ruf Amin versus Prabowo-Sandiaga.
Dokumenter berjudul “Dirty Vote” tayang pada Minggu (11/2/2024), mengambil momentum 11.11, yaitu tanggal 11 Februari bertepatan hari pertama masa tenang pemilu dan disiarkan pukul 11.00 WIB di kanal YouTube.

"Dirty Vote" persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini.
Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu, sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Baca juga: Sosok 3 Pakar Hukum Viral di Film Dirty Vote: Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti dan Feri Amsari
Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.
Penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data.
Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.
Bercerita tentang dua hal.
Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung.
Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi.
Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan.
"Karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” kata Bivitri dalam keterangannya, Minggu (11/2/2024).
Baca juga: Heboh! Video Porno Terputar saat Guru Besar ITB Gelar Deklarasi Pemilu Beradab, Siapa Pelakunya?
Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini.
Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru?
“Atau kita bersuara lantang dan bertindak agar republik yang kita cita-citakan terus hidup dan bertumbuh. Pilihan Anda menentukan,” katanya.
Pesan yang sama disampaikan oleh Feri Amsari.
Menurutnya, esensi pemilu adalah rasa cinta Tanah Air.
Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.
"Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya.
Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat.
Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri.
Alasan Tayang di Masa Tenang
Dandhy Dwi Laksono, selaku sutradara memaparkan alasan di balik pembuatan dan peluncuran yang dilakukan di awal masa tenang pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).
Dandhy berharap film itu bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat menjelang pemungutan suara yang direncanakan dilakukan pada 14 Februari 2024 mendatang.
"Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.
Diharapkan 3 hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," kata Dandhy dalam keterangan pers yang diterima pada Minggu (11/2/2024).
Baca juga: Sosok Dandhy Dwi Laksono Sutradara Film Dirty Vote, Terungkap Alasan Tayang di Masa Tenang Pemilu
Sementara itu, menurut Dandhy, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.
Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres.
Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ungkapnya.
Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.
Biaya Pembuatan Film
Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.
Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.
"Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” katanya.
20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
(TribunBaten.com/ Engkos Kosasih, Wartakota, Kompas.com)
Diolah dari artikel TribunBanten.com, Wartakota, dan Kompas.com.
Tampang Dwi Hartono, Otak Pembunuhan Kacab Bank BUMN, Kaya Raya Punya Gurita Bisnisnya |
![]() |
---|
Dibohongi Dwi Hartono Cs! Penculik Kacab Bank BUMN Tak Tahu Korban Akan Dibunuh: Kami Disuruh Jemput |
![]() |
---|
Puncak Jaya Jadi Wilayah Paling Besar Biaya Hidupnya di Papua Tengah Mengalahkan Mimika dan Nabire |
![]() |
---|
Pengakuan 4 Penculik Ilham Pradipta Kacab Bank BUMN, Kini Minta Maaf ke Keluarga Korban |
![]() |
---|
Dulu Dikenal Dermawan dan Didukung Hotman Paris, Kini Dwi Hartono Jadi Tersangka Pembunuhan Bos Bank |
![]() |
---|