TRIBUNTRENDS.COM - Sosok Brigjen Yehu viral lantaran statusnya sebagai jenderal bintang satu Polri tak membuat ia malu untuk tetap sederhana.
Brigjen Yehu tidak jamak dengan oknum pejabat yang belakangan ini menjadi sorotan karena gemar pamer kemewahan.
Melansir dari Kompas.com, sosok Brigjen Yehu atau dengan nama lengkap Brigjen Pol Drs. Yehu Wangsajaya, M. Kom merupakan seorang Jendral Bintang Satu Polri.
Akan tetapi ia dikenal sebagau sosok polisi yang humble.
Setiap hari Brigjen Yehu menggunakan TransJakarta atau MRT saat berangkat kerja dari kediamannya di Kebayoran Lama, menuju Mabes Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel).
Bahkan rumah Brigjen Yehu sendiri tampak sangat sederhana.
Baca juga: Penjual Nasi Goreng Cantik Viral, Dulu Model Kini Jualan di Pasar, Paras Bikin Pelanggan Rela Antre
"Sorry ya ini rumahnya jelek tapi memang hasil keringat saya.
Ga ada halaman, dan suka banjir, anggep aja kolam renang," ujarnya dengan tertawa.
"Waktu saya beli AKBP, setelah saya Kapolres di Minahasa saya ditugaskan ke Polda Metro Jaya,
Karena saya dulu juga ditugaskan disana, rumah saya di sebrang, saya merasakan lebih nyaman karena dari sini ke Mabes dan ke Polda lebih dekat," sambungnya.
Tak hanya itu saja, Brigjen Yehu juga mengatakan bahwa dirinya sering jalan kaki saat pergi ke tempat kerja.
"Walaupun di Kompleks Kostrad saya aman, bisa dekat ke mana-mana, ke Kantor Mabes juga dekat, kalau mau naik busway tinggal jalan kaki itu udah ada haltenya," tutur dia.
"Dekat kan ASEAN ke Mabes Polri, jalan kaki. Saya mengajarkan ke bangsa Indonesia jangan sedikit-dikit naik motor, harus ada olahraganya juga. Terus kalau kendaraan umum yang udah difasilitasi oleh pemerintah nggak dipakai, siapa mau makai nanti," jelasnya.
Saat ditanya apa alasan Brigjen Yehu lebih memilih naik angkutan umum, dia mengaku ingin lebih dekat dengan masyarakat. Kesempatan itu dia pakai untuk menyerap aspirasi dari masyarakat.
"Saya juga senanglah kumpul bersama-sama masyarakat gabung. Kalau mobil sendiri kan paling sama supir ngobrolnya, kalau masyarakat ngobrol kita banyak masukan, dan itu sudah saya lakukan sepuluhan tahun lalu," tutur dia.
Naik TransJakarta atau MRT, kata Yehu, juga bebas dari macet. Dia menyebut fasilitas transportasi yang telah disediakan oleh pemerintah harus digunakan oleh semua pihak.
Baca juga: VIRAL Kepanikan Penumpang Super Air Jet, Kepanasan hingga Mandi Keringat, Pesawat Alami Gangguan
"Udah pasti nggak macet, jadi enaklah. Sebenarnya enak, masyarakat kita dibawa ke situ, sampai nanti kita mengimbau pemerintah harus melengkapi fasilitas, jadi kemana-mana enak, gampang," tutur dia.
Selain itu terungkap bahwa selama 10 tahun naik transportasi umum itu, Yehu mengaku tidak pernah mendapatkan ancaman. Yehu biasanya menggunakan transportasi umum pada siang hari. Biasanya, Yehu naik angkutan umum tidak menggunakan seragam.
"Aman, karena kan setiap transportasi dijaga sama itu, ada penjaganya. Saya kan siang aja, kalau malam saya nggak pernah," tutur dia.
"Saya kan kalau naik angkutan umum pakai baju preman, baju biasa, nggak pakai seragam. Seragam saya taruh di kantor, nanti sampai kantor baru saya ganti seragam," imbuhnya.
Yehu menyebut bahwa mobil biasanya dipakai oleh anaknya. Sesekali, Yehu nebeng dengan anaknya ketika berangkat kerja.
"Kalau anak saya pas keluarnya bareng saya ikut anak saya. Saya punya mobil, mobil saya avanza, mobil saya dipakai anak saya, karena anak saya jauh, kuliahnya di Alam Sutra, satu, yang satu lagi dia kerja di Tambun, Bekasi, jadi saya kasih ke dia aja, saya kan dekat. Dulu waktu saya di Kompolnas saya jalan kaki malah," tutur dia.
Sejumlah netizen yang mengetahui hal tersebut lantas ikut memberikan komentar.
Tak sedikit yang mengaku kagum dengan sosok Brigjen Yehu lantaran hidup sederhana meskipun berpangkat sebagai Jendral.
"Ibaratnya, dari 10 orang, pasti ada kok 1-2 orang yang bersih dan jujur... gue percaya itu.".
"Pasti masih ada orang2 baik dan jujur di instansi ini...namun terlalu banyak oknum. Tetaplah menjadi orang baik walaupun dunia sekitar hancur".
Baca juga: Apa Arti Ambigu Istilah Viral TikTok? Sering Digunakan dalam Bahasa Gaul, Ini Makna & Ciri-cirinya
"Jabatan itu amanah akan dipertanggung jawabkan dunia akhirat".
"Tidak semua orang gayanya harus sesuai jabatan banyak juga yg sederhana dan itu pasti ada walaupun segelintir dan semoga menjadi contoh buat yg muda⊃2; bukan hanya polisi tp buat semua kalangan".
"Kalau Jendral yng bener pasti hidupnya nyaman,aman,tentram,berkah,n sejahtera,,,,,istri anak cucunya pasti bersyukur punya bapak yang amanah gak malu"in" ungkap beberapa netizen.
Kisah Lain, Iptu Rochmat, Polisi Viral Asuh 79 Anak Yatim
Berikut sosok mendiang Iptu Rochmat Tri Marwoto, polisi yang meninggal dunia namun namanya sempat viral.
Polres Madiun berduka atas kepergian Iptu Rochmat yang menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu (8/2/2029) lalu.
Iptu Rochmat sempat viral lantaran mengasuh dan menghidupi 79 anak yatim piatu sejak tahun 2017 silam.
Bersama istrinya, Iptu Rochmat Tri Marwoto menghidupi dan menyekolahkan anak yatim, anak telantar, hingga anak mantan pencandu narkoba.
Pengabdian Iptu Rochmat pada anak-anak telantar, kurang mampu, dan yatim piatu sudah berlangsung sejak 2007.
Ia telah berhasil mengasuh puluhan anak angkat dengan menyambi berdagang buah-buahan.
Meski sudah mengemban tugas berat sebagai polisi, Iptu Rochmat dengan ikhlas menjadi seorang ayah bagi anak asuhnya.
Baca juga: INNALILLAHI Iptu Rochmat Polisi Viral yang Asuh 79 Anak Yatim Meninggal, Puluhan Anaknya Berduka
Beragam karakter anak asuh dia angkat. Ada yang sejak masih balita, ataupun sudah usia mahasiswa. Kini sebagian dari mereka sudah hidup mandiri menjadi polisi, guru, dan PNS.
Tak hanya itu, Iptu Rochmat juga pernah mengemban tugas dalam misi PBB di Afrika Tengah sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian PBB.
Rochmat juga pernah menjadi Anggota Detasemen C Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Jabatan terakhirnya adalah Kanit Reskrim Polsek Wungu Polres Madiun.
Kerja sampingan jadi tukang ojek saat kuliah
Semasa hidupnya, warga Dusun Jati, Desa Klagenserut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun bercerita pilihannya mengasuh anak yatim piatu, dipicu oleh pengalamannya snediri.
Kala itu Ipda Rochmat pernah mengalami kesulitan membiayai kuliahnya di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia di Jakarta.
Bahkan, saat itu, untuk menutupi kebutuhan kuliah, dia harus bekerja sampingan sebagai tukang ojek.
"Saat kuliah di Jakarta, saya bekerja sampingan menjadi tukang ojek dari pukul 15.00 sampai pukul 21.00. Dari hasil ojek, saya mendapatkan tambahan pendapatan Rp 7.000 hingga Rp 12.000," kata Rochmat semasa hidupnya kepada Kompas.com, Rabu (22/11/2017) siang.
Pengalaman pahit itu yang membuat Rochmat berjuang tak hanya membiayai sekolah, tapi juga kebutuhan hidup anak-anak asuhnya.
Perjuangan yang dilakukan Rochmat itu berlangsung selama lebih dari 10 tahun.
"Kalau anak-anak mau sekolah sampai perguruan tinggi, ya saya siap tanggung biayanya. Dari mereka, kini ada yang sudah jadi polisi, guru, hingga pegawai bank," kata Rochmat,
Namun, tentu saja keinginan tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan.
Apalagi gaji Rochmat per bulannya terbilang pas-pasan.
Baca juga: Viral Polisi Nyanyi Lagu Happy Birthday saat Tangkap Pencuri, Ungkap Alasan: DPO Ikut Tersenyum
Dalam sebulan, rata-rata Rochmat harus mengeluarkan biaya Rp 8 juta untuk makan dan uang saku anak asuhnya.
Setiap harinya, Rochmat harus memasak delapan kilogram beras, belum termasuk lauk-pauk yang harus disediakan.
"Anak yang pernah makan satu rumah dengan saya ada 64 anak. Ada yang tinggal dua bulan, ada yang tujuh tahun," kata Rochmat
Untuk itulah, Rochmat bersama istrinya membuka aneka usaha.
Usaha yang dibuka yaitu perkebunan, toko kelontong, dan toko buah.
Rochmat bercerita, anak-anak yang diasuhnya dikenal saat dia mengisi kegiatan ekstrakurikuler sekolah di Madiun.
"Saya kenal mereka saat saya mengajar Paskibraka, OSIS, dan juga pramuka di sekolah-sekolah," kata Rochmat.
Dari mengajar di sekolah, lanjut Rochmat, dia banyak mengenal guru dan murid.
Di sekolah itu, dia banyak bertemu dengan anak yang kurang mampu dan anak yatim piatu yang tidak memiliki biaya untuk sekolah.
Rochmat mengaku bangga dan senang lantaran mendapat penghargaan dari Kapolda Jatim.
"Saya senang dan bangga. Ini merupakan penghargaan pertama saya dan ini merupakan tanggung jawab yang berat," jelas Rochmat.
Atas perjuangannya yang luar biasa, Rochmat mendapat penghargaan dari program televisi 'Kick Andy Heroes' di bidang sosial pendidikan.
Selain itu, Rochmat juga sering diundang wawancara di televisi.
Terakhir, tanggal 16 November 2017 bertepatan dengan Hari Brimob, Rochmat didaulat hadir pada acara 'Hitam Putih' di Trans TV.
Selain itu, Rochmat juga pernah mendapat penghargaan berupa pendidikan Sekolah Inspektur Polisi (SIP) dari Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Selain menerima penghargaan, saat itu Brigpol Rochmat diundang makan siang bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Baca juga: SOSOK Kompol D, Polisi Berkarier Cemerlang Kini Hancur, Ketahuan Poligami, Gegara Istri Siri Ngaku
Dibantu sang istri
Perjuangan keras Rochmat menghidupi 64 anak asuh, tak luput dari bantuan Helmiyah (38), istrinya.
Helmiyah mengaku bangga menjadi istri Rochmat karena suaminya merupakan sosok pria pekerja keras dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Hal tersebut terlihat saat pulang dinas, suaminya langsung pergi ke kebun untuk merawat tanaman jahe, cengkih, dan durian.
Uang dari penjualan hasil kebun milik Rochmat digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan anak asuhnya.
"Bapak itu pekerja keras. Setelah pulang kantor, Bapak tidak tidur, tetapi langsung ke kebun," ujar dia pada tahun 2017 .
Dia pun merasa tidak pernah terbebani karena harus mengurusi anak asuh yang ditampung oleh suaminya.
Dia mengaku senang rumahnya ada banyak anak-anak.
Untuk menampung anak-anak asuh, tiga kamar tidur khusus dipakai untuk tidur anak-anak perempuan.
Sementara anak-anak laki-laki tidur di toko buah. Di tahun 2017, di rumah pasangan suami istri itu terdapat 15 anak asuh.
Satu anak duduk di bangku TK, satu anak di SMP, tujuh anak di SMA, dan enam anak kuliah di STAIM Magetan.
Dalam sebulan, rata-rata ia harus mengeluarkan biaya Rp 8 juta untuk makan dan uang saku anak asuhnya.
Tak pelak, setiap hari dia harus memasak delapan kilogram beras.
Belum ditambah dengan lauk-pauk yang harus disediakan setiap hari.
Meski berstatus anak asuh, Helmi memperlakukan anak-anak asuh layaknya anak kandungnya sendiri.
Dia tidak pernah pilih kasih dalam memberikan perhatian.
Selama tinggal bersama anak asuh, Helmi mengaku lebih banyak sukanya dibandingkan dengan dukanya.
Dia lebih senang lantaran banyak anak-anak di rumahnya sehingga bisa saling bercerita dan berbagi.
(Kompas.com)
Sebagian artikel ini telah tayang sebelumnya di Kompas.com dengan judul '[EKSKLUSIF] Mengikuti Perjalanan Brigjen Yehu Wangsajaya ke Mabes Polri Tanpa Patwal'