TRIBUNTRENDS.COM - Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo menyisakan luka dalam, bukan hanya karena kekerasan yang ia alami, tapi juga karena informasi menyesatkan yang diterima keluarganya sejak awal.
Kakaknya, Novilda Lusiana Hetinina Namo alias Lusi, menuturkan bahwa keluarga pertama kali diberi kabar bahwa Lucky hanya jatuh dari motor.
Namun, seiring waktu, fakta mencengangkan terungkap: Prada Lucky meninggal dunia karena dianiaya secara brutal oleh rekan-rekannya sendiri di kesatuan militer.
Baca juga: Tragedi TNI Prada Lucky: Keluarga Dibohongi, Akses Diblokir, Kebenaran Ditutup
Informasi Dikunci, Keluarga Harus Bertindak Diam-Diam
Ketika mendengar adiknya dirawat, Lusi tak bisa langsung mendapatkan informasi resmi dari pihak militer. Bahkan akses informasi ditutup rapat.
Ia pun harus menggunakan jalur personal untuk mencari tahu kondisi Lucky yang sebenarnya.
"Semua ditutup aksesnya," ungkap Lusi.
Ia menghubungi teman kantornya untuk meminta tolong pada orang yang tinggal di Nagekeo agar menyambangi rumah sakit.
Dari sanalah ia mengetahui bahwa Lucky memang dirawat, namun alasan yang diberikan tetap tidak sesuai kenyataan: jatuh motor.
Lucky Sudah Mengadu: ‘Saya Dipukul karena Dicap Lelah’
Tak lama sebelum tragedi, Prada Lucky sempat menghubungi Lusi dan mengeluhkan penganiayaan yang ia terima. Dalam perbincangan itu, Lucky mengaku telah dipukul oleh senior karena dianggap kelelahan bekerja.
Lucky bertugas di dapur dan harus bangun pukul 03.00 WITA setiap hari untuk menyiapkan makanan anggota.
"Dia bilang, ‘Lusi, saya tadi kena pukul dari senior.’ Saya tanya kenapa, katanya, ‘Senior pikir saya capek kerja’,” cerita Lusi.
Lucky saat itu sedang sakit, tetapi tetap dipaksa bekerja. Ia hanya sempat meminta saran dari Lusi untuk berobat ke rumah sakit kesatuan.
Tertutupnya Transparansi Internal: Narasi LGBT dan Penyesatan Publik
Sementara keluarga berusaha mengungkap penyebab sebenarnya, narasi lain justru beredar di lingkungan internal militer.
Sebuah laporan intelijen menyebut Prada Lucky terlibat penyimpangan seksual dugaan yang langsung dibantah keras oleh kakaknya.
"Yang saya kenal, adik saya itu pergaulannya normal, malah lebih luas dari saya," tegas Lusi.
Narasi tersebut menjadi semacam justifikasi informal atas kekerasan yang diterima Lucky, padahal menurut Lusi dan pengakuan sebelumnya, Lucky sudah mengalami pemukulan berulang sejak sebelum kejadian kabur dari batalyon.
Baca juga: Dedikasi Dibalas Pukulan: Fakta Baru Kematian Prada Lucky, Masak untuk Rekan, Dibalas Penganiayaan
Rekonstruksi Kekerasan: Pemukulan Sistematis, Bukan Sekali Kejadian
Berdasarkan data kronologis internal, Prada Lucky mengalami serangkaian pemukulan yang berlangsung lebih dari seminggu, dilakukan oleh sejumlah senior secara bergantian, bahkan menggunakan selang.
Tak hanya Lucky, seorang prajurit lain, Prada Ricard, juga menjadi korban kekerasan tersebut.
Setelah sempat dibawa ke rumah sakit karena mengalami muntah dan kondisi lemah, Lucky dinyatakan membaik.
Namun, keesokan harinya kondisinya memburuk secara mendadak hingga akhirnya meninggal dunia di ruang ICU RSUD Aeramo, pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Kisah Prada Lucky bukan sekadar tentang kekerasan di lingkungan militer. Ini adalah cerita tentang tertutupnya akses, manipulasi informasi, dan lemahnya transparansi, bahkan ketika nyawa telah melayang.
Keluarga harus bertempur, bukan hanya melawan duka, tapi juga melawan sistem yang menutupi kebenaran.
Kini, empat prajurit telah ditetapkan sebagai tersangka, namun bagi keluarga Lucky, keadilan belum selesai.
***
(TribunTrends/Disempurnakan oleh AI/Tribunnews)