Breaking News:

Berita Viral

SOSOK Sadil Isra, Hakim MK yang Anggap Aneh Putusan 5 Rekannya Soal Batas Usia Capres-Cawapres

Mengenal sosok Saldi Isra, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganggap aneh putusan lima rekannya soal batasan usia Capres-Cawapres.

Editor: jonisetiawan
Tribunnews
Sosok Saldi Isra, hakim MK yang beda pendapat atau dissenting opinion atas putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) soal gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023. 

TRIBUNTRENDS.COM - Mengenal sosok Saldi Isra, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganggap aneh putusan lima hakim yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Sebelumnya dikabarkan gugatan yang diajukan Almas Tsaqibbirru Re A, berisikan batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dikabulkan oleh MK.

Dengan dikabulkannya gugatan uji materi tersebut, memungkinkan kepala daerah yang belum berusia 40 tahun seperti Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai capres maupun cawapres.

Baca juga: Almas Tsaqibbirru Mahasiswa Menang Gugatan di MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres, Baru Setahun Lulus

Hakim MK Saldi Isra menilai aneh putusan sidang pleno MK
Hakim MK Saldi Isra menilai aneh putusan sidang pleno MK yang menerima sebagian gugatan uji materi batas usia capres cawapres.

Putusan ini disetujui lima hakim MK, sedangkan empat lainnya berbeda pendapat alias dissenting opinion, termasuk Sadil Isra.

Menurut Sadil Isra, seharusnya amar putusan lima hakim yang mengabulkan sebagian gugatan tersebut hanya untuk jabatan gubernur.

"Merujuk penjelasan di atas, pilihan jabatan publik berupa elected official termasuk pemilihan kepala daerah, kelimanya berada pada titik singgung atau titik arsir jabatan gubernur. 

Oleh karena itu, seharusnya amar putusan lima hakim konstitusi yang berada dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' adalah jabatan gubernur," kata Saldi saat membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 ini, Senin (16/10/2023).

Saldi menyoroti, amar putusan yang disepakati MK menjadi bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu justru sebetulnya hanya merepresentasi pendapat hukum tiga hakim konstitusi saja, yakni Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.

"Oleh karenanya, amar putusan a quo seharusnya hanya menjangkau jabatan gubernur saja sebagaimana menjadi titik temu di antara kelima hakim konstitusi tersebut," ujar Saldi Isra.

Sadil Isra yang juga Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menilai MK telah bertindak terlalu jauh dengan menambahkan norma baru pada Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), yang membukakan pintu untuk putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju pada Pilpres 2024.

Saldi juga menyoroti, Mahkamah membuat norma yang berbeda dengan yang petitum gugatan perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 tersebut, Senin (16/10/2023).

"Berkenaan dengan hal tersebut, pertanyaan mendasar yang tidak boleh tidak harus dimunculkan: bisakah lompatan nalar tersebut dibenarkan dengan bersandar pada hukum acara, yang secara prinsip hakim harus terikat dan mengikatkan dirinya dengan hukum acara?" ucap Saldi menyampaikan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam perkara itu.

Saldi menegaskan, hakim memang bisa sedikit bergeser dari petitum guna mengakomodasi permohonan putusan yang seadil-adilnya.

Namun, celah untuk sedikit bergeser itu hanya dapat dilakukan sepanjang masih memiliki ketersambungan dengan petitum (alasan-alasan) permohonan.

Menjadi aneh, menurut Saldi, ketika Mahkamah merumuskan norma baru terkait usia capres-cawapres, yaitu pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, baik pileg dan pilkada.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Tags:
Sadil IsraMahkamah AgungCapresGibran
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved