Kunci Jawaban

Tips Memperbaiki Jurnal Pembelajaran yang Gagal Divalidasi pada PPG 2025, Unggah di Laman Ruang GTK

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GURU MENGAJAR - Berikut ini Cara Memperbaiki Jurnal Pembelajaran Gagal Divalidasi PPG 2025, unggah di Ruang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK)

Berikut ini Cara Memperbaiki Jurnal Pembelajaran Gagal Divalidasi PPG 2025, unggah di Ruang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK)

TRIBUNTRENDS.COM - Bagi Bapak/Ibu guru peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2025, membuat jurnal pembelajaran adalah salah satu syarat wajib untuk menyelesaikan pelatihan mandiri.

Setelah merampungkan Latihan Pemahaman, Cerita Reflektif, dan Post Test setiap modul, Anda bisa segera menyusun jurnal pembelajaran ini.

Jurnal yang sudah dibuat kemudian perlu diunggah ke Ruang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) dan akan melalui proses validasi yang biasanya memakan waktu 3-7 hari.

Jika semua jurnal pembelajaran Anda berhasil divalidasi, langkah berikutnya adalah mendaftar untuk mengikuti Uji Kompetensi Pendidikan Profesi Guru (UKPPPG).

Namun, bagaimana jika jurnal pembelajaran gagal validasi? Jangan khawatir, jurnal tersebut harus segera direvisi atau diganti.

Lalu, bagaimana cara memperbaikinya agar lolos validasi?

Baca juga: Pendidikan sesuai Kodrat Alam Adalah? Jawaban Modul 3 Topik 1 PPG 2025, Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Cara Memperbaiki Jurnal Pembelajaran Gagal Divalidasi PPG 2025

Sebelum direvisi, bapak/ibu guru peserta PPG 2025 perlu mengetahui apa penyebab jurnal pembelajaran yang telah dibuat gagal divalidasi.

Ada tiga penyebab utama mengapa jurnal pembelajaran gagal divalidasi, yaitu: 

  1. Kemiripan dengan jurnal peserta lain atau mengandung unsur plagiasi
  2. Dokumen tidak terbaca atau rusak
  3. Jumlah kata tidak memenuhi syarat

Alasan jurnal pembelajaran gagal divalidasi juga akan disampaikan pada bagian Saran Perbaikan.

Bapak/ibu guru peserta PPG 2025 perlu membaca terlebih dahulu saran perbaikan, sehingga jurnal yang diunggah kembali, sesuai dengan kriteria.

Jangan sampai, yang diminta perbaiki bagian dokumentasi dan umpan balik, yang direvisi malah bagian refleksi.

Alhasil, ketika jurnal pembelajaran diunggah lagi, maka akan kembali ditolak alias gagal validasi lagi.

Berikut cara memperbaiki jurnal pembelajaran yang gagal divalidasi pada PPG 2025:

1. Alasan: Jumlah kata tidak memenuhi syarat

Ada jumlah kata minimal yang ditetapkan sebagai syarat kelayakan saat membuat jurnal pembelajaran PPG 2025 yaitu sebanyak 300 kata.

Bapak/ibu guru peserta PPG 2025 dapat memeriksa kembali pada bagian Refleksi. Cek apakah tulisan tersebut sudah mencapai 300 kata atau belum.

Untuk mengecek jumlah kata, dapat menggunakan situs penghitung kata, salah satunya Word Counter.

Copy paste tulisan bagian Refleksi di kolom yang tersedia, maka mesin akan menghitung berapa jumlah katanya.

Jika masih kurang dari 300 kata, Anda dapat melakukan revisi atau perbaikan.

2. Alasan: Dokumen tidak terbaca atau rusak

Saat mengunggah jurnal pembelajaran, pastikan format dokumen sesuai yang diminta yaitu format PDF.

Solusinya, saat mengerjakan Jurnal Pembelajaran sangat disarankan untuk dibuat dengan menggunakan Ms. Word atau Google Docs.

Kemudian disimpan menggunakan format .PDF. 
Sebab, selain format tersebut, tidak bisa diterima oleh sistem.

Hindari membuat Jurnal Pembelajaran menggunakan aplikasi visual, seperti Canva atau lainnya yang disimpan menggunakan format .PDF.

3. Alasan: Kemiripan dengan jurnal peserta lain

Sistem mendeteksi isi jurnal memiliki kemiripan yang signifikan dengan jurnal milik peserta lain, sehingga dianggap tidak orisinal.

Jika bapak/ibu guru peserta PPG 2025 mendapatkan contoh Jurnal Pembelajaran, pastikan untuk melakukan modifikasi atau variasi.

Jangan asal tempel atau copy paste dan ganti foto dokumentasi.

Usahakan untuk membuat Jurnal Pembelajaran, sendiri agar sesuai dengan keinginan bapak/ibu guru peserta PPG 2025.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperbaiki Jurnal Pembelajaran yang gagal divalidasi adalah:

  1. Edit isi jurnal, terutama bagian Refleksi. Bisa diganti atau ditambah.
  2. Susun ulang jurnal. Misal, pindah modul ajar ke bagian akhir.
  3. Unggah perbaikan 2-3 hari setelah revisi. Meski demikian, ada juga yang menyarankan, revisi Jurnal Pembelajaran dapat segera diunggah setelah diperbaiki.
  4. Saat unggah revisi Jurnal Pembelajaran ke Ruang GTK, pilih "Ganti" bukan "Hapus" agar sistem mendeteksi sebagai revisi, bukan unggahan baru.

Contoh Jurnal Pembelajaran PPG 2025 Lolos Validasi

Sebagai referensi, berikut contoh Jurnal Pembelajaran PPG 2025 agar lolos validasi, dikutip dari YouTube Amri Ameer:

Jurnal Pembelajaran

Modul 3: Filosofi Pendidikan dan Pendiidkan Nilai

Kode Etik Guru

  • Nama: 
  • NIM: 
  • Nama Kampus: 

KODE ETIK GURU

Hal Baru Yang Saya Pahami Setelah Mempelajari Modul

Profesi guru bukan sekadar pekerjaan mengajar, lebih dari itu, guru punya tanggung jawab moral yang melekat dalam setiap kata, sikap, dan keputusan di dalam maupun di luar kelas. Komitmen untuk memahami dan menjaga marwah profesi guru akan mengantarkan kita menuju pembuktian bahwa etika bukan sekedar teori, tapi bagian dari napas profesi yang kita jalani sehari-hari melalui sebuah pedoman yang disebut kode etik guru. 

Kode Etik Guru adalah seperangkat norma dan prinsip moral yang menjadi pedoman perilaku profesional guru dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ini tidak hanya berlaku dalam konteks pembelajaran, tetapi juga mencakup hubungan guru dengan peserta didik, rekan sejawat, masyarakat, serta diri sendiri sebagai insan pendidik.

Dalam modul yang telah saya pelajari, saya menemukan bahwa Tomlinson dan Little membagi etika profesi guru ini ke dalam tiga kelompok besar yang saling berkaitan. Ketiganya memberi gambaran utuh tentang bagaimana seharusnya seorang guru bersikap dan bertindak dalam menjalankan amanah profesinya, kode etika profesi mengajar tersebut sebagai berikut:

1. Etika terhadap ilmu pengetahuan.

Di sini guru dituntut untuk memiliki integritas intelektual, artinya jujur dalam berpikir dan menyampaikan ilmu, serta tidak berhenti belajar demi pengembangan wawasan. Guru juga harus punya integritas kejuruan, yaitu terus mengasah keterampilan dan profesionalisme sesuai perkembangan zaman. Dan yang tak kalah penting, guru perlu memiliki keberanian moral, yakni keberanian untuk tetap bersikap dan mengambil keputusan yang benar, meskipun terkadang tidak populer atau bertentangan dengan arus umum.

2. Etika terhadap peserta didik.

Ini menyangkut bagaimana guru harus mengutamakan kepentingan Peserta Didik di atas kepentingan pribadi, bersikap adil dan tidak memihak, serta memiliki wawasan kemanusiaan, artinya guru peka terhadap latar belakang sosial dan kondisi tiap anak. Di samping itu, guru juga harus menyadari tanggung jawab pengaruhnya, karena segala ucapan dan tindakan kita bisa melekat dalam ingatan anak-anak hingga dewasa.

3. Etika terhadap profesi.

Dalam bagian ini, guru diharapkan bersikap rendah hati, mampu bekerja sama dan saling menghargai dalam semangat kolegalitas, serta membangun kemitraan yang sehat baik dengan peserta didik, sesama guru, maupun orang tua. Tak kalah penting, guru juga harus punya tanggung jawab dan aspirasi profesi, yakni mau terus terlibat aktif dalam perbaikan sistem pendidikan melalui suara, karya, dan kontribusi nyata. Tiga aspek etika ini bukan hanya teori semata, tapi menjadi bekal saya dalam membenahi diri, membangun relasi yang lebih baik, dan menjadi guru yang bukan sekadar mengajar, tapi benar-benar mendidik.

Pengaruh Kode Etik Terhadap Proses Pembelajaran

Bagi saya pribadi, menjalankan kode etik guru bukan hanya soal menjaga nama baik profesi, tapi juga berdampak langsung pada bagaimana saya mengelola pembelajaran di kelas. Saat guru benar-benar memegang teguh nilai-nilai etikanya, maka proses belajar bukan hanya berjalan, tapi tumbuh dan berkembang dalam suasana yang sehat dan menyenangkan.

Memperbaiki kualitas pembelajaran

Saya menyadari bahwa komitmen pada kode etik mendorong saya untuk terus memperbaiki kualitas pembelajaran. Baik dari segi penyusunan rencana ajar yang matang, pemilihan strategi mengajar yang sesuai dengan kebutuhan Peserta Didik, sampai pada pengembangan kompetensi diri agar bisa memberikan pembelajaran yang lebih bermakna dan relevan.

Relasi dengan Peserta Didik jadi lebih positif

Ketika saya bersikap adil, menghargai perbedaan, dan benar-benar hadir untuk mendukung mereka, maka mereka pun lebih terbuka, lebih percaya, dan lebih aktif di kelas. Suasana kelas jadi terasa hangat dan aman, tempat di mana mereka bisa tumbuh tanpa rasa takut atau tertekan.

Menegakkan aturan dan disiplin dengan cara yang bijak dan konsisten

Dari sisi manajemen kelas, penerapan kode etik juga membantu saya menegakkan aturan dan disiplin dengan cara yang bijak dan konsisten. Saya tidak lagi sekadar memberi hukuman, tapi lebih menekankan pada proses membangun kesadaran dan tanggung jawab. Hal ini membuat kelas jadi lebih tertib tanpa kehilangan rasa kebersamaan.

Hubungan baik dengan orang tua Peserta Didik

Saya juga semakin sadar bahwa hubungan baik dengan orang tua Peserta Didik adalah bagian dari etika profesi. Dengan menjaga komunikasi yang jujur dan terbuka, saya merasa peran orang tua dalam mendukung pembelajaran anak semakin kuat. Kami jadi satu tim yang saling mendukung demi kebaikan anak-anak.

Menjalankan kode etik guru ada tantangan yang umum ditemui di lapangan.

  • Kurangnya pemahaman. Masih banyak rekan guru yang belum benar-benar memahami isi dan makna dari kode etik ini. Bisa jadi karena belum pernah mendapat pelatihan khusus atau sosialisasi yang memadai.
  • Penegakan yang masih lemah. Kadang ada pelanggaran, tapi tidak diikuti dengan tindakan atau sanksi yang jelas. Akhirnya, kode etik hanya jadi formalitas yang kurang terasa dampaknya. Ditambah lagi dengan
  • Perubahan lingkungan pendidikan yang sangat cepat, baik dari sisi teknologi maupun kurikulum. Ini membuat guru harus terus belajar dan menyesuaikan diri, yang tentu tidak mudah bagi semua orang.

Namun di balik tantangan itu, saya juga melihat ada peluang besar dalam implementasi kode etik guru:

  • Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan semakin meningkat. Orang tua, masyarakat, bahkan Peserta Didik sendiri mulai memahami betapa pentingnya peran guru yang beretika.
  • Dukungan dari pemerintah juga makin terasa, melalui berbagai program peningkatan kompetensi dan penguatan karakter guru.
  • Organisasi profesi juga bisa jadi motor penggerak. Mereka punya peran besar dalam menyelenggarakan pelatihan, sosialisasi, bahkan advokasi terhadap guru. Kalau kolaborasi ini berjalan baik, saya percaya implementasi kode etik akan semakin kuat dan membudaya, bukan cuma jadi slogan semata.

Tindakan yang Dilakukan Untuk Menanamkan Kode Etik Dalam Proses Pembelajaran

Kode etik guru secara langsung memengaruhi berbagai aspek dalam proses pembelajaran. Dengan mematuhi kode etik, guru menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan akademik dan karakter peserta didik, yang dapat ditanamkan melalui tindakan berikut:

Aspek Deskripsi Contoh
Kualitas Pembelajaran Guru berusaha meningkatkan kompetensi profesional dan menggunakan metode pembelajaran yang efektif. Guru mengikuti pelatihan, menyusun RPP yang terstruktur, dan menggunakan media pembelajaran yang menarik.
Hubungan dengan Peserta Didik Guru membangun hubungan yang saling percaya, menghargai, dan mendukung. Guru memberikan pujian, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan mendengarkan keluhan peserta didik.
Disiplin dan Tata Tertib Guru menegakkan disiplin secara adil dan konsisten. Guru memberikan sanksi yang sesuai jika peserta didik melanggar aturan, dan memberikan contoh perilaku yang baik.
Hubungan dengan Orang Tua Guru menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua. Guru mengadakan pertemuan orang tua, memberikan laporan perkembangan peserta didik, dan melibatkan orang
tua dalam kegiatan sekolah.

Tindakan yang saya lakukan Bersama rekan sejawat untuk menanamkan kode etik dalam pembelajaran:

1. Kegiatan Refleksi

Kami mulai dengan melakukan refleksi rutin terhadap praktik pembelajaran yang sudah dijalani. Tidak hanya soal materi yang disampaikan, tapi juga cara kita berkomunikasi dengan Peserta Didik, bagaimana kita memberi ruang untuk mereka berkembang, dan bagaimana kita memastikan proses belajar yang adil dan bermakna.

Refleksi ini bisa dibarengi dengan mengevaluasi hasil belajar Peserta Didik, misalnya lewat tes atau tugas proyek, untuk melihat sejauh mana mereka bisa menerapkan pengetahuan dan keterampilannya secara nyata.

2. Kegiatan Kolaboratif

Mengembangkan program pembelajaran secara kolaboratif bersama rekan sejawat. Kami bisa duduk bersama, mendiskusikan apa yang sebenarnya ingin kita capai dalam pembelajaran, lalu menyusun langkah-langkahnya. Termasuk
juga melakukan analisis kebutuhan Peserta Didik dan kondisi sekolah agar program yang disusun benar-benar menjawab tantangan nyata di lapangan, bukan sekadar formalitas di atas kertas.

Melalui dua pendekatan ini, nilai-nilai kode etik seperti tanggung jawab, keadilan, dan profesionalisme bisa lebih terasa dan tertanam dalam praktik mengajar sehari-hari.

REFLEKSI

Setelah mempelajari materi tentang Kode Etik Guru, akhirnya membuka kesadaran saya bahwa menjadi guru bukan hanya soal bagaimana kita mengajar, tetapi juga bagaimana kita menjaga integritas dan menjadi teladan dalam setiap tindakan. Kode etik bukan sekadar aturan, tapi merupakan fondasi moral yang membentuk identitas dan arah sikap kita sebagai pendidik. 

Dari modul ini, saya terinspirasi untuk lebih melihat profesi guru sebagai bentuk pengabdian yang melibatkan hati, pikiran, dan nilai-nilai kemanusiaan. Saya merasa bahwa selama ini, mungkin tanpa disadari, ada sikap-sikap atau kebiasaan kecil yang luput dari perhatian, padahal sangat berkaitan dengan etika profesi, Untuk menjadi guru yang profesional saya akan membuat sebuah komitmen dalam memperhatikan kode etik guru.

Saya akan berhenti melakukan pembelajaran yang hanya fokus pada pencapaian akademik semata. Dulu, saya sering terpaku pada target kurikulum, sampai terkadang lupa bahwa peserta didik butuh perhatian, keadilan, dan rasa dihargai. Saya juga ingin berhenti membiarkan ketidakkonsistenan saya dalam menegakkan tata tertib, karena itu berdampak pada keteladanan saya sebagai guru. Mulai sekarang, saya ingin lebih sadar bahwa setiap tindakan saya punya dampak jangka panjang bagi peserta didik.

Saya akan mulai melakukan refleksi secara rutin, tidak hanya untuk mengevaluasi capaian peserta didik, tapi juga mengevaluasi sikap, cara komunikasi, dan kehadiran saya di kelas. Saya juga akan mulai lebih aktif membangun komunikasi dua arah dengan orang tua, karena saya sadar, pendidikan yang efektif tak bisa berjalan tanpa dukungan dan keterlibatan mereka. Bersama rekan sejawat, saya akan mulai menyusun program pembelajaran yang lebih kolaboratif, bukan berjalan sendiri-sendiri.

Saya akan terus melakukan pembelajaran yang mengedepankan nilai empati, keadilan, dan profesionalisme. Saya ingin terus hadir secara utuh untuk peserta didik, baik dalam mendampingi proses belajarnya maupun membentuk
karakter mereka. Saya juga akan terus memperkaya diri dengan pelatihan dan diskusi dengan rekan sejawat, karena menjadi guru yang beretika adalah proses belajar yang tidak pernah selesai.

Karena bagi saya, menjadi guru bukan sekadar profesi, tapi panggilan untuk mendidik dengan hati, akal, dan etika.

DOKUMENTASI KEGIATAN

Sertakan sejumlah foto dokumentasi kegiatan.

UMPAN BALIK DARI REKAN SEJAWAT

Sertakan umpan balik dari rekan sejawat.

(TribunTrends.com/Tribunnews.com/Sri Juliati/Disempurnakan dengan bantuan AI)