“Seluruh dunia akan berubah total.”
“Seperti yang saya bahas dalam buku saya, saya rasa banyak orang tidak menyadari apa yang akan terjadi.”
Kota-kota besar seperti New York, London, Tokyo mungkin tak lebih dari reruntuhan sejarah di masa depan.
Hidup yang dulu penuh warna, kini hanya menyisakan debu dan keheningan.
“Kota-kota besar modern akan ditinggalkan jika populasi dunia hanya tersisa 100 juta orang, jumlah yang sedikit lebih besar dari penduduk Inggris saat ini.”
“Itu bukan sekadar opini pribadi. Saya punya semua data dalam buku ini.”
Baca juga: Laga Sepak Bola Robot AI Pertama di China: Jatuh, Cedera, hingga Ditandu Medis, Mainnya Serius
AI berkembang dengan kecepatan yang mencengangkan. Sejak peluncuran ChatGPT pada 2022, teknologi ini telah menjadi senjata utama dalam dunia bisnis dan komunikasi.
Namun, di balik efisiensinya, tersembunyi ancaman yang mendalam terhadap stabilitas sosial dan psikologis manusia.
Bahkan Menteri Keuangan Inggris, Rachel Reeves, pernah menyampaikan bahwa AI kini menggantikan semakin banyak posisi kerja, pernyataan yang muncul bersamaan dengan rencana pengurangan besar-besaran pegawai negeri.
Sementara itu, angka kelahiran terus merosot dan Prof. Subhash Kak menyampaikan bahwa kecenderungan ini bukan fenomena lokal, tapi global.
“Orang-orang sudah berhenti punya anak. Tren ini terlihat jelas di Eropa, China, Jepang, dan penurunan tercepat saat ini terjadi di Korea,” katanya.
“Saya tidak mengatakan tren ini pasti terus berlanjut, tetapi akan sangat sulit untuk dibalik karena alasan sosial dan ekonomi.”
“Banyak orang punya anak karena berbagai alasan, termasuk alasan sosial."
"Tapi jika mereka merasa anak-anak itu tak akan punya masa depan atau pekerjaan, maka keinginan untuk punya anak akan semakin menurun.”
“Dan jika biaya membesarkan anak sangat mahal, seperti di Amerika Serikat sekarang, itu makin memperparah keadaan.”
Baca juga: Viral Potret Pengantin China Berhijab, Saking Cantiknya Sampai Dikira AI, Fotografer: Itu Asli!