Breaking News:

Berita Viral

KISAH Hamid, 50 Tahun Jadi Tukang Patri, Pusing Pelanggan Berkurang, Tak Mau Jadi Pengemis: Malu

Kisah Hamid yang sudah 50 tahun jadi tukang patri, dia mengaku kesulitan cari pelanggan, namun dia tidak mau jadi pengemis, andalkan belas kasihan.

Editor: jonisetiawan
Kolase Tribun Trends/Kompas.com
Hamid tukang patri curhat mengaku kesulitan cari pelanggan, andalkan belas kasihan. 

TRIBUNTRENDS.COM - Kisah tukang patri bernama Hamid yang sudah berusia 78 tahun. 

Hamid telah mengabdikan dirinya pada profesi tukang patri selama lebih dari 50 tahun.

Dikatakan olehnya, dia mewarisi pekerjaan ini dari ayahnya.

Meskipun zaman telah berubah, dan perabotan rumah modern beralih ke bahan plastik, Hamid tetap setia pada pekerjaannya.

Setiap hari, dia berada di Jalan Ampera Raya, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, siap bekerja meski usianya telah menginjak usia senja. 

Baca juga: Soal Konflik Food Vlogger, Chef Juna Sebut Tukang Review Makanan Matikan Profesi Chef: Gak Ngerti!

Hamid, seorang tukang patri yang sudah berusia 78 tahun.
Hamid, seorang tukang patri yang sudah berusia 78 tahun.

Hamid mengungkapkan, di zaman sekarang, sudah jarang yang menggunakan jasanya.

Sebab, material perabot dapur sudah beralih menjadi plastik.

"Iya (sulit dapat pelanggan), sekarang serba plastik, rantang yang plastik, baskom plastik," kata Hamid dikutip TribunTrends.com dari Kompas.com, Minggu, (8/10/2023).

Padahal, tarif yang Hamid patok untuk jasanya tidak terlalu besar dan itu tergantung tingkat kesulitan.

"(Kalau ada pelanggan, satu kali patri) Rp 10.000, kadang Rp 15.000, tergantung tingkat kesulitan. 

Tapi, kadang ada yang, 'ya sudah, Pak, kembaliannya untuk Bapak'. Ya alhamdulillah," sambung dia.

tukang patri bernama Hamid (78) saat ditemui di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan
Seorang tukang patri bernama Hamid (78) saat ditemui di Jalan Ampera Raya, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023).

Karena sepinya pelanggan, Hamid banyak menghabiskan waktu dengan berdiam diri, melamun, memandang Jalan Ampera Raya, dan terkadang tertunduk lesu.

"Kalau ada yang patri ya kerja, kalau enggak ada yang tambal, ya begini, nongkrong. 

Habis mau bagaimana? enggak ada pekerjaan," ujar Hamid.

Namun, ada saja orang baik. Mereka memberikan rezeki kepada Hamid untuk kehidupan sehari-harinya.

"Rezekinya ada saja yang dikasih dari Allah. Kadang diberikan Rp 50.000, kadang Rp 100.000. 

Saya bukan minta atau mengemis, ya nerima saja. Orang kasih, masa ditolak. 'Pak, ada rezeki', gitu. Alhamdulillah," ujar dia.

Baca juga: Duduk Dapat Uang Curhat Juru Parkir di Bekasi, Sedih Keberadaannya Dibenci Masyarakat: Saya Pendam

Ia tidak menampik mengandalkan orang yang memberikan sedekah kepadanya untuk membayar kontrakan.

"Ngontrak. kalau enggak, ya saya di kampung. Ini karena ada yang kasih, kalau enggak ada, ya saya enggak bisa mengontrak, di kampung saja," ucap Hamid.

Tidak segan, ia mengungkapkan berapa biaya sewa per bulan kontrakannya.

"Rp 800.000, mahal. Ada yang murah di Jagakarsa, tapi jauh," ungkap dia.

Hamid yang sudah lebih 50 tahun menjadi tukang patri ini menegaskan bahwa ia tidak ingin menjadi pengemis.

"Kalau mengemis kan Rp 1.000, Rp 2.000, malu, nanti diusir sama petugas kamtib. 

Saya kan bukan mengemis, kalau mengemis, dibawa sama kamtib," kata dia.

Oleh karena itu, Hamid memilih tetap menjadi tukang patri meski pendapatan tidak seberapa dan hanya mengandalkan sedekah dari orang lain.

Kisah Lain: Curhat Juru Parkir, Sedih Keberadaannya Dibenci Masyarakat

Seorang juru parkir curhat saat mengetahui profesinya banyak dibenci orang.

Dia mengakui jika pekerjaannya itu memang mudah, tapi dia berpendapat jika profesi juru parkir adalah hal mulai sebab bisa mencegah aksi kejahatan terjadi.

Selama ini profesi juru parkir memang dibenci masyarakat luas.

Setidaknya hal itu yang dirasakan oleh seorang warga yakni Aldo Simanjuntak (26). 

Baca juga: Jukir di Penatapan Berastagi Palak Sopir Bus, Disuruh Bayar Parkir 2 Kali Lipat Karcis Gak Ada Ya

Aldo menilai, jukir lebih banyak menganggu ketimbang membantu.

Salah satu hal yang menganggu adalah ketika ia sudah membayar namun tidak tahu ke mana uangnya akan pergi.

Juru parkir toko roti, Sandi alias Bodong usai ditemui di Jalan Cideng Timur, Gambir, Jakarta Pusat.
Juru parkir toko roti, Sandi alias Bodong usai ditemui di Jalan Cideng Timur, Gambir, Jakarta Pusat. (Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com)

"Kita enggak tahu ya itu retribusi buat apa, masuk ke siapa. 

Pihak minimarket atau tempat apa pun itu, mereka sudah bayar retribusi soal parkir segala macam, jadinya buat apa lagi mereka minta-minta duit begitu," keluh Aldo kepada Kompas.com, Selasa (19/9/2023).

Contoh lain yang kerap membuatnya sebal adalah tidak adanya kejelasan biaya berapa biaya parkir.

Tak jarang ia menemui jukir-jukir yang menolak ketika diberikan uang Rp 2.000.

"Pernah dikasih uang Rp 5.000 itu yang dikembalikan malah Rp 2.000, tapi waktu dikasih Rp 1.000, mereka ya enggak nolak juga," jelas Aldo.

"Itu di minimarket. Nah kalau di tempat nongkrong, anggap lah lagi di coffee shop, itu sekarang dikasih Rp 2.000 banyak yang nolak. 

Mereka maunya Rp 3.000 atau Rp 5.000, padahal tempat nongkrongnya juga enggak gede-gede banget," imbuh dia.

Respon Juru parkir

Kiman (42), salah seorang jukir di salah satu minimarket di Jalan Ki Mangunsangkoro, Bekasi Timur, Kota Bekasi, mengakui bahwa pekerjaannya memang banyak dibenci. 

Tanpa diberi tahu pun, ia sudah paham betul bahwa keberadaannya tidak disukai.

"Tahu (dibenci orang). Ya namanya juga orang, yang sinis mah memang sinis," jelas Kiman dikutip TribunTrends.com dari Kompas.com, Kamis, (21/9/2023).

Kiman (42) juru parkir di salah satu minimarket Indomaret Bekasi Timur
Kiman (42) juru parkir di salah satu minimarket Indomaret yang terletak di Jalan Ki Mangunsangkoro, Bekasi Timur, saat ditemui, Selasa (19/9/2023).

Kebencian itu muncul karena apa yang dilakukan Kiman terlihat mudah.

Dia hanya perlu duduk dan menunggu pelanggan datang. Tak lama kemudian, pelanggan itu keluar.

Dia lalu berdiri, mengatur sedikit kendaraan pelanggan dan uang Rp 2.000 tiba-tiba masuk kantong Kiman.

Nominal uang bahkan akan sedikit lebih besar ketika ia mengatur mobil yang parkir dan keluar.

Menganggap dirinya sebagai pencegah kejahatan

Pekerjaan itu memang mudah, tapi bagi Kiman, semua tidak sederhana.

Dia berpendapat, menjadi juru parkir adalah untuk mencegah aksi kejahatan terjadi.

Ia berupaya menjaga kendaraan dan barang-barang milik pelanggan minimarket agar tak dicuri. 

Sebab, banyak kejadian motor pelanggan minimarket dicuri karena tak ada jukir.

Ilustrasi tukang parkir. Fahrizal Rismawan alias Rizal (41) saat menjalani profesinya sebagai tukang parkir di halaman sebuah kantor di Jalan Ahmad Yani Ciamis, Rabu (17/5/2023) siang
Ilustrasi tukang parkir. Fahrizal Rismawan alias Rizal (41) saat menjalani profesinya sebagai tukang parkir di halaman sebuah kantor di Jalan Ahmad Yani Ciamis, Rabu (17/5/2023) siang (TRIBUNJABAR.ID/ANDRI M DANI)

"Misalnya, amit-amit ada yang hilang, kan saya juga pasti yang dicari. 

Saya yang ditanyain soal itu. Enggak cuma duduk-duduk pokoknya," tutur Kiman.

Meski demikian, Kiman tetap memaklumi kekesalan masyarakat atas keberadaan jukir.

Sebab, menurut dia, masyarakat tidak memahami bagaimana pekerjaan menjaga kendaraan dan barang-barang pelanggan.

"Ya bagaimana ya, namanya orang juga enggak merasakan. 

Seandainya ada di posisi seperti saya, pasti juga rasain hal yang sama kayak saya," jelas Kiman.

Baca juga: Ya Allah! Tukang Parkir di Ciamis Aniaya Istri hingga Tewas, Bohong saat Lapor ke Pak RT: Jatuh

Meski banyak dibenci masyarakat, namun pria yang sudah lima tahun menjadi tukang parkir itu tak mau ambil pusing dengan hal tersebut.

Kiman memilih untuk terus bekerja dibanding memikirkan hal-hal yang ia anggap tidak perlu.

"Ambil positifnya saja saya mah. Enggak ada masalah, tanggung jawab saja," ujar dia.

Kiman pun tidak sendiri. Jukir liar lainnya yakni Farel (17), turut mengetahui bagaimana kesalnya masyarakat terhadap keberadaan jukir liar.

Namun, ia tidak terlalu pusing menanggapi hal tersebut.

Dirinya juga tidak bermasalah jika ada seseorang yang tidak membayar parkir kepadanya.

"Tahu iya (dibenci warga). Tapi ya sudah, diam saja. Maklumi saja," ucap Farel singkat.

***

Artikel ini diolah dari Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Tags:
tukang patriHamidpelangganpengemis
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved