Selama periode Idul Fitri, Lapas Sukamiskin juga menyediakan masa kunjungan bebas antara 31 Maret hingga 2 April 2025.
Keluarga narapidana yang ingin berkunjung diimbau untuk memenuhi persyaratan tertentu, seperti membawa KTP, untuk bisa masuk ke lingkungan lapas.
"Selama tiga hari ini kami memberikan kebebasan. Mereka berkunjung, kami siapkan ada dua tempat, yaitu di hanggar dan juga di tempat kunjungan," tambahnya.
Sejak Kapan Setya Novanto Menerima Remisi?
Setya Novanto bukan pertama kali menerima remisi pada hari raya Idul Fitri.
Berdasarkan catatan dari Kompas, mantan Ketua DPR ini telah mendapatkan remisi khusus Idul Fitri sejak 2023, sehingga total ia telah menerima remisi sebanyak tiga kali hingga tahun 2025.
Pada Idul Fitri tahun 2023 dan 2024, Novanto masing-masing menerima potongan masa hukuman sebanyak 30 hari atau satu bulan.
Sementara untuk Idul Fitri 2025, pihak berwenang belum mengungkap jumlah potongan yang diterima oleh Novanto.
Selain itu, dalam peringatan HUT Ke-78 RI pada 17 Agustus 2023, Novanto juga mendapatkan potongan hukuman selama 90 hari atau tiga bulan.
Baca juga: Siasat 5 Tersangka Korupsi Bank BJB Rp222 Miliar yang Seret Nama Ridwan Kamil, Segera Dipanggil KPK
Setya Novanto Rugikan Negara Rp2,3 Triliun
Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, Novanto terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo mengatakan, Setya Novanto melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1, ke-1 KUHP.
"Sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan korupsi KTP elektronik ini diduga sudah direncanakan sejak perencanaan yang dilakukan dalam dua tahap yaitu penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa," kata Agus di Jakarta, Senin (17/7/2017).
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatannya.
"Sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara, perekonomian negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP elektronik pada tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri," ucap Agus.
Artikel ini telah tayang di KOMPAS.com