5 Sosok Disebut Bertanggung Jawab Soal Dugaan Korupsi Proyek Whoosh, Ubedilah: Harus Dipanggil
Berikut ini lima sosok yang disebut Ubedilah Badrun bertanggung jawab terkait proyek Whoosh yang disebut ada unsur korupsi di dalamnya, siapa saja?
Editor: Nafis Abdulhakim
Berikut ini lima sosok yang disebut Ubedilah Badrun bertanggung jawab terkait proyek Whoosh yang disebut ada unsur korupsi di dalamnya, siapa saja?
TRIBUNTRENDS.COM - Aktivis 98 sekaligus akademisi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyoroti dugaan korupsi atau mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Ia menilai ada lima sosok penting yang perlu dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban terkait proyek tersebut.
Menurut Ubed, akar persoalan dari proyek Whoosh bukan semata pada urusan utang atau teknis pelaksanaannya, melainkan pada buruknya sistem tata kelola pemerintahan.
Ia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya mengungkap penyebab lemahnya good governance dalam proyek itu, bukan malah berfokus melakukan negosiasi ulang dengan pihak China terkait perpanjangan jangka waktu maupun penurunan bunga utang.
“Persoalan besar dari kereta cepat itu tidak adanya good governance, itu otomatis tata kelolanya buruk, itu yang harus dibongkar,” ujar Ubedilah, dikutip dari kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Rabu (29/10/2025).
Baca juga: Mahfud MD Sebut KPK Diduga Takut Usut Proyek Whoosh, Saut Situmorang Buka Suara: Nilai-nilai Dirusak
Ia juga menyoroti langkah pemerintah melalui Danantara dan KAI yang membentuk tim khusus untuk melakukan lobi ke China.
“Jadi bukan kemudian Danantara sama KAI ya, perlu dicek tuh tim-timnya orang siapa aja yang lobi ke China untuk melakukan restrukturisasi, Luhut dan kawan-kawan ya mau merubah rentang waktu pengembalian utang itu,” jelasnya.
Ubed menilai langkah negosiasi tersebut justru berpotensi memperbesar beban negara.
“Perkaranya bukan di situ. Pertama, kalau nambahin jangka panjang, utang kita tambah banyak ya kan, panjang dan beban negara panjang begitu. Belum lagi nanti fluktuasi dolar dan lain-lain,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa negosiasi dengan China tidak akan menyelesaikan masalah utama, karena yang harus diselidiki adalah dugaan korupsi dalam proses pembangunan proyek tersebut.
“Jadi bukan gara-gara melakukan negosiasi ulang ke China, lalu sudah selesai perkara kereta cepat, no. Perkaranya adalah ada tanda-tanda korupsi dalam proses tata kelola pembangunan kereta cepat,” tegasnya.
Dalam pandangan Ubed, Jokowi harus dimintai keterangan atas dugaan tindak pidana korupsi proyek KCJB ini.
Ia menilai, sebagai pemimpin di era pembangunan proyek tersebut, Jokowi memiliki tanggung jawab besar terhadap kebijakan yang dikeluarkannya.
“Jokowi harus dipanggil. Kenapa membuat peraturan presiden yang tidak konsisten dengan peraturan sebelumnya? Itu dipanggil,” ujarnya.
Selain Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga perlu diperiksa.
Ubed menambahkan, dua Menteri BUMN di era Jokowi, yakni Rini Soemarno (2014–2019) dan Erick Thohir (2019–2025), turut memiliki tanggung jawab karena proyek tersebut berlangsung lintas periode pemerintahan.
Tak hanya itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga termasuk nama yang disebut Ubed sebagai pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban.
“Lalu yang kedua, berdasarkan peraturan presiden juga yang 2021 itu kan ada ketua komite-nya namanya Luhut, Luhut perlu dimintai pertanggung jawaban juga,” tuturnya.
“Jadi Joko Widodo, Luhut Binsar Pandjaitan, kemudian tentu menteri BUMN ya, Rini Soemarno, Budi Karya Menteri Perhubungan, kemudian Erick Thohir periode kedua jadi (menteri) BUMN ya, dimintai keteranganlah itu, karena kan waktu itu pembengkakan terjadi ya,” papar Ubed.
Ia menutup pernyataannya dengan mendesak agar seluruh pihak yang terlibat dalam proyek tersebut diperiksa secara terbuka.
“Jadi menurut saya, orang-orang yang masuk dalam tim itu diminta pertanggung jawaban, jadi Joko Widodo sama timnya ini, Luhut dan kawan-kawan, karena itu ada sesuatu yang disembunyikan,” pungkas Ubedilah.
Utang Whoosh
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebelumnya ramai dibicarakan karena utang Whoosh yang mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS dan diusulkan agar dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menyetujuinya.
Adapun, investasi pembangunan kereta cepat Whoosh tersebut diketahui mencapai 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.
Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.
Dari segi pembayaran utang, skema besaran bunga yang disepakati yaitu bunga tetap yang selama 40 tahun pertama.
Pada pertengahan pembangunan, ternyata terjadi juga pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.
Karena itu, pihak KCIC kemudian menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi, yakni sebesar 3 persen.
Proyek ini memperoleh pinjaman dari CDB senilai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp6,98 triliun.
Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.
Duduk Perkara Munculnya Isu Dugaan Korupsi
Selain masalah utang, muncul juga adanya dugaan korupsi atau mark up dalam proyek Whoosh kebanggan Jokowi tersebut.
Dugaan korupsi tersebut mencuat setelah pernyataan mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD dalam YouTube-nya pada 14 Oktober 2025 lalu, yang mengatakan bahwa biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sementara di China hanya sekitar 17 hingga 18 juta dolar AS.
Namun, belakangan, Mahfud menegaskan bahwa bukan dirinya yang pertama kali mengungkap adanya dugaan korupsi dalam proyek Whoosh tersebut, tetapi orang lain dan dia mendapatkan informasi dari situ juga.
"Informasi bahwa ada orang yang punya informasi, saya kan bukan yang pertama kan. Saya justru karena ada informasi dari sebuah televisi dan mengundang dua narasumber yang pernah terlibat dalam hal itu," tuturnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu.
Mahfud mengatakan dalam podcast di channel YouTube-nya, ia dengan jelas menyebut dua narasumber yang menyatakan hal itu dan di televisi apa.
"Sang saya katakan dari informasi saya di podcast itu saya sebut sumbernya loh dengan terang dari televisi ini, jam sekian, Pak Agus Pambagio bilang bahwa ada pemecatan karena tidak setuju. Bahkan Pak Agus juga yang memberi contoh, bisa saja Natuna itu diambil Cina seperti kasus Sri Lanka. Itu bukan dari saya, dari Pak Agus," ucap Mahfud.
Setelah itu, Mahfud mengatakan, dugaan mark up tersebut diungkapkan Anthony Budiawan di televisi tersebut.
Mahfud menegaskan dia hanya mengangkat isu dugaan korupsi Whoosh itu lagi karena ketika dibahas oleh dua narasumber itu tidak ada efek apa-apa.
"Nah, kemudian soal dugaan mark up itu yang bilang Pak Antoni Budiawan gitu. Jadi bukan saya yang buka, saya yang justru mengangkat. Karena ketika dua orang ini bicara kok adem-adem aja. Lalu saya angkat di tempat saya, lalu rujukannya kok seperti ke saya. Padahal di keterangan saya itu informasinya dari dua orang itu dan dari satu televisi," katanya.
Mahfud pun mengaku siap jika memang diminta KPK untuk datang memberikan keterangan terkait pernyataan soal dugaan korupsi Whoosh tersebut, karena penjelasannya sudah ada semua di dalam podcast miliknya.
"Jadi kalau saya diminta informasi, saya beritahu ini informasinya sudah ada di keterangan saya, di podcast saya bahwa ini informasinya. Kalau Anda perlu dari tangan saya ini saya tunjukkan, saya gitu aja kan," tegasnya.
Kata KPK
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo, mengungkapkan pihaknya sedang menyelidiki dugaan mark up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Budi mengatakan penyelidikan dugaan mark up proyek Whoosh saat ini sedang dalam proses.
Ia menyebut KPK juga fokus mencari bukti dan keterangan terkait unsur-unsur peristiwa pidana proyek era mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu.
Namun, Budi belum bisa merinci apa saja temuan KPK, sebab proses penyelidikan yang sudah dilakukan sejak awal 2025, masih berlangsung.
"Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan."
"Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait progres atau perkembangan perkaranya belum bisa kami sampaikan secara rinci," jelas Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/10/2025).
"Kami pastikan, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini," tuturnya.
Budi memastikan KPK tak menemui kendala khusus meski penyelidikan sudah berjalan hampir satu tahun.
Ia meminta publik percaya pada proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Kita berikan ruang, kita berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini," pungkasnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPk, Asep Guntur Rahayu, juga mengatakan kasus dugaan mark up Whoosh masuk tahap penyelidikan.
"Saat ini sudah pada tahap penyelidikan," ujarnya, Senin.
(TribunTrends.com/Tribunnews.com/Rifqah/Pravitri Retno Widyastuti)
Sumber: Tribunnews.com
| Peluang Emas: Karier Guru Profesional PPG Calon Guru SMK 2025 Kembali Dibuka, Catat Tanggalnya |
|
|---|
| Drama Karangan Bunga Viral! Kondisi Hubungan Suci Feblika Silaban dan Suami, Anyep: Nomor Diblokir |
|
|---|
| Sempat Dilarang Orang Tua! Ini Sosok Ayah Sabrina Chairunnisa, Kaget Anaknya 8 Tahun Backstreet |
|
|---|
| Presiden Prabowo Pakai Mode Drakor di APEC 2025 Korea Selatan, Sapa Lee Jae Myung: Annyeonghaseyo! |
|
|---|
| Bikin Densu Ikut Nangis, Acha Septriasa Ceritakan Kronologi Perceraian: Sidang Cerai Sendiri Kosong |
|
|---|