Keluarga Cendana
Kisah Ibu Tien Soeharto Konsisten Berkebaya Sejak Remaja, Kebiasannya Kini Dilanjutkan Titiek
Begini kisah di balik penampilan Ibu Tien Soeharto yang konsisten berkebaya sejak masih remaja.
Editor: Apriantiara Rahmawati Susma
TRIBUNTRENDS.COM - Istri Presiden RI ke-2, Ibu Tien Soeharto selalu mengenakan kebaya di berbagai kesempatan.
Tak heran jika Ibu Tien dulunya disebut sebagai salah satu ikon perempuan berkebaya.
Wanita kelahiran Solo, Jawa Tengah, 23 Agustus 1923 ini kerap mengenakan kebaya lengkap dengan selendangnya.
Kini terungkap kisah di balik penampilan Ibu Tien yang selalu berkebaya, ternyata sudah konsisten sejak remaja.
Kebiasaan Ibu Tien berkebaya tetap ia bahkan ia bawa setelah Soeharto jadi Presiden RI.
Baca juga: Cerita Soeharto dan Ibu Tien Ibadah Haji Tahun 1991, Pakai Biaya Sendiri, Sempat Dibuat Film
Mengutip laman perpustakaan nasional, perempuan bernama lengkap Siti Hartinah, sudah berkebaya sejak remaja
"Selama bersekolah ia selalu memakai kebaya, bukan memakai rok. Hanya pada kegiatan kepanduan JPO (Javaanche Padvinder Organisatie) ia diizinkan orangtuanya memakai rok, pakaian seragam JPO.
Karena rajin mengikuti latihan-latihan di JPO, akhirnya dalam dirinya tumbuh tunas-tunas idealisme yang terus berkembang.
Fungsi kepanduan yang universal adalah pembinaan budi pekerti, watak, dan karakter sejak usia muda, disiplin dan solidaritas serta tolong menolong, saling hormat menghormati serta saling menyayangi," demikian laman itu menuliskan.
Rupanya, kebiasaan berkebaya tidak hilang meski sudah bersuami seorang tentara, Soeharto.
Bahkan kebiasaan ini terus dibawa hingga sang suami menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Tradisi dan budaya Jawa adalah salah satu faktor yang paling kuat mempengaruhinya.
Ayahnya seorang Wadana Wonogiri menanamkan sikap seorang perempuan Jawa.
Meski sebagai perempuan, dia tak bisa meraih cita-cita yang diinginkannya.
"Keinginannya untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan cita-cita menjadi seorang dokter memang tidak tercapai.
Tetapi, dengan mengalihkan kegiatan-kegiatan lainnya seperti membatik, belajar menari dan menyanyi tembang Jawa, menulis syair, ternyata memenuhi dorongan dan tuntutan jiwa remajanya.
Yang tidak terjadi barangkali jatuh cinta. Ia tidak mengalami jatuh cinta sebagaimana remaja lainnya," demikian perpustakaan nasional memberikan catatan.
Tidak heran bila selama menjadi isteri presiden, Ibu Tien tetap berkebaya dalam banyak aktivitas termasuk menerika para isteri presiden dari berbagai belahan dunia.
Kebiasaan berkebaya ini diteruskan oleh anaknya, Titiek Soeharto, saat dilantik menjadi anggota DPR pada 2014 silam.
"Ini kebaya ibu saya," kata Titiek di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 1 Oktober 2014 lalu.
"Nggak usah bikin (kebaya) lagi, sudah pas," tambah Titiek.
Titiek mengaku senang dan yakin bahwa almarhumah ibunyan juga senang melihat peninggalannya dipakai.
Kisah Cinta Ibu Tien dan Soeharto
Hingga akhir hayatnya, Soeharto masih menunjukkan rasa cintanya yang begitu besar untuk Ibu Tien.
Cintanya harmonis hingga maut memisahkan, Soeharto dan Ibu Tien ternyata berawal dari perjodohan.
Soeharto menginjak usia 26 tahun ketika bibinya, Prawiro, gelisah karena keponakannya belum juga memiliki istri.
Pria kelahiran Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 itu pun langsung menjawab bahwa dia masih ingin melanjutkan perjuangan di militer.
Kala itu memang karier Soeharto di militer sedang cemerlang.
Mendengar jawaban Soeharto, sang bibi protes.
Baca juga: 7 Gaya Modis Kezia Toemion Menantu Keluarga Soeharto, Istri Aditya Trihatmanto Punya Aura Sosialita
Menurut dia, pernikahan tidak perlu terhalang oleh perjuangan.
Prawiro lantas menyebutkan sebuah nama untuk dijodohkan dengan Soeharto.
"Kamu masih ingat kepada Siti Hartinah, teman sekelas adikmu, Sulardi, waktu di Wonogiri?" tanya sang bibi seperti dikisahkan pada buku "Falsafah Cinta Sejati Ibu Tien dan Pak Harto".
Soeharto pun mengiyakan.
Namun, ia tak yakin Hartinah dan keluarganya mau menerima dia.
"Tetapi bagaimana bisa? Apa dia akan mau? Apa orang tuanya memberikan? Mereka orang ningrat. Ayahnya, Wedana, pegawai Mangkunegaran," jawab Soeharto ragu-ragu.
Keraguan itu langsung ditepis Prawiro.
Ia mengatakan mengenal keluarga Hartinah dan akan menjodohkan Soeharto dengan putri dari RM Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmati Hatmohoedojo itu.
Meski sudah mengenal Hartinah sejak SMP, keraguan Soeharto masih juga belum sirna.
Baca juga: 5 Cucu Soeharto yang Berparas Menawan, Ada Anak Bambang Trihatmodjo dan Putra Putri Tommy Soeharto
Soeharto takut lamarannya ditolak.
Sebab, dirinya hanya masyarakat biasa, sementara Hartini berasal dari keluarga bangsawan.
Kala itulah, Soeharto yang biasanya dikenal berwibawa, merasa gamang dan minder.
Namun, semua keraguan Soeharto akhirnya sirna.
Rupanya, orang tua Hartinah tak memandang latar belakang Soeharto dan langsung menyetujui lamaran perwira muda itu.
Bahkan, dari banyak lamaran yang diajukan pada Hartinah, hanya Soeharto yang berhasil memikat hati perempuan kelahiran Surakarta, 23 Agustus 1923 itu.
Pernikahan pun dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo.
Pernikahan itu disaksikan keluarga dan teman-teman Hartinah.
Cukup banyak jumlah tamu dari keluarga Soemoharjono yang datang.
Sementara Soeharto hanya datang bersama sepupunya, Sulardi, dan kakaknya.
Resepsi dilakuan pada malam harinya. Sederhana saja, hanya diterangi lampu dan beberapa lilin yang redup.
Baca juga: 5 Cucu Soeharto yang Berparas Menawan, Ada Anak Bambang Trihatmodjo dan Putra Putri Tommy Soeharto
Malam pertama Soeharto dan Hartinah pun dibatasi dengan jam malam karena khawatir akan serangan Belanda.
Tak ada bulan madu bagi Soeharto dan Hartinah.
Sebab, tiga hari setelah pernikahan, mantan Panglima Kostrad itu harus kembali ke Yogyakarta untuk berdinas.
Dia memboyong sang istri. Mereka pun tinggal di Jalan Merbabu Nomor 2, Yogyakarta.
Seminggu setelah itu, Soeharto harus meninggalkan sang istri karena ditugaskan ke Ambarawa untuk menghadapi serangan Belanda dari Semarang.
Meski berat, Soeharto mau tak mau harus meninggalkan istri tercintanya untuk mengemban tugas negara, bahkan selama tiga bulan.
TMII dan perginya belahan jiwa Sebagai istri prajurit, Ibu Tien harus terbiasa hidup mandiri.
Meski jarak kerap memisahkan keduanya, kasih Soeharto kepada istrinya begitu besar.
Hal ini salah satunya terlihat ketika Soeharto tampil membela proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang digagas Tien.
Sebagaimana diketahui, pembanggunan TMII kala itu banyak diprotes karena dianggap tak bermanfaat dan mubazir.
Setelah sepuh, Soeharto dan Tien sering menghabiskan waktu di TMII hingga maut memisahkan mereka.
Pada 28 April 1996, Ibu Tien meninggal dunia.
Soeharto pun larut dalam kesedihan yang mendalam.
Untuk melepas rindu dengan belahan jiwanya, Soeharto kerap meminta anak-anaknya untuk mengantar dia ke TMII.
Di sana, Soeharto hanya duduk terdiam dan memegang tongkat jalannya.
Itulah momen Soeharto begitu merindukan mendiang istrinya.
"Walau bicaranya sudah tidak jelas, tapi saya bisa mengerti isi perkataan beliau. Pak Harto bilang, 'Saya rindu pada Ibu. Dan setiap saya merindukan Ibu, Taman Mini ini yang membuat kerinduan saya terobati'," kata Bambang Sutanto, mantan pimpinan TMII, menirukan ucapan Soeharto.
Sumber: Kompas TV
| Potret Lawas Darma Mangkuluhur di Pangkuan Soeharto, Kini Jadi Pengusaha dan Lamar Patricia Schuldtz |
|
|---|
| Tata Cahyani Rayakan Ultah Ke-50, Mantan Tommy Soeharto Dipuji Awet Muda, Terungkap Profesinya |
|
|---|
| Tata Cahyani Ultah ke-50, BCL hingga Raline Shah Beri Ucapan Selamat ke Mantan Istri Tommy Soeharto |
|
|---|
| Tata Cahyani Ulang Tahun ke-50, Pesona Mantan Istri Tommy Soeharto Disorot: Masih Cantik Banget! |
|
|---|
| Titiek Soeharto Ultah Ke-66, Prabowo Beri Ucapan, Pamer Momen Hangat Bersama Didit Hediprasetyo |
|
|---|