Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo
TRIBUNTRENDS.COM, KLATEN - Pendopo Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten berubah menjadi ruang dialog sastra, Selasa (5/8/2025).
Di tempat inilah Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Klaten menggelar bedah buku “Zaman Edan Ronggowarsito” karya Agus Wahyudi.
Acara ini tak sekadar kegiatan literasi biasa. Selama dua hari, hingga Rabu (6/8/2025), ratusan peserta dari berbagai kalangan berkumpul untuk menyelami kembali jejak pemikiran pujangga besar tanah Jawa, Ronggowarsito.
Kepala Dispersip Klaten Pramana Agus Wijanarka, menyebut kegiatan ini sebagai bagian dari program literasi budaya yang rutin dilaksanakan.
Lebih dari itu, menurutnya, kegiatan ini merupakan bentuk nyata pelestarian warisan budaya Jawa yang dimiliki Klaten.
"Melalui kegiatan ini, kami berharap masyarakat Klaten, khususnya generasi muda, dapat lebih mengenal kekayaan sastra lokal dan menjadikannya sebagai bagian dari identitas budaya yang patut dibanggakan,” ujarnya.
Ronggowarsito dikenal sebagai pujangga besar era Mataram Islam.
Ia dimakamkan di Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Klaten tanah yang masih menyimpan ruh kebudayaan Jawa hingga kini.
Karya-karyanya terus dihidupkan kembali oleh para penulis kontemporer, termasuk Agus Wahyudi, sastrawan asal Yogyakarta yang menulis ulang pemikirannya dalam buku ini.
Bedah buku dipandu oleh penulis dan jurnalis Ichwan Prasetyo, serta menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan filolog.
Baca juga: Merah Putih di Tengah Gelombang Jolly Roger, Begini Tanggapan Bupati Klaten Hamenang
Para peserta tampak antusias menyimak diskusi yang membedah gagasan dan konteks karya sastra kuno dengan bahasa yang segar dan relevan.
Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, turut hadir dalam kegiatan tersebut dan menyampaikan apresiasinya.
Baginya, acara ini adalah penyegar di tengah gempuran digital dan menurunnya budaya membaca.
“Saya berharap semakin banyak masyarakat yang berminat untuk membaca buku. Menurut saya, sumber ilmu yang valid adalah dari buku-buku,” paparnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga semangat literasi agar tak luntur oleh zaman.(*)