Breaking News:

Pilkada 2024

Jelang Pilkada 2024, Bawaslu Bakal Beri Pengawasan Ketat, Larang Bansos dari Paslon, 'Enggak Boleh!'

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, beberkan hal-hal pengawasan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024

YouTube Tribunnews
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, beberkan hal-hal pengawasan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 

TRIBUNTRENDS.COM - Jelang Pemilihan Kepala Daerah 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan memberikan pengawasan ketat.

Hal tersebut diutarakan langsung oleh Ketua Bawaslu, Rahmat Begja.

Selain itu, dalam pesta demokrasi pemilihan kepala daerah, gubernur maupun wali kota ini, dilarang adanya pembagian bantuan sosial dari peserta paslon.

Baca juga: Ditawari Rusdi Masse Maju Pilkada Makassar 2024, Cicu hingga Mario David Menolak, Tak Ada yang Mau

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, beberkan hal-hal pengawasan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Salah satu hal yang akan diawasi Bawaslu RI adalah terkait bantuan sosial (bansos). 

"Pasti akan jadi pengawasan, yang penting kan. Enggak boleh ada bantuan sosial atas nama pemerintah untuk menggunakan kepentingan peserta paslon tertentu,” kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja di kantornya, Minggu (21/4/2024).

Selain penggunaan program pemerintah, Bagja juga menekankan pihaknya bakal melakukan fokus pengawasan yang jadi kendala dalam pilkada seperti geografis serta netralitas aparatur sipil negara (ASN).

Di satu sisi Bawaslu meminta untuk kepala daerah tidak melakukan penggantian pejabat.

“Pertama adalah kendala geografis, kedua adalah netralitas ASN, kemudian ketiga penggunaan program pemerintah ,” ujar Rahmat Bagja.

“Dan juga misalnya sekarang kami berharap para kepala daerah tidak melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah, kecuali atas izin Menteri Dalam Negeri,” tutur Rahmat Bagja.

Sebagaimana diketahui bansos jadi sorotan selama proses Pemilu 2024 sebab dirasa oleh beberapa pihak merupakan salah satu langkah dari pemerintah untuk memuluskan kemenangan pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Bansos juga jadi poin yang dibahas dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK).

Para hakim pun turut menghadirkan empat menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang untuk memberikan keterangan terkait bansos.

BERITA VIDEO: Bakal Calon Bupati Bogor Jaro Ade Pertimbangkan 10 Nama Wakil

Pakar Prediksi MK Bikin Kejutan Tapi Bukan Diskualifikasi Gibran

Sementara itu, Pakar Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini memprediksi, Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membuat kejutan dalam putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Kejutan itu menurut Titi adalah memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah yang terkait dengan pergerakan distribusi bansos (bantuan sosial).

Titi mengatakan, PSU itu berpotensi terjadi di daerah-daerah yang terindikasi ada pelanggaran terhadap asas dan prinsip pemilu pada pelaksanaan Pilpres 2024 lalu.

"Saya kira akan ada kejutan itu kalaupun akhirnya dikabulkan, maka ada peluang untuk terjadinya pemungutan suara ulang di sejumlah wilayah yang memang mengindikasikan ada pelanggaran," kata Titi dalam acara diskusi Polemik Trijaya, Sabtu (20/4/2024).

Selain itu Titi memperkirakan MK dalam putusannya tidak akan mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka atau mendiskualifikasi Gibran.

"Kalau dari proses persidangan, peluang untuk putusan itu mengarah pada pemungutan suara ulang terkait dengan pergerakan distribusi bansos (bantuan sosial) yang menyasar titik-titik suara paslon lawan gitu," kata Titi.

Menurut Titi, proses persidangan di MK sudah menunjukkan ada keterlibatan kepala daerah dalam memobilisasi aparatur sipil negara untuk berkampanye atau aktivitas menyerupai kampanye.

Selain itu, ada pula temuan soal pejabat publik dengan latar belakang politikus yang membagi-bagikan bantuan sosial (bansos) sambil memberikan pesan politis.

Titi pun mengakui bahwa sejauh ini MK belum pernah memerintahkan adanya PSU ketika menangani sengketa hasil pemilihan presiden.

Namun, dia menilai, ada sejumlah terobosan yang dilakukan oleh MK saat ini.

Misalnya, dengan memanggil empat menteri Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai keterangan, serta mempersilakan para pihak untuk mengajukan kesimpulan.

Titi juga menyinggung sejumlah putusan terbaru dari MK yang dinilai progresif, misalnya dengan menghapus pasal pencemaran nama baik serta menegaskan bahwa tanggal pelaksanaan Pilkada 2024 tidak boleh dipercepat.

"Jadi ada dinamika yang mengarah kepada cukup progresifnya MK di bawah kepemimpinan hakim Suhartoyo dan Saldi Isra dan melihat juga fakta-fakta persidangan," ujar Titi.

Menurut Titi, MK juga tidak akan semudah itu memerintahkan PSU dalam sengketa ini, tetapi bakal melihat pengaruh dari pelanggaran yang terjadi terhadap perolehan suara hasil Pilpres 2024.

"Kalau dikuantifikasi itu bisa mengubah konfigurasi perolehan suara, maka dia akan sampai pada putusan pemungutan suara ulang. Itu kalau pembelajaran dari penyelenggaraan pilkada (pemilihan kepala daerah)," kata Titi.

Tak Akan Diskualifikasi Gibran

Terkait prediksi bahwa MK tidak akan mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, menurut Titi, karena MK juga merupakan pihak yang membuka pintu bagi Gibran untuk berlaga di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Yakni lewat Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Kenapa tidak sampai pada diskualifikasi, ya problem-nya adalah MK kita ini problematik, karena dia menjadi bagian dari persoalan yang dipersoalkan, ya Putusan 90 begitu," kata Titi.

Titi berpandangan, MK masih belum mau keluar dari zona pragmatis dengan tetap memberlakukan syarat calon presiden dan wakil presiden minimal usia 40 tahun dengan alternatif pernah dipilih atau sedang menjabat di jabatan yang dipilih melaui pemulu pada Pilpres 2024.

"Saya kira hakim yang delapan ini tidak akan berubah pendirian soal itu," ujar Titi.

Namun demikian, Titi menyebutkan bahwa mendiskualifikasi kandidat dalam pemilihan umum bukanlah hal baru di Indonesa.

Dia mencontohkan, MK pernah mendiskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati Yalimo tahun 2020, Erdi Dabi dan John Will, karena tidak memenuhi persyaratan.

"Dalam proses di MK diketahui bahwa calon ini terlibat kasus pidana dan merupakan seorang terpidana yang belum memenuhi syarat. Jadi diperintahkan untuk didiskualifikasi dan partai politik pengusul itu mengusulkan calon pengganti," kata Titi.

Dalam kasus tersebut, Titi menyebutkan, MK juga menyediakan waktu untuk proses pendaftaran calon, verifikasi administrasi dan faktual, serta kampanye sebelum dilakukan pemungutan suara ulang.

Untuk diketahui, MK bakal menggelar sidang pengucapan putusan sengketa hasil Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024) mendatang.

Dalam petitum gugatannya, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta MK membatalkan hasil pilpres, mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran, serta mengadakan pemungutan suara ulang tanpa keikutsertaan Prabowo-Gibran.

KPU Siap Gelar PSU

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum atau KPU menyatakan siap melaksanakan jika putusan MK dalam sengketa hasil Pilpres, adalah melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah.

Hal itu diungkapkan Anggota Komisioner KPU RI, Idham Holik. "KPU akan melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 475 ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi 'KPU wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi'," ucap Idham.

 
Soal kesiapan KPU menjalankan putusan MK, Idham menjawab dengan menukil UUD 1945 Pasal 24C ayat (1). Beleid itu berbunyi:

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang­-undang terhadap Undang­-undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang­-undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum."

Menurut Idham putusan MK bersifat erga omnes. Di mana KPU wajib melaksanakan apapun Putusan MK atas PHPU Pilpres, yang akan dibacakan pada 22 April 2024.

Kendati demikian, Idham optimistis bahwa MK akan memutuskan dua permohonan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres dalam kerangka hukum pada Pasal 473 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017. 

Aturan itu berbunyi: 'Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden'.

(TribunTrends.com/Wartakota)

Sumber: Warta Kota
Tags:
Pilkada 2024BawasluBansos
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved