TRIBUNTRENDS.COM - Nama Dwi Hartono belakangan ini menjadi sorotan nasional setelah ia ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang Bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (38).
Ironisnya, pria yang dikenal sebagai pengusaha sukses sekaligus motivator muda ini justru sedang menempuh pendidikan magister di Universitas Gadjah Mada (UGM) ketika dirinya diamankan aparat kepolisian.
Dwi tercatat sebagai mahasiswa Semester I Program Studi Magister Manajemen (MM) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGM kampus Jakarta.
Baca juga: Masa Kecil Bersama, Kini Terpisah: Kenangan Teman SMP Soal Dwi Hartono Otak Pembunuhan Bos Bank
Namun, pasca-penetapannya sebagai tersangka, pihak UGM bergerak cepat dengan menonaktifkan status akademiknya.
"Keputusan ini diambil setelah koordinasi internal dan adanya surat resmi dari Dekan FEB UGM, Didi Achjari," ujar Juru Bicara UGM, I Made Andi Arsana.
Tokoh Inspiratif yang Berubah Haluan
Lahir dan besar di Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi, Dwi Hartono pernah dipuja sebagai simbol keberhasilan anak daerah.
Sosoknya tak asing di kalangan pelajar dan pemuda Tebo, mengingat kiprahnya sebagai pengusaha bimbingan belajar online sekaligus pembicara dalam berbagai seminar kewirausahaan.
Dwi juga dikenal karena aksi sosialnya. Ia pernah menyumbangkan satu unit mobil ambulans untuk warga Desa Mekar Kencana, serta beberapa kali mengundang artis ibu kota untuk menghibur warga kampung halamannya.
Bahkan, ambisinya sempat membawanya mendekati dunia politik.
"Dia pernah ingin maju jadi bupati Tebo. Tapi karena hanya ditawari posisi wakil, dia mundur. Dari awal maunya calon bupati, bukan nomor dua," ujar Jay Saragih, warga sekaligus aktivis lokal.
Namun semua citra itu runtuh ketika Dwi ditetapkan sebagai satu dari empat aktor intelektual pembunuhan Mohamad Ilham Pradipta, pejabat bank BUMN yang ditemukan tewas mengenaskan di sawah Bekasi.
Ambisi dan Mimpi Besar yang Tak Tercapai
Dwi Hartono dikenal sebagai pribadi yang ambisius. Selain hasrat politiknya, ia sempat berencana membangun helipad pribadi di depan rumah orang tuanya di Desa Mekar Kencana.
Rencana tersebut bahkan dilengkapi dengan pembelian helikopter untuk memudahkan dirinya pulang dari Jakarta ke kampung. Namun rencana itu gagal karena pemilik lahan yang ditarget tidak bersedia menjual tanah kebun karetnya.