Berita Viral

Video Kawin Tangkap Viral, Budayawan Sumba Beri Tanggapan, Menyimpang dari Budaya 'Tak Normal'

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Viral aksi kawin tangkap di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.

Gereja Katolik Sumba dan juga Gereja Kristen Sumba (GKS) tidak menjadikan kawin tangkap sebagai kebijakan pastoral.

Bahkan menurutnya, sangat jarang dibicarakan karena tidak sesering dulu lagi dan juga mereka yang kawin lari masih kebanyakan yang menganut aliran kepercayaan Marapu (agama asli orang Sumba).

Kalau akhir-akhir ini marak terjadi kawin paksa, gereja perlu menyampaikan suara kenabiannya bahwa ini bukan perkawinan normal dan tak dikehendaki gereja.

Hal itu, kata dia, adalah kasus pelanggaran hak asasi manusia dan dapat digolongkan sebagai tindak kriminal.

"Kalau soal belis saya pikir bukan itu alasan utama terjadinya kawin tangkap. Kendati maskawin mahal di Sumba ada istilah bagus yakni 'kumpul tangan atau sambung tangan' artinya tangan saya tidak cukup kuat atau panjang untuk sebuah urusan yang penting dan berat, maka dibutuhkan bantuan tangan-tangan lain dari handai taulan dan keluarga. Inilah salah satu bentuk gotong royong yang hidup di Sumba,"ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, dua tayangan video aksi kawin tangkap di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), viral di media sosial dan grup WhatsApp.

Pihak kepolisian sedang menelusuri aksi kawin tangkap tersebut. Aksi kawin tangkap itu terekam kamera pengawas CCTV dari dua sisi yang berbeda.

Video pertama berdurasi 30 detik terekam CCTV dari rumah warga dan video kedua terekam CCTV sebuah toko berdurasi 29 detik.

Video tersebut mempertontonkan aksi kawin tangkap sejumlah pria terhadap seorang perempuan. Aksi ini direkam beberapa warga.

Sejumlah pria yang mengenakan pakaian adat dan bercelana pendek menangkap seorang perempuan yang berdiri dengan rekannya di samping sepeda motor di pinggir jalan raya.

Penangkapan itu terjadi ketika perempuan tersebut menunggu pengemudi kendaraan yang ditumpanginya sedang berada di dalam kios pinggiran jalan.

Adapun kawin tangkap secara historis, biasanya dilakukan laki-laki dari keluarga kaya yang hendak meminang seorang perempuan yang disukainya.

Kawin tangkap dilakukan dengan cara, calon pengantin wanita diculik untuk dijadikan istri.

Tradisi ini terjadi sebagai upaya pria Sumba keluar dari budaya matriarki, dominasi kepemimpinan perempuan yang diturunkan dari garis keturunan ibu.

Para pria Sumba merasa, budaya matriarki ini mereduksi hak mereka sebagai kepala keluarga, dan menuntun mereka kepada tradisi kawin tangkap. (*)

Diolah dari artikel kompas.com