TRIBUNTRENDS.COM - Di balik senyum, kedisiplinan, dan kegagahan seragam hijau loreng, tersimpan sebuah tragedi yang tak pernah seharusnya terjadi.
Nama Prada Lucky Chepril Saputra Namo kini menjadi simbol luka di tubuh militer Indonesia.
Bukan karena ia gagal menjalankan tugas, melainkan karena ia justru jadi korban dari orang-orang yang seharusnya membina, bukan membinasakan.
Pecahnya kasus ini mengguncang publik.
Sebanyak 20 prajurit TNI Angkatan Darat termasuk satu perwira ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Duka Keluarga Prada Lucky: Jika Gugur di Medan Perang Saya Ikhlas, Tapi Bukan di Tangan Oknum
Semua bermula dari satu alasan yang tak semua bisa terima: "pembinaan."
“Motif, saya sudah sampaikan semuanya atas dasar pembinaan.
Jadi pada kesempatan ini saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit,"
ujar Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, Kadispenad.
Maut yang Dibalut Disiplin
Brigjen Wahyu menjelaskan bahwa tindakan itu tak dilakukan satu waktu, melainkan berlangsung dalam beberapa momen terpisah, melibatkan banyak prajurit, dengan korban yang sama.
“Tentu kita perlu mendalami beberapa hal yang nanti akan menjadi esensi pemeriksaan terhadap para tersangka.
Tapi bisa saya katakan bahwa kegiatan‑kegiatan pembinaan prajurit itu yang mendasari suatu hal terjadi pada masalah ini."
Namun, yang mengejutkan publik bukan hanya jumlah pelaku yang mencapai puluhan, tetapi juga fakta bahwa pemukulan dilakukan berulang dan sistematis.
Seolah sudah menjadi ‘tradisi gelap’ di balik pagar kesatrian.
Brigjen Wahyu pun menegaskan sikap tegas pimpinan TNI AD.