Namun, takdir berkata lain. Tanggal 22 Januari 1970 menjadi hari kelam yang tak terlupakan. Surindro, yang saat itu mempiloti pesawat angkut militer Skyvan T-701, mengalami kecelakaan di perairan Biak, Irian Jaya.
Pesawat yang memiliki kemampuan mendarat di landasan pendek itu hilang bersama tujuh awak lainnya.
Pencarian besar-besaran dilakukan, tetapi hasilnya nihil. Surindro dinyatakan hilang.
Saat itu, Megawati tengah mengandung anak kedua mereka—sebuah kenyataan pahit yang merobek hati muda sang ibu.
Setahun kemudian, tepat pada 22 Januari 1971, Surindro secara resmi dinyatakan gugur dalam tugas.
Pada 9 Desember 1972, Kepala Staf TNI AU mengeluarkan keputusan yang menaikkan pangkatnya menjadi Kapten Pnb Anumerta, sebagai bentuk penghargaan atas pengabdiannya.
Namun, di balik tragedi itu, seperti dikutip dari Wikipedia, beredar berbagai gosip dan teori yang menyebutkan bahwa Surindro sengaja “dilenyapkan” oleh rezim Orde Baru yang saat itu berkuasa—isu yang terus bergema di kalangan pendukung Soekarno.
Sebuah gosip yang hingga belum terklarifikasi kebenarannya.
Nama yang Tetap Hidup
Meski raganya telah tiada, nama Kapten Pnb (Anm.) Surindro Supjarso tak pernah dilupakan.
Pada 2022, namanya diabadikan sebagai Gedung ACMI Kapten Pnb Anumerta Surindro Supjarso di Lanud Iswahjudi. Peresmian gedung itu dilakukan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani bersama Kepala Staf TNI AU Fadjar Prasetyo.
Dua putra Surindro hadir menyaksikan momen haru tersebut, sementara Megawati mengikuti peresmian secara virtual.
Nama Surindro kini bukan hanya tercatat dalam sejarah keluarga besar Soekarno, tetapi juga dalam catatan pengabdian para ksatria angkasa Indonesia.
TribunStyle.com / ABS