Breaking News:

Kasus Ferdy Sambo

NGAMUK Ferdy Sambo Divonis Mati, Nikita Mirzani Semprot Hakim: Hanya Tuhan yang Berhak Cabut Nyawa!

Artis Nikita Mirzani tak terima Ferdy Sambo divonis hukuman mati. Sang nyai nekat semprot Hakim Wahyu Iman Santoso.

Editor: Monalisa
Kolase YouTube
Nikita Mirzani tak setuju hakim jatuhkan vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo 

TRIBUNTRENDS.COM - Artis Nikita Mirzani mengaku tak setuju dengan vonis hukuman mati yang diterima Ferdy Sambo.

Bahkan saking tidak terimanya, Nikita Mirzani berani menyemprot Hakim Wahyu Iman Santoso.

Diketahui Wahyu Iman Santoso adalah hakim yang menjatuhkan vonis kepada para terdakwa pembunuhan Brigadir J termasuk Ferdy Sambo.

Menurut Nikita, hakim tak berhak memberikan hukuman mati ke Ferdy Sambo.

Baca juga: Divonis Hukuman Mati, Ferdy Sambo Kini Dilaporkan Keluarga Brigadir J, Kamaruddin: Pencucian Uang

Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo kini telah divonis hukuman mati.
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo kini telah divonis hukuman mati. (YouTube Tribunnews)

Kata Nikita Mirzani hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa manusia.

"Sampaiin sama si hakim yang terhormat yang menyidangkan kasus Sambo.

Lu kasih tahu dia, hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa manusia.

Paham?" ungkap Nikita Mirzani dikutip pada Jumat (17/2/2023).

Baca juga: BERSYUKUR Divonis 1,5 Tahun Penjara, Bharada E Langsung Titip Pesan untuk Ayah & Ibu Brigadir J

Tak cuma kesal dengan vonis Sambo, Nikita Mirzani juga gusar dengan hukuman yang diberikan hakim kepada Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.

Menganalisa dari sudut pandangnya terkait kasus pembunuhan Brigadir J, Nikita mengurai detail mengejutkan.

Menurut Nikita, Bharada E jujur dan membongkar kasus tersebut karena takut dengan hukuman.

Padahal menurut Nikita Mirzani, yang membunuh Brigadir J adalah Bharada E.

Sosok hakim Wahyu Iman Santoso, berani vonis mati Ferdy Sambo dan ringankan Bharada E
Sosok hakim Wahyu Iman Santoso, berani vonis mati Ferdy Sambo dan ringankan Bharada E (Kompas.com/Kristianto Purnomo, YouTube KompasTV)

"Dia jujur itu karena takut dihukum lama-lama padahal dia yang ngebunuh," ucap Nikita.

Lebih lanjut, Nikita pun meminta kepada khalayak agar melihat fakta yang ada.

"Buka mata kalian woy yang nembak si Yosua sampai meninggal itu si Bharada," tegas Nikita Mirzani.

Sederet Lembaga & Sosok Ini Tolak Vonis Mati Ferdy Sambo, IPW hingga PGI, Disebut Tak Sesuai HAM

Selain Nikita Mirzani, inilah sederet lembaga yang juga tolak vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo.

Berikut ini adalah lembaga maupun tokoh yang menolak hukuman mati terhadap Ferdy Sambo

1. Peneliti dari Setara Institute, Ismail Hasani

Peneliti dari Setara Institute, Ismail Hasani, mengkritik vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J.

Ferdy Sambo dijatuhi vonis hukuman mati kasus pembunuhan Brigadir J
Ferdy Sambo dijatuhi vonis hukuman mati kasus pembunuhan Brigadir J (YouTube Kompas TV)

Menurut Ismail, vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu tidak sesuai dengan konstruksi hukum hak asasi manusia (HAM).

Sebab, kata dia, vonis hukuman mati telah melanggar hak hidup seseorang. Ia menyebut hak hidup merupakan nilai universal yang dianut negara beradab.

"Dalam konstruksi hukum hak asasi manusia, hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak hidup. Hak hidup adalah given dan nilai universal bagi rezim hukum HAM dan dianut negara-negara beradab," kata Ismail dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Rabu (15/2/2023).

Ismail mengakui bahwa publik menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo adalah hukuman yang setimpal karena perbuatannya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Namun demikian, Ismail menegaskan, negara melalui peradilan semestinya tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang.

Oleh karena itu, Ismail berharap, negara melalui lembaga peradilan dapat mengoreksi pidana mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo.

"Pengadilan di tingkat banding dan kasasi masih memungkinkan negara mengkoreksi pidana mati dengan hukuman lain yang setimpal dan membuat efek jera," ujar Ismail.

Lebih lanjut, Ismail menekankan bahwa kasus Ferdy Sambo harus menjadi pelajaran serius bagi institusi Polri untuk melakukan reformasi di internal lembaga tersebut.

2. Amnesty International

Amnesty Internasional tidak mendukung penjatuhan vonis mati terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo.

Amnesty International mengakui perbuatan Ferdy Sambo sulit untuk ditoleransi lantaran dirinya adalah seorang perwira tinggi Polri yang menjabat sebagi Kadiv Propam Polri serta layak untuk dihukum berat.

Namun, Amnesty International menganggap hukuman mati tidak perlu untuk dijatuhkan lantaran Ferdy Sambo juga memiliki hak asasi untuk hidup.

“Perbuatannya memang tergolong kejahatan yang serius dan sulit ditoleransi. Terlebih mengingat kapasitasnya sebagai kepala dari polisinya polisi. Komnas HAM menyebut kasus ini sebagai extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan.”

“Artinya perbuatan itu tergolong kejahatan di bawah hukum internasional. Meski Sambo perlu dihukum berat, ia tetap berhak untuk hidup,” kata Amnesty International dalam siaran pers dikutip pada Selasa (14/2/2023).

Baca juga: Merana Trisha, Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Pamer Kedekatan: Im Proud to be Your Daughter

Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo kini telah divonis hukuman mati.
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo kini telah divonis hukuman mati. (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Terkait vonis mati, Amnesty Internasional menilai jenis hukuman seperti itu telah ketinggalan zaman.

Di sisi lain, berkaca dari kasus ini, Amnesty International mendorong agar negara membenahi sistem penegakan akuntabilitas aparat keamanan yang terlibat kejahatan.

“Jangan melanggengkan impunitas atas kejahatan serius yang dilakukan oleh aparatus negara atas nama apapun, bahkan dalam keadaan darurat sekalipun.”

3. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)

etua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom menanggapi vonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Ferdy Sambo.

Meski menghargai putusan hakim, Gomar menilai hukuman mati kepada Sambo ini merupakan keputusan yang berlebihan.

"Namun hukuman mati adalah sebuah keputusan yang berlebihan mengingat Tuhanlah Pemberi, Pencipta dan Pemelihara Kehidupan. Dengan demikian, hak untuk hidup merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi oleh umat manusia. Dan karenanya, hanya Tuhan yang memiliki hak mutlak untuk mencabutnya," ujar Gomar melalui keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023).

Menurut Gomar, penegakan hukum oleh negara haruslah dalam rangka memelihara kehidupan yang lebih bermartabat.

Dirinya menilai hukuman sedianya untuk mengembalikan para pelanggar hukum kepada kehidupan yang bermartabat tersebut.

"Oleh karena itu, segala bentuk hukuman hendaknya memberi peluang kepada para terhukum untuk kembali ke jalan yang benar. Peluang untuk memperbaiki diri ini akan tertutup, bila hukuman mati diterapkan," ucap Gomar.

Indonesia, kata Gomar, telah meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, maka mestinya kita tak boleh lagi memberlakukan hukuman mati.

Dalam perspektif HAM, hak untuk hidup adalah hak yang tak boleh dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini juga  ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 28 I ayat 1.

Hukuman mati kepada Sambo, menurut Gomar, mengesankan balas dendam oleh negara.

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

4. IPW

Ketua Indonesia Police Watch ( IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai, putusan pidana mati kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat Brigadir J, Ferdy Sambo adalah putusan yang tidak layak.

Karena kejahatan pembunuhan yang dilakukan Sambo, kata Sugeng, bukanlah hal yang sadis dan murni karena terlepas dari kontrol emosi.

"IPW melihat kejahatan Sambo tidak layak untuk hukuman mati karena kejahatan tersebut memang kejam akan tetapi tidak sadis bahkan muncul karena lepas kontrol," ujar Sugeng dalam keterangan pers, Senin (13/2/2023).

Sugeng mengatakan, motif dendam atau marah karena alasan apapun yang diwujudkan dengan tindakan jahat yang tidak menimbulkan siksaan lama sebelum kematian, bukan kejahatan sadisme.

Hal itu seperti yang dilakukan Sambo, karena kematian korban Yosua cukup singkat setelah penembakan terjadi.

Dia juga mengatakan, Sambo masih akan berpotensi mendapat putusan lebih rendah pada tahap selanjutnya, yaitu di tingkat banding atau kasasi.

"Karena hal yang meringankan tidak dipertimbangkan sama sekali (dalam vonis hukuman mati)," tutur Sugeng.

IPW juga menilai, putusan hukuman mati ini bukanlah keputusan murni dari pertimbangan hakim atas fakta persidangan.

"Putusan mati ini adalah putusan karena tekanan publik akibat pemberitaan yang masif dan hakim tidak dapat melepaskan diri dari tekanan tersebut," ucap Sugeng.

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dan Tribunnews.com dengan judul Seperti Syarifah, Nikita Mirzani Ngamuk Tak Terima Ferdy Sambo Dihukum Mati, Daftar Lembaga & Orang yang Tolak Vonis Mati Terhadap Ferdy Sambo: IPW hingga Amnesty International

Sumber: Warta Kota
Tags:
Ferdy SamboNikita MirzaniBharada Ehukuman matiHakimWahyu Iman SantosoBrigadir JRichard Eliezer
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved