Berita Viral

Dinamai Kampung Pemilu, Dekorasi TPS di Depok bak Kerajaan, Ada Maknanya, Warga akan Diantar Jemput

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TPS unik berkonsep Kerajaan Nusantara di Depok, Jawa Barat.

Pesan yang sama disampaikan oleh Feri Amsari.

Menurutnya, esensi pemilu adalah rasa cinta Tanah Air.

Menurutnya, membiarkan kecurangan merusak pemilu sama saja merusak bangsa ini.

"Dan rezim yang kami ulas dalam film ini lupa bahwa kekuasaan itu ada batasnya. 

Tidak pernah ada kekuasaan yang abadi. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah, meski masa berkuasa pendek, tapi bekerja demi rakyat. 

Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya,” jelas Feri.

Alasan Tayang di Masa Tenang 

Dandhy Dwi Laksono, selaku sutradara memaparkan alasan di balik pembuatan dan peluncuran yang dilakukan di awal masa tenang pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres).

Dandhy berharap film itu bisa menjadi bahan edukasi bagi masyarakat menjelang pemungutan suara yang direncanakan dilakukan pada 14 Februari 2024 mendatang.

"Seyogyanya Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu. 

Diharapkan 3 hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar," kata Dandhy dalam keterangan pers yang diterima pada Minggu (11/2/2024).

Baca juga: Sosok Dandhy Dwi Laksono Sutradara Film Dirty Vote, Terungkap Alasan Tayang di Masa Tenang Pemilu

Sementara itu, menurut Dandhy, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.

Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. 

Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ungkapnya.

Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.

Biaya Pembuatan Film

Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.

Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.

"Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” katanya.

20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Sebagian artikel ini diolah dari Wartakota dan Kompas.com