Pilpres 2024

Pemilu Ulang di TPS Butet Hasilnya Berbalik, Awalnya Menang Ganjar-Mahfud, Kini Menang Prabowo

Editor: Galuh Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo di debat terakhir capres, Minggu (4/2/2024)

"Ini sebagai suatu prosedur ya baik, saya sebagai warga negara wajib mengikuti PSU ini meskipun ya saya anggap basa basi saja nggaK apa-apa. Tapi sebagai warga negara melaksanakan kewajiban sebaik baiknya, saya juga yakin nggak bakal memberikan pengaruh apa apa tapi sebagai prosedur. Kan aku bilang, basa basi," ujar Butet.

"Nggak akan ada pengaruh apa-apa karena masalahnya itu bagi saya bukan pada PSU-nya. Masalahnya sangat mendasar kok, orang-orang yang sehat jiwanya, yang waras, tahu persis masalah mendasar yang terjadi pada kecurangan pemilu ini. PSU basa-basi," pungkasnya.

Bawaslu Belum Temukan Kecurangan

Kecurangan yang diteriaki Paslon Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin belum ditemukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bawaslu RI yang menangani pelanggaran Pemilu sampai hari ini belum menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan Paslon secara sistematis dan masif.

Dua kubu itu memang paling ngotot menyebutkan Pilpres 2024 berlangsung dengan curang.

Pilpres yang menghasilkan keunggulan Prabowo-Gibran, dicap sebagai Pemilu paling buruk bagi kubu yang kalah.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menegaskan bahwa hingga kini pihaknya belum menemukan adanya pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Ilustrasi Pemilu--- (Tribun Jogja/Suluh Pamungkas)

Pernyataan Rahmat Bagja tersebut disampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Minggu (25/2/2024).

Ia menjelaskan, hal yang harus dibuktikan mengenai adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif adalah apakah ada perintah tertulis hingga pembuktian pidana.

“Namun, kita akan lihat misalnya apa yang dilakukan, ada command responsibility, ada perintah tertulis, ada kemudian terbukti pidananya, itu yang harus dibuktikan dalam pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif,” bebernya.

Hingga saat ini, kata Bagja, pihaknya belum menemukan adanya temuan maupun laporan tentang hal itu.

“Sampai sekarang belum ada, laporan sampai sekarang belum ada, temuan juga demikian. Saya bilang belum ada ya, bukan tidak ada,” katanya.

“Kemudian ada tentang pengerahan kepala desa misalnya. Apakah kemudian ada perintah, yang harus dibuktikan dan yang namanya alat bukti kan harus precise (tepat),” tambah Bagja.

Hal-hal itu, lanjut Bagja, termasuk harus jelas siapa yang memerintahkan jika ada yang memerintah, kemudian pembuktiannya.

Ilustrasi pemilu (TribunJakarta/ist)
Halaman
123