Berikut ini kunci jawaban Studi Kasus PPG 2025, Mengatasi Ketidakdisiplinan dalam Mengikuti Instruksi
TRIBUNTRENDS.COM - Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) merupakan tahapan fundamental bagi para guru untuk terus meningkatkan kompetensi profesional mereka.
Dalam proses ini, salah satu bagian krusial yang menguji kemampuan adaptasi dan pemecahan masalah adalah studi kasus.
Di sini, guru ditantang untuk menganalisis secara mendalam, menyusun solusi kreatif, dan mengevaluasi berbagai permasalahan nyata yang muncul dalam pembelajaran di kelas.
Studi kasus dalam PPG dirancang khusus untuk memastikan setiap peserta mampu menerapkan pendekatan pembelajaran yang tepat.
Artinya, solusi yang dirumuskan harus sesuai dengan kebutuhan unik setiap murid serta karakteristik spesifik mata pelajaran yang diajarkan. Ini bukan sekadar teori, melainkan aplikasi nyata dari pedagogi di lapangan.
Bagi Bapak/Ibu guru yang mengajar kelas 5 SD, berikut ini adalah tiga contoh studi kasus PPG 2025 yang bisa menjadi referensi berharga untuk Anda:
Baca juga: Saya Menghadapi Siswa yang Sering Tidak Fokus Saat Pelajaran Berlangsung, Jawaban Studi Kasus PPG
Contoh 1
"Mengatasi Kurangnya Keterampilan Kolaborasi dalam Kerja Kelompok"
- Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
Di kelas 5, saya sering memberikan tugas kelompok untuk melatih kerja sama. Namun, saya menemukan masalah klasik: ada siswa yang terlalu dominan, ada yang pasif dan tidak berkontribusi, dan ada yang suka berdebat sehingga tugas tidak selesai tepat waktu. Kondisi ini membuat beberapa siswa enggan kerja kelompok dan menyebabkan hasil proyek tidak maksimal.
- Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
- Pembagian Peran Jelas: Saya tidak lagi membiarkan siswa memilih peran sendiri. Sebelum tugas dimulai, saya membagi peran dalam kelompok secara jelas (misalnya: Ketua, Notulen, Juru Bicara, Pencari Data, Desainer). Setiap peran memiliki deskripsi tugas spesifik. Ini mengurangi dominasi dan memastikan semua berkontribusi.
- Penerapan Rubrik Penilaian Kelompok dan Individu: Saya membuat rubrik penilaian yang tidak hanya menilai hasil akhir, tetapi juga proses kolaborasi. Ada poin untuk kontribusi individu, kerja sama, dan komunikasi efektif. Ini mendorong siswa yang pasif untuk aktif dan meredam dominasi.
- Sesi "Diskusi Emas": Di awal pertemuan kelompok, saya melatih siswa untuk mendengarkan, menghargai pendapat, dan berbicara secara bergantian. Saya mengajarkan frasa seperti "Bagaimana pendapatmu, Budi?" atau "Saya setuju dengan ide Ani." Ini membangun keterampilan sosial dan empati.
- Fasilitasi Aktif: Selama kerja kelompok, saya berkeliling untuk mengamati dinamika, bukan hanya memberikan jawaban. Saya mengajukan pertanyaan pemicu, seperti "Apa peranmu di sini?" atau "Bagaimana kalian mengatasi perbedaan pendapat ini?", yang berfungsi sebagai Tut Wuri Handayani dari belakang.
- Refleksi Kelompok: Setelah tugas selesai, setiap kelompok wajib melakukan refleksi singkat tentang proses kerja sama mereka: apa yang berjalan baik dan apa yang perlu diperbaiki.
- Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?
Keterampilan kolaborasi siswa meningkat pesat. Mereka menjadi lebih teratur dalam kerja kelompok dan mulai menghargai peran masing-masing. Proyek kelompok menjadi lebih inklusif dan berkualitas. Siswa yang awalnya pasif mulai berani bersuara karena perannya jelas, dan yang dominan belajar untuk mendengarkan.
- Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?
Kolaborasi bukanlah keterampilan yang datang secara alami; ia harus diajarkan dan dilatih secara terstruktur. Guru harus menjadi fasilitator aktif yang mengelola dinamika kelompok, bukan sekadar pengawas. Penilaian proses sama pentingnya dengan penilaian hasil untuk menanamkan nilai-nilai kerja sama.
Contoh 2
"Mengatasi Ketidakdisiplinan dalam Mengikuti Instruksi"
- Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
Beberapa siswa sering tidak menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), datang terlambat, atau tidak membawa buku pelajaran. Mereka cenderung menganggapnya sepele, menunjukkan kurangnya tanggung jawab.
- Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
Saya Menerapkan UbD dan TaRL dalam penanaman disiplin.
- Tujuan Jelas (UbD): Saya menetapkan tujuan: "Siswa bertanggung jawab atas tugas dan kewajiban mereka."
- Konsekuensi Logis: Saya menerapkan sistem konsekuensi yang logis, bukan hukuman. Jika PR tidak dikerjakan, mereka menyelesaikannya saat istirahat.
- Sistem "Tanggung Jawab" (TaRL): Saya memberikan tanggung jawab kecil yang bisa mereka penuhi sesuai kemampuan, seperti menjadi "pemimpin barisan" atau "pengingat tugas".
- Apresiasi Konsisten: Saya memberikan pujian dan apresiasi yang sangat besar kepada siswa yang menunjukkan ketekunan dan tanggung jawab.
- Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?
Tingkat penyelesaian PR dan kedisiplinan meningkat pesat. Siswa menjadi lebih sadar akan tanggung jawab mereka sendiri. Konsekuensi logis lebih efektif daripada hukuman. Mereka mulai menunjukkan inisiatif dan tanggung jawab tanpa perlu terus diingatkan.
- Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?
Disiplin dan tanggung jawab harus diajarkan dan dilatih. Konsekuensi yang logis dan konsisten lebih efektif. Memberikan tanggung jawab adalah cara terbaik untuk menumbuhkan rasa kepemilikan dan menumbuhkan kesadaran diri pada siswa.
Contoh 3
"Siswa Kesulitan Memahami Materi Perubahan Wujud Benda (IPAS)
- Permasalahan apa yang pernah Anda hadapi?
Saat mengajarkan materi “Perubahan Wujud Benda”, sebagian besar siswa tampak kebingungan membedakan antara mencair, membeku, dan menyublim. Hasil asesmen formatif menunjukkan hanya 40 persen siswa yang mencapai KKM. Banyak siswa tidak bisa menjelaskan konsep tersebut secara ilmiah, hanya menghafal tanpa pemahaman.
- Bagaimana upaya Anda untuk menyelesaikannya?
Saya menerapkan prinsip Understanding by Design (UbD). Pertama, saya menetapkan tujuan akhir pembelajaran: siswa mampu menjelaskan perubahan wujud benda melalui pengamatan.
Lalu, saya merancang kegiatan berbasis eksperimen sederhana, seperti melelehkan es batu, mendidihkan air, dan mengamati kapur barus. Aktivitas ini dilakukan berkelompok untuk menumbuhkan rasa ingin tahu dan berpikir kritis.
Saya juga memberikan lembar kerja yang membimbing siswa menghubungkan konsep dengan fenomena nyata.
- Apa hasil dari Upaya Anda tersebut?
Siswa menjadi lebih memahami konsep perubahan wujud. Setelah evaluasi ulang, 85 persen siswa mencapai KKM. Mereka juga lebih aktif berdiskusi dan mampu memberikan penjelasan ilmiah yang sederhana namun tepat.
- Pengalaman berharga apa yang bisa Anda petik ketika menyelesaikan permasalahan tersebut?
Saya menyadari bahwa pembelajaran bermakna tidak hanya soal hafalan, tetapi bagaimana kita membawa siswa pada pemahaman mendalam melalui tahapan yang sistematis dan berorientasi pada hasil belajar yang jelas.
(TribunTrends.com/Disempurnakan dengan bantuan AI)