Singgung Perbaikan Keturunan SAD, Pernyataan Polisi Soal Adopsi Anak Dikritik, "Asal Menyimpulkan"
Pernyataan polisi soal adopsi anak sebagai cara untuk memperbaiki keturunan di Suku Anak Dalam menuai kritikan, mendiskreditkan masyarakat adat
Editor: Nafis Abdulhakim
Ringkasan Berita:
- Pernyataan polisi tentang adopsi anak sebagai cara memperbaiki keturunan di Suku Anak Dalam menuai banyak kritikan.
- Ungkapan tersebut dianggap tidak sensitif dan berpotensi mendiskreditkan masyarakat adat.
- Sejumlah pihak meminta klarifikasi serta menekankan pentingnya menghormati kearifan lokal dan martabat komunitas adat.
TRIBUNTRENDS.COM - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Jambi menyampaikan kritik keras terhadap pernyataan aparat kepolisian yang menyebut dugaan adopsi balita Bilqis (4) oleh warga Suku Anak Dalam (SAD) dilakukan demi “perbaikan keturunan.”
Kasus penculikan Bilqis yang bermula di Makassar, Sulawesi Selatan, kini menyeret empat orang pelaku dan berujung pada ditemukannya korban di kawasan tempat tinggal SAD di Jambi.
Namun, narasi “perbaikan keturunan” yang disampaikan aparat justru menuai reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk AMAN.
Baca juga: Aksi Gila Penculik Bilqis, Pernah Jual Anak Kandung, Fakta Terkuak dari Pengakuan Buah Hati
Ketua Pengurus Wilayah AMAN Jambi, Endang Kuswardani, menilai pernyataan tersebut tidak masuk akal, berpotensi menyesatkan publik, dan mendiskreditkan masyarakat adat.
“Apa pun konteksnya, kita perlu dua pertanyaan dulu. Apakah benar pelaku itu Suku Anak Dalam, atau ada oknum lain yang menggunakan nama mereka? Jangan asal menyimpulkan,” tegas Endang saat diwawancarai Tribun Jambi, Rabu (12/11/2025).
Menurut Endang, tuduhan itu justru merusak citra masyarakat adat yang selama ini hidup sederhana dan jauh dari praktik kriminalitas.
Ia menduga, ada kemungkinan nama Suku Anak Dalam sengaja dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menutupi motif atau kepentingan lain di balik kasus penculikan tersebut.
“SAD tidak mungkin tahu hal-hal seperti itu. Dari mana mereka mengenal konsep perbaikan keturunan lewat penculikan? Itu jelas tidak masuk akal,” ujarnya.
Endang juga menilai, pernyataan aparat kepolisian terlalu berlebihan dan tidak memiliki dasar logis yang kuat.
“Kalau bicara soal perbaikan keturunan, logikanya di mana? Anak-anak yang diculik itu masih kecil.
Apakah anak-anak bisa hamil? Kecuali kalau yang dimaksud orang dewasa, tapi ini bukan,” tegasnya.
Ia menilai analisis semacam itu justru memperburuk citra masyarakat adat dan memperkuat stigma negatif terhadap komunitas yang selama ini berjuang mempertahankan hak-haknya.
“Kami, sebagai organisasi pelindung masyarakat adat, sangat keberatan. Jangan mendiskreditkan mereka hanya karena asumsi dangkal,” tambahnya.
AMAN Jambi mendesak aparat penegak hukum agar menyelidiki kasus ini secara objektif, menyeluruh, dan tanpa prasangka.
Menurut Endang, penyelidikan yang terburu-buru dan berlandaskan asumsi justru akan mengaburkan fakta sebenarnya.
“Jangan hanya melihat dari permukaan. Polisi harus mengusut tuntas, jangan membangun opini publik berdasarkan asumsi yang keliru,” ujarnya menegaskan.
Melalui pernyataan ini, AMAN Jambi menekankan pentingnya kepekaan dan kehati-hatian aparat dalam berkomunikasi agar tidak melahirkan stigma baru terhadap masyarakat adat.
Sebab, pelabelan negatif tanpa bukti kuat tidak hanya merusak reputasi komunitas adat, tetapi juga mengganggu upaya bersama dalam menjaga kerukunan dan keberagaman di Indonesia.
Meluruskan Pemahaman
Lebih lanjut, Endang menjelaskan, kehidupan Suku Anak Dalam memang berpindah-pindah, namun hal itu merupakan bagian dari tradisi mereka, bukan upaya untuk menghilangkan jejak.
“Itu tradisi mereka, bukan karena ingin kabur. Mereka tidak pernah keluar dari hutan, kecuali hutan mereka sudah habis atau digarap orang,” jelasnya.
Endang juga meminta media massa untuk berperan aktif dalam meluruskan pandangan publik agar tidak menelan mentah-mentah pernyataan yang belum terverifikasi.
"Tugas media adalah mengklarifikasi dan meluruskan informasi agar tidak salah persepsi. Jangan sampai masyarakat adat menjadi korban stigma akibat pemberitaan yang tidak berimbang," pungkasnya.
Penjelasan Polisi
Kasubnit Jatanras Polrestabes Makassar, Ipda Adi Gaffar, mengatakan penyelamatan Bilqis berlangsung dramatis.
Pasalnya, warga SAD awalnya enggan melepas Bilqis.
“Sangat alot, karena mereka bertahan. Katanya, anak itu sudah dianggap sebagai anaknya sendiri,” kata Adi dikutip dari Tribun Medan, Selasa (11/11/2025).
Ia menjelaskan, pihaknya sempat berkomunikasi dengan kepala suku atau Tumenggung serta warga SAD lainnya.
Dari hasil pembicaraan itu, diketahui bahwa praktik adopsi anak di kalangan Suku Anak Dalam sudah sering terjadi.
“Memang mereka biasa merawat anak-anak yang diadopsi. Kata salah satu tersangka juga, sudah sering membawa anak untuk diadopsi ke suku anak dalam melalui perantara bernama Lina,” ujarnya.
Adi menambahkan, suku anak dalam biasanya mengadopsi anak untuk memperbaiki keturunan.
“Keterangannya, mereka hanya ingin memperbaiki keturunan. Itu alasan yang disampaikan kepada saya,” ujar Adi.
Adit Prayitno Saputra (36) dan Meriana (42), warga Kabupaten Merangin, Jambi, telah beraksi sembilan kali.
Mereka berpura-pura sebagai pasangan suami istri yang telah menikah sembilan tahun namun belum dikaruniai anak.
“Keduanya mengaku telah memperjualbelikan sembilan bayi dan satu anak melalui TikTok dan WhatsApp".
Polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus penculikan dan perdagangan anak tersebut, yaitu:
1. Sri Yuliana alias SY (30) – warga Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Nadia Hutri alias NH (29) – warga Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
3. Meriana alias MA (42) – warga Kabupaten Merangin, Jambi.
4. Adit Prayitno Saputra alias AS (36) – pasangan kekasih Meriana, warga Kabupaten Merangin, Jambi.
(TribunTrends.com/Tribunnews.com)
Sumber: Tribunnews.com
| Tedjowulan Ditolak Mentah-mentah! Adik PB XIII Benowo Patahkan Klaim Ad Interim Raja: Ora Urusan |
|
|---|
| Rahasia Kirab Raja Solo Terbongkar! Kuda Gagah Penarik Kereta Kencana Raja PB XIV Ternyata Sewaan |
|
|---|
| Rapat Jebakan! Adik PB XIII Cerita Detik-detik Mangkubumi Deklarasi Jadi PB XIV, Keluarga Walk Out |
|
|---|
| Ancaman Nyawa di Balik Dualisme Raja Keraton Solo, Adik PB XIII: Nggak Kuat Bisa Sakit atau Mati |
|
|---|
| Ingatkan Soal Profesi Polisi, Irjen Pol Gatot Repli Sebut Polri Pelayan Masyarakat: Kami Ini Babunya |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/trends/foto/bank/originals/Bilqis-yang-berusia-empat-tahun-menolak-saat-dijemput-polisi.jpg)