TRIBUNTRENDS.COM - Aprianto Rede Raja, atau yang lebih dikenal sebagai Yanto Radja, menjadi pusat perhatian publik setelah ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus penganiayaan yang menewaskan Prada Lucky Chepril Saputra Namo.
Sebagai prajurit TNI dan atlet tinju berprestasi, sosoknya yang dulunya dikenal sebagai juara Porprov NTT kini terlibat dalam peristiwa tragis yang menimbulkan kejanggalan dan tuntutan keadilan dari keluarga korban serta masyarakat.
Bahkan tetangga dan mantan gurunya dibuat tak percaya jika Yanto Radja terlibat kasus yang menewaskan Prada Lucky.
Baca juga: Atlet Tinju Berprestasi Jadi Tersangka Kasus Kematian Prada Lucky, Tetangga Tak Sangka
Profil Singkat Yanto Radja
Pratu Aprianto Rede Raja adalah anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere (Yonif TP/834/WM) yang bermarkas di Kabupaten Nagekeo, NTT.
Ia merupakan lulusan SMAKN 3 Maumere dan kini berdomisili di Lombok, NTB, meski berasal dari NTT.
Selain bertugas sebagai prajurit, Yanto juga dikenal sebagai atlet tinju berprestasi, pernah meraih gelar juara di Pekan Olahraga Provinsi NTT.
Tetangga dan mantan gurunya mengenal Yanto sebagai pribadi pendiam dan baik hati. Seorang warganet yang mengaku tetangganya, mengungkapkan keterkejutannya atas kabar keterlibatan Yanto dalam kasus ini.
Namun, citra positif itu kini pudar akibat tuduhan penganiayaan yang menyebabkan kematian juniornya.
Peran dalam Kasus Kematian Prada Lucky
Yanto Radja termasuk dalam empat prajurit yang diduga memukul korban dengan tangan kosong di Rumah Jaga Kesantrian, 30 Juli 2025 pukul 01.30 WITA.
Tiga prajurit lainnya adalah Pratu Petris Nong Brian Semi, Pratu Ahmad Adha, dan Pratu Emiliano De Araojo.
Penganiayaan ini bagian dari dua kelompok pelaku: satu menggunakan selang air, 16 orang termasuk perwira seperti Letda Inf Thariq Singajuru, dan satu lagi menggunakan tangan kosong.
Motif awal disebut terkait tuduhan penyimpangan seksual (LGBT) yang melibatkan Prada Lucky dan Prada Ricard Junimton Bulan.
Namun, keluarga korban dan aktivis menduga alasan ini hanya dalih yang dibuat pihak militer.
Rangkaian Kejadian Sebelum Kematian
- 27 Juli 2025: Pemeriksaan internal terkait tuduhan penyimpangan seksual.
- 28 Juli 2025: Korban melarikan diri, tetapi kembali tertangkap. Siang harinya, korban dipukul dengan selang air oleh senior.
- 30 Juli 2025: Terjadi pemukulan dengan tangan kosong oleh kelompok termasuk Yanto Radja.
- 2 Agustus 2025: Korban muntah darah, dirawat di Puskesmas Kota Danga, lalu dirujuk ke RSUD Aeramo.
- 4 Agustus 2025: Kondisi kembali memburuk.
- 6 Agustus 2025: Prada Lucky meninggal pukul 11.23 WITA akibat luka parah, termasuk memar, luka sayat, dan bekas bakar.
Sebelum meninggal, korban sempat mengaku kepada ibunya, Sepriana Paulina Mirpey, bahwa ia disiksa oleh sekitar 20 senior sejak akhir Juli.
Ayahnya, Sersan Mayor Christian Namo, menuntut keadilan dan menggambarkan luka-luka serius pada jenazah anaknya.
Baca juga: Kematian Prada Lucky: Ayahnya Curigai Ada Manipulasi Medis, Siap Beberkan Bukti
Kejanggalan yang Terungkap
Kasus ini menyimpan sejumlah kejanggalan:
- Awalnya pihak militer menyebut korban jatuh dari pohon.
- Jumlah pelaku berbeda antara keterangan keluarga (20 orang) dan data awal militer (4 orang).
- Motif penyimpangan seksual dinilai tidak meyakinkan.
Hal ini memicu desakan agar dilakukan investigasi independen dan transparansi proses hukum.
Perkembangan Penyidikan
Hingga kini, 20 prajurit sudah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Yanto Radja.
Mereka dijerat dengan pasal-pasal berat seperti:
- Pasal 170 KUHP (kekerasan bersama)
- Pasal 351 KUHP (penganiayaan)
- Pasal 354 KUHP (penganiayaan berat hingga mati)
- Pasal 131 KUHPM (pemukulan terhadap rekan atau bawahan)
Empat tersangka awal, termasuk Yanto, ditahan di Subdenpom IX/1-1 Ende, sementara 16 lainnya menyusul.
Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menyatakan penyelidikan masih berjalan untuk menentukan peran masing-masing, termasuk kemungkinan keterlibatan perwira.
Kasus yang Mengguncang Dunia Militer
Peristiwa ini membuka kembali isu kekerasan di lingkungan militer dan menegaskan pentingnya reformasi sistem agar tragedi serupa tidak terulang.
Masyarakat kini menanti apakah Yanto Radja, yang dulu dielu-elukan sebagai pahlawan ring tinju, akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan.
***
(TribunTrends)