Menurutnya, penyebab kenaikan elektabilitas Prabowo secara eksponensial per akhir Oktober adalah pendaftaran Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka ke KPU.
"Jadi Gibran, putra Presiden Jokowi meski lahir melalui proses di MK yang kontroversial ternyata secara elektoral sangat positif buat Pak Prabowo. Dan itu terlihat, angkanya, Gibran mampu membuat Pak Prabowo naik secara cepat terutama dalam beberapa bulan terakhir," kata dia.
"Sementara yang paling dirugikan adalah Mas Ganjar. Jadi meskipin Pak Jokowi dan Mas Ganjar ada banyak kesamaan dari sisi partai, dari sisi asal wilayah, dari sisi karakter sifat, tapi ternyata darah lebih kental daripada air. Orang lebih melihat hubungan darah ketimbang hubungan yang lain," sambung dia.
Sementara itu, kata dia, untuk simulasi survei 3 nama lagi-lagi Prabowo unggul di peringkat pertama dengan jumlah yang signifikan secara statistik dibandingkan dua rivalnya.
Prabowo meraih dukungan sebesar 45,2% responden.
"Lagi-lagi konsisten Pak Prabowo (45,2%) masih unggul di peringkat pertama dengan jumlah yang signifikan secara statistik dibanding dua rivalnya," kata dia.
"Dan Anies lagi-lagi konsisten berada di peringkat kedua menyalip elektabilitas Mas Ganjar dengan perolehan 25,29% dibanding dengan 22,55%. (Tidak tahu/tidak jawab 6,94%)," sambung dia.
Namun, Burhanuddin menjelaskan meskipun Anies menyalip Ganjar secara statistik, tidak bisa dikatakan Anies berada di atas Ganjar.
Hal tersebut, kata dia, karena Margin of errornya 2,9%.
"Artinya Mas Ganjar pun secara statistik tidak beda dengan Mas Anies," kata dia.
Tren simulasi 3 nama yang tercatat oleh Indikator Politik Indonesia, memperlihatkan ada pergerakan terutama pada dua capres yakni Prabowo dan Ganjar.
Ketika elektabilitas Prabowo naik, kata dia, maka yang paling terpukul adalah elektabilitas Ganjar.
Situasi tersebut, kata dia, kemudian dimanfaatkan oleh Anies dengan menyalip Ganjar yang trennya masih menunjukkan penurunan.
Menurutnya, situasi tersebut juga berpeluang punya dampak dengan potensi pemilu satu putaran atau dua putaran.
Burhanuddin memandang hal tersebut karena apabila elektabilitas Ganjar turun terus sampai di bawah 20%, maka potensi satu putaran masih terbuka.