Anehnya, jika memang batas usia pensiun seorang guru adalah 58 tahun, pemerintah seharusnya menghentikan gaji Asniani pada waktu itu juga.
"Selama dua tahun, saya mengajar dan absen seperti biasa dan menerima gaji seperti biasanya, termasuk gaji 13," jelas Asniani.
"Kalau memang pensiun saya 58, seharusnya gaji saya dihentikan sewaktu itu juga dan beritahu kepada saya agar saya stop mengajar."
Asniani merasa tidak sanggup mengembalikan uang sebesar yang diminta pemerintah Kabupaten Muaro Jambi.
Ia menegaskan bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahannya, tetapi juga kesalahan pemerintah yang tidak memberitahukan informasi penting tersebut.
"Kalau memang saya pensiun di usia 58 tahun, seharusnya ketika saya mengurus berkas untuk pensiun pada tahun 2023 lalu diberitahu jika saya sudah pensiun, ini malah sampai 2 tahun," terangnya.
Kasus ini pun menarik perhatian DPRD Muaro Jambi.
Asniani dipanggil untuk menghadiri hearing bersama Komisi I DPRD Muaro Jambi yang dipimpin oleh Ketua Komisi I, Ulil Amri.
Dalam hearing tersebut, hadir pula anggota komisi, dinas pendidikan, BKD, dan unsur terkait lainnya.
"Hari ini kita bahas terkait berita viral dan bergulir selama ini. Kita sengaja mengundang mereka agar clear and clean," kata Ulil Amri.
Hingga kini, kelanjutan nasib Asniani masih belum terungkap.
Bermula dari Temuan BPK
Sekda Kabupaten Muaro Jambi Budhi Hartono membenarkan ada temuan BPK terhadap kelebihan bayar atas gaji guru yang pensiun tersebut.
"Hasil pemeriksaan BPK bahwa Muaro Jambi pada tahun 2023 ditemukan kelebihan bayar gaji terhadap seorang guru yang mengajar di TK negeri Sungai Bartam lebih kurang sebesar Rp 75 juta," kata Budhi.
Menurut dia, adanya kasus ini dikarenakan kelainan atas pengurus masa pensiun terhadap guru tersebut dalam mendapatkan SK-nya.