Berita Kriminal

MIRIS 3 Santriwati Jadi Korban Pencabulan, Pelaku Oknum Pengasuh Ponpes di Gresik, 'Minta Pulang'

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi korban pelecehan. Oknum pengasuh pondok pesantren di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur jadi tersangka pencabulan terhadap tiga santriwati.

TRIBUNTRENDS.COM - Aksi tak terpuji dilakukan oknum pengasuh pondok pesantren di Gresik.

Pelaku melakukan pencabulan terhadap tiga santriwati.

Kini oknum pengasuh tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Baca juga: PILU Ustazah Dirudapaksa Pemilik Ponpes saat Antar Paket Obat Kuat, Ternyata Mantan Pacar: Trauma

Pihak kepolisian menetapkan tersangka terhadap pria berinisial NS (49), oknum pengasuh pondok pesantren di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, atas dugaan pencabulan terhadap tiga santriwati.

Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Aldhino Prima Wirdhan mengatakan, penetapan NS sebagai tersangka didasarkan atas keterangan korban dan saksi.

Ilustrasi korban tindakan asusila (ibtimes.co.in)

Adapun korban aksi bejat yang dilakukan NS merupakan santriwati yang masih di bawah umur.

"Sudah kami tetapkan sebagai tersangka, setelah kami melakukan pemeriksaan saksi dan korban,” ujar Aldhino kepada awak media, Minggu (24/12/2023).

Aldhino menjelaskan, pihaknya sudah meminta keterangan dari empat orang saksi dalam perkara ini, satu di antaranya guru pengajar di ponpes tersebut.

Keterangan saksi menguatkan adanya tindakan pencabulan yang dilakukan NS.

“Keterangan saksi menguatkan kejadian tersebut. Dilakukan sekitar bulan November, sampai saat ini ada tiga orang korban,” kata Aldhino.

Aldhino menambahkan, para korban juga sudah dilakukan tes psikologi.

Hasilnya, korban mengalami trauma.

Sehingga, korban mendapat pendampingan dari UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

"Hasil psikologi korban mengalami trauma berat,” ucap Aldhino.

Pihak kepolisian menjerat NS dengan Pasal 82 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.

Baca juga: BONGKAR Dugaan Pelecehan, Pengajar di Ponpes Serpong Malah Dipecat, Saya Lapor ke Kemenag

Ilustrasi pelecehan (Yonhap News)

Salah seorang orangtua korban, YF mengatakan, awalnya anaknya mengaku tidak betah di pondok dan selalu meminta pulang.

Padahal, anaknya baru sekitar 5 bulan berada di sana.

"Karena minta pulang terus, akhirnya saya ke sana (ponpes) bersama istri.

Di sana saya menanyakan perihal tidak kerasan di ponpes, kemudian dia cerita dengan jujur," tutur YF.

Kepada YF, sang anak bercerita telah menjadi korban kekerasan seksual oleh NS. YF bersama istrinya kemudian sepakat untuk memulangkan anaknya pada akhir November 2023.

Menurut YF, NS sempat berjanji bakal bersilaturahmi ke rumahnya, sekaligus membahas persoalan tersebut.

Namun hingga dua kali janji tersebut tidak kunjung ditepati, hingga akhirnya YF melaporkan kasus yang dialami oleh anaknya ke pihak kepolisian.

BONGKAR Dugaan Pelecehan, Pengajar di Ponpes Serpong Malah Dipecat, 'Saya Lapor ke Kemenag'

Seorang pengajar di salah satu pondok pesantren di Serpong dipecat.

Pemberhentian kerja tersebut dilakukan karena pengajar itu melaporkan dugaan pelecehan yang dilakukan seorang kepala ponpes.

Kini pelaku masih beraktivitas seperti biasa di ponpes tersebut.

Baca juga: Pamit Pesantren, Nasib Hilmi Santri Ponpes di Kuningan Tragis, Tewas Dianiaya, 18 Santri Diamankan

Dugaan pelecehan terhadap satriwati yang dilakukan oleh pimpinan sebuah pondok pesantren di Serpong, Tangerang Selatan, terbongkar.

Seorang pengajar berinisial A mengungkapkan, HS, seorang kepala pondok pesantren (ponpes) sekaligus pengajar di sana diduga telah mencabuli 13 santriwatinya.

Ilustrasi pelecehan, (YouTube)

Perbuatan tak pantas ini pertama kali diketahui saat A melihat gelagat tak wajar antara salah satu santriwatinya terhadap pelaku.

A berniat mengingatkan santriwatinya untuk tidak besentuhan fisi dengan lelaki, sekali pun itu itu gurunya. Namun, ia justru mendapati fakta ternyata ada 13 santriwati dilecehkan.

Kepada A, ada 13 santriwati yang mengaku bahwa ada sentuhan fisik lebih dari sekadar cium tangan. Peristiwa itu berlangsung sejak Desember 2022.

"Akhirnya saya tanyakan lagi 'Kamu diapain aja?' (Belasan santriwati) ada dipegang-pegang payudara, paha, dan mengelus muka," kata A, Jumat (15/12/2023).

Tak hanya santriwati, seorang guru perempuan di ponpes yang sama ternyata juga mengalami perlakuan serupa pada Desember tahun lalu.

Dipecat

Mendengar pengakuan itu, A lantas mengonfirmasikan kepada guru lain lalu mereka bersepakat untuk mengadukan kasus dugaan pelecehan ke pimpinan ponpes.

Aduan itu disertai bukti video pengakuan para santriwati yang diduga dilecehkan oleh HS.

"Cuma dari ekspresi wajah pimpinan pesantren dan istrinya biasa aja karena apa yang saya sampaikan ternyata mereka sudah pernah dengar dari sebelumnya," ucap A.

Karena laporan kasus itu tak ditangani pimpinan ponpes, A kemudian melaporkan kasus dugaan pelecehan ke orangtua korban.

Para orangtua juga membuat laporan ke Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan dan P2TP2A Tangerang Selatan.

Bukannya didukung, A justru diberhentikan oleh pihak yayasan usai membongkar dugaan pelecehan 13 santriwati.

Ilustrasi pelecehan. (Tribunnews.com/Istimewa)

A diberhentikan karena telah melaporkan kasus dugaan pelecehan oleh kepala pondok pesantren sekaligus pengajar berinisial HS ke Kementerian Agama Tangerang Selatan.

"Iya, karena pengurus bilangnya dikeluarkan dari sana (pondok pesantren) karena saya ngelaporin ke Kemenag. Jadi, mereka mengeluarkan saya," ucap A.

Pelaku masih berkeliaran

Nasib berbeda justru tak terjadi terhadap pelaku. HS masih diberikan kepercayaan untuk mengurus pondok pesantren.

Pelaku juga tak diberikan sanksi atas laporan dugaan pelecehan yang menjeratnya.

"Iya, terduganya di situ tetap dia (HS) ngajar aktivitas biasa karena dia dipercaya," ucap A.

Menurut A, pelaku merupakan bagian dari pengurus pondok pesantren. Selain kepala sekolah, kata A, dia juga bendahara pondok pesantren itu.

Kompas.com telah berupaya mengonfirmasi soal kasus pelecehan seksual tersebut ke Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang, Ipda Galih Dwi Nuryanto dan Humas Polres Tangerang Selatan, Iptu Wendi.

Namun, mereka belum memberikan keterangannya. (*)

Diolah dari artikel Kompas.com