Segini Utang Tutut Soeharto sampai Dilarang ke Luar Negeri hingga Gugat Menkeu Purbaya, Fantastis!
Utang Siti Hardianti Rukmana atau Tutut Soeharto ke negara terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Editor: Amir M
TRIBUNTRENDS.COM - Heboh Tutut Soeharto sempat menggugat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Jumat (12/9/2025).
Gugatan itu terkait keputusan Kemenkeu yang melarang anak kedua Soeharto itu bepergian ke luar negeri dengan alasan pengurusan piutang negara yang ternyata jumlahnya fantastis.
Berikut ini fakta di balik utang Tutut Soeharto ke negara selengkapnya.
Utang Siti Hardianti Rukmana atau Tutut Soeharto ke negara terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan, terdapat 3 perusahaan Tutut Soeharto yang masuk pusaran kasus BLBI.
Ketiga perusahaan tersebut ialah PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan PT Citra Bhakti Margatama Persada.
"Itu outstanding utangnya sekitar Rp 700 miliar.
Yang paling besar di catatan kita itu yang masih ada outstanding-nya Marga Nurindo Bhakti," katanya dalam Media Briefing, di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Lebih lanjut Rionald menyebutkan, Satuan Tugas (Satgas) BLBI telah melakukan pemanggilan terhadap manajemen perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Tutut tersebut.
Namun, sampai saat ini belum ada kesepakatan terkait pemulihan aset negara.
"Di dalam kita melakukan penagihan-penagihan tersebut, masing-masing pihak biasanya memberikan argumen mengapa menurut mereka itu bukan menjadi tanggung jawabnya," tuturnya.
Satgas BLBI juga tidak bisa melakukan penyitaan untuk memulihkan aset negara.
Sebab, tidak terdapat aset yang dijaminkan oleh Tutut.
Jaminan aset atas utang milik Tutut Soeharto disebutkan tidak ada sama sekali, jaminan yang dipakai saat itu hanya berupa SK proyek.
Baca juga: Potret Lawas Darma Mangkuluhur di Pangkuan Soeharto, Kini Jadi Pengusaha dan Lamar Patricia Schuldtz

Gugatan dicabut
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap bahwa gugatan yang diajukan Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, atau Tutut Soeharto, terhadap dirinya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah dicabut.
Mengacu laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Tutut mendaftarkan gugatan dengan nomor 308/G/2025/PTUN.JKT pada Jumat (12/9/2025).
“Saya dengar sudah dicabut barusan, dan Bu Tutut kirim salam sama saya. Saya juga kirim salam sama beliau,” kata Purbaya seusai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Dalam berkas perkara yang tercatat di PTUN, Tutut menggugat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 266/MK/KN/2025 tertanggal 17 Juli 2025 mengenai pencegahan bepergian ke luar wilayah Republik Indonesia.
Keputusan itu diterbitkan dalam rangka pengurusan piutang negara.
Menkeu sebagai tergugat menyatakan Tutut sebagai penanggung utang PT Citra Mataram Satriamarga Persada dan PT Citra Bhakti Margatama Persada, yang diklaim memiliki kewajiban terhadap negara terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Tutut menilai keputusan tersebut merugikan haknya untuk bepergian ke luar negeri serta mencederai kepentingan hukum.
"Padahal, klaim Utang Negara tersebut kepada PENGGUGAT adalah tidak berdasar atas hukum, sebagaimana akan PENGGUGAT jelaskan pada bagian di bawah ini," tulis pengumuman tersebut.
Tutut meminta agar pengadilan membatalkan keputusan tersebut beserta seluruh dokumen turunannya dan menghukum Menkeu untuk membayar biaya perkara.
Gugatan ini diajukan tidak lama setelah Purbaya Yudhi Sadewa resmi dilantik sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati dalam reshuffle Kabinet Merah Putih, Senin (8/9/2025).
Riwayat perkara di SIPP menunjukkan hingga kini baru tercatat pendaftaran dan penetapan perkara pada Jumat (12/9), sementara klasifikasi lengkap gugatan belum ditampilkan.
“Klasifikasi perkara: lain-lain. Gugatan: belum dapat ditampilkan,” tertulis di laman SIPP PTUN Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Tutut Soeharto diketahui merupakan pengusaha dan pernah menjabat Menteri Sosial pada 1998 di era pemerintahan Soeharto.
Baca juga: Tata Cahyani Rayakan Ultah Ke-50, Mantan Tommy Soeharto Dipuji Awet Muda, Terungkap Profesinya

Utang anak Soeharto yang lain
Bambang Trihatmodjo
Tak hanya Tutut Soeharto, Bambang Trihatmodjo juga memiliki utang kepada negara.
Utang tersebut bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Putra mantan Presiden Soeharto tersebut itu merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah Orde Baru menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Kementerian Sekretariat Negara, menyebutkan saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah sebesar Rp35 miliar.
Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta sebesar Rp35 miliar yang akhirnya menjadi utang yang terus ditagih pemerintah hingga saat ini.
Buntut menolak membayar utang ke negara, Bambang sempat dicekal keluar negeri oleh Imigrasi sesuai dengan permohonan dari Kementerian Keuangan.
Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani bertindak sebagai Ketua Tim Panitia Piutang Negara.
Utang Bambang Trhatmodjo kepada negara sebenarnya merupakan piutang yang dialihkan dari Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) ke Kementerian Keuangan.
Tommy Soeharto
Sosok Keluarga Cendana berikutnya yang tersandung pinjaman negara adalah Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Total utang yang ditagihkan pemerintah ke Pangeran Cendana itu adalah sebesar Rp2,6 triliun.
Satgas BLBI memanggil Tommy Soeharto dalam kaitannya sebagai pengurus PT Timor Putra Nasional (TPN).
Perusahaan ini merupakan perusahaan yang dibentuk dalam rangka proyek mobil nasional (mobnas).
PT Timor Putra Nasional beroperasi pada kurun waktu tahun 1996 sampai tahun 2000.
Perusahaan ikut terhempas krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998.
Perusahaan yang sahamnya dimiliki Tommy Soeharto ini lahir setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional yang diteken Presiden Soeharto.
Inpres ini meminta Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk secepatnya mewujudkan industri mobil nasional.
Dalam Inpres itu, intruksi Presiden Soeharto tegas, perusahaan milik Tommy Soeharto ini diberikan fasilitas pembebasan PPnBM, pajak yang berkontribusi besar pada tingginya harga mobil di Indonesia.
(KOMPAS.com/ Rully R. Ramli)
Diolah dari artikel di KOMPAS.com
Sumber: Kompas.com
Video "Rampok Uang Negara" Viral, Wahyudin Moridu Dicopot dan Disorot KPK, Hartanya Minus Rp 2 Juta |
![]() |
---|
Kasus Tewasnya Brigadir Esco, Briptu Rizka Ditahan, Polisi Cari Ada Tersangka Lain? "Masih Didalami" |
![]() |
---|
Jadi Tersangka Tewasnya Brigadir Esco, Briptu Rizka Kini Ditahan, Kuasa Hukum Membenarkan |
![]() |
---|
Kisah Haru di Balik Tragedi Longsor Freeport: Harapan Keluarga Wigih Hartono yang Tak Tersampaikan |
![]() |
---|
Ayah Brigadir Esco Curigai Briptu Rizka Tak Sendiri Habisi Nyawa Anaknya, Yakini Ada yang Membantu |
![]() |
---|