"Saat itu saya sudah 21 tahun saya merasa saya bisa menghidupi diri saya sendiri. Kenapa saya berani? karena saya sudah merasa lelah selama bertahun-tahun, saya merasa punya hak atas hidup saya sendiri," jelasnya.
Fidya juga menceritakan bahwa setelah pergi, dia menikah dengan seorang pria tanpa melibatkan orang tuanya. Pernikahan tersebut dilakukan dengan wali hakim di Bekasi.
Kini, Fidya sudah memiliki anak dan merasa lebih tenang dengan kehidupannya bersama keluarga baru yang memberi kedamaian.
Meskipun sempat dipanggil oleh Polda Jabar untuk mediasi dengan orang tuanya saat kandungannya berusia 4 bulan, Fidya mengatakan bahwa proses tersebut tidak membuahkan hasil yang baik.
Meskipun pernah bertemu dengan keluarganya di sebuah pertemuan di Disdukcapil Kota Bandung ketika anaknya berusia 3 tahun, Fidya akhirnya memilih untuk kembali ke suami dan anaknya, mengingat ketidaknyamanan yang dirasakannya.
Di tengah beredarnya kabar tentang adanya permintaan tebusan sebesar Rp50 juta agar dia bisa kembali ke rumah, Fidya dengan tegas membantah hal tersebut dan menyebutnya sebagai hoaks dan fitnah.
"Untuk tebus menebus senilai Rp50 juta itu engga ada, itu hoax, itu fitnah," tegasnya.
"Saya cuma ingin tenang," kata Fidya dengan penuh harapan agar masyarakat bisa memahami kondisinya yang sebenarnya dan tidak lagi membuat spekulasi tentang kepergiannya.
Fidya berharap agar kasus ini tidak berlarut-larut dan mengganggu ketenangan keluarganya, terutama anaknya.
Fidya juga mengakhiri klarifikasinya dengan doa untuk orang tuanya, meskipun ia telah memilih untuk melanjutkan hidup bersama keluarga baru yang memberikan ketenangan.
"Untuk babeh, mamah, saya tetap mendoakan kalian, kakak tetap mendoakan kalian di sana semoga baik-baik saja di sana," tutup Fidya dengan tulus.
Dengan klarifikasi yang diberikan, Fidya berharap masyarakat dapat memahami bahwa kepergiannya dari rumah bukanlah karena diculik, melainkan akibat tekanan keluarga yang sudah tidak tertahankan.
Fidya menginginkan agar kehidupannya yang baru bersama keluarga kecilnya dapat berjalan tenang, dan agar publik memberikan ruang untuknya melanjutkan hidup tanpa gangguan yang terus-menerus.
(TribunTrends.com/TribunSumsel/Weni Wahyuny)