TRIBUNTRENDS.COM - Mengaku 20 tahun belum pernah sakit dan tak pernah minum obat, apa rahasia Dedi Mulyadi?
Dedi Mulyadi menceritakan bahwa selama ini dirinya memiliki 4 dokter, yaitu hal-hal yang dikonsumsinya untuk menjaga kebugaran tubuh.
Seperti apa cerita lengkap Dedi Mulyadi tersebut?
Belakangan ini beredar video Dedi Mulyadi terbaring sakit di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).
Video lawas tersebut disandingkan dengan video saat Dedi Mulyadi mengaku selama 20 tahun belum pernah sakit.
Dalam video tersebut, Ded Mulyadi menceritakan bahwa selama ini dirinya memiliki 4 dokter.
Namun, dokter yang dimaksud Dedi Mulyadi tersebut tak lain hal-hal yang dikonsumsinya untuk menjaga kebugaran tubuh.
“Dokter pribadi saya empat, adalah air putih, buah-buahan, matahari dan olahraga.”
“20 tahun saya hidup tanpa obat dan tidak pernah minum obat,” cerita Dedi Mulyadi, dikutip dari video yang diunggah akun TikTok @warga.waras0, Minggu (27/7/2025).
Tak hanya itu, dalam video itu juga Dedi Mulyadi mengaku tidak pernah sakit kepala dan sakit perut, kecuali sakit hati.
Video tersebut diketahui direkam saat Dedi Mulyadi pidato setelah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat di tahun 2025.
Sedangkan video lawas saat Dedi Mulyadi dirawat di RSPAD direkam pada 2022 lalu.
Video yang beredar viral tersebut seolah menunjukkan bahwa Dedi Mulyadi berbohong terkait pernyataannya yang belum pernah sakit tersebut.
Menjawab tuduhan dalam video tersebut, lantas Gubernur Jawa Barat itu memberikan respons santai.
Alih-alih membalas video tersebut, Dedi Mulyadi justru membeberkan rahasia sehat ala dirinya hingga selama 20 tahun belum pernah sakit.
Lewat video terbarunya di Instagram, sembari berjalan di pagi hari, seperti biasa Dedi Mulyadi menyapa warga dan para pengikutnya di media sosial.
“Assalamu’alaikum, sampurasun, wilujeng enjing wargi Jabar dan seluruh warganet di mana pun berada, semoga sehat dengan berolahraga, sehat menikmati sinar matahari, sehat minum air putih, kemudian sehat mengkonsumsi makanan yang berserat dan bernutrisi dan kemudian menghindari stres,” sapa Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi mengatakan bahwa itulah rahasia dan prasyarat agar kondisi kesehatannya selalu bugar.
Kemudian Dedi Mulyadi menyinggung soal video viral yang beredar terkait pernyataan dirinya tidak pernah sakit dan video saat ia terbaring di RSPAD.
“Saya memang pernah menyampaikan, saya tidak pernah sakit, kemudian ada yang ngingetin, muncul tayangan saya lagi dirawat,” ujar Dedi Mulyadi.
“Nah, saya sampaikan saat terjadi Covid, saya menjadi relawan dari vaksin Merah Putih yang digagas Dokter Terawan,” sambungnya.
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa video saat ia terbaring di RSPAD itu direkam saat ia menjadi relawan vaksin tersebut.
Selain itu, saat itu Dedi Mulyadi mengaku mengikuti tawaran Dokter Terawan soal program Digital Subtraction Angiography (DSA), yaitu prosedur medis untuk memeriksa pembuluh darah.
Dedi menjelaskan DSA tersebut merupakan program menjaga kebugaran tubuh dari berbagai sumbatan di saluran darah.
“Nah, jadi waktu itu saya tergambar seolah-olah sedang sakit di RSPAD,” tuturnya.
Demikian Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya terbaring di RSPAD bukan karena sakit, tapi dirinya dalam keadaan sehat.
Gubernur Jabar itu menjelaskan alasan mengikuti DSA tersebut untuk menjaga vitalitas kebugaran selain 4 hal rahasia sehatnya tersebut.
Demikian terkait video tersebut, Dedi Mulyadi justru mengucapkan terima kasih kepada pengguna akun yang menyebarkan video seolah dirinya bohong.
Baca juga: Kisah Dewi Jubaedah, Korban Tewas dalam Pesta Rakyat Anak Dedi Mulyadi, Berebut Makan Karena Miskin
Profil Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat usai memenangkan kontestasi Pilgub Jabar dengan raihan suara 62,22 persen atau 14.130.192 suara.
Pria yang akan dilantik sebagai Gubernur Jabar 2025-2030 pada 20 Februari 2025 ini memiliki perjalanan panjang di dunia politik.
Mulai dari anggota DPRD Purwakarta, Wakil Bupati Purwakarta, Bupati Purwakarta dua periode, hingga anggota DPR RI. Berikut profil Dedi Mulyadi:
Masa Kecil Dedi Mulyadi
Lahir dari keluarga sederhana di Subang pada 11 April 1971, Dedi kecil pernah bersusah payah hanya untuk bisa makan.
Ayah Dedi, Ahmad Suryana, adalah purnawirawan tentara dengan pangkat terakhir prajurit kader. Sang ayah hanya bisa berkarya di kemiliteran sampai usia 28 tahun karena sakit, diduga diracun mata-mata Belanda.
Suryana kemudian bekerja di perkebunan, itu pun tak lama karena ia tak ingin bersekongkol menjual pupuk secara ilegal.
Sejak saat itu, ibu Dedi, Karsiti, yang mengambil alih tanggung jawab mencari nafkah. Dari mulai jadi kuli tandur sampai nyangkul.
Dedi kecil terbiasa makan sederhana. Ikan asin adalah menu istimewa yang hanya bisa dinikmati pada tanggal 1-5 kalender muda. Selebihnya ia akan kembali makan dengan garam.
“Garam dikasih bawang, terus disimpan di toples. Makanan ini yang dibagikan pada sembilan anak. Terkadang malam hari saya diajak cari belalang untuk teman nasi,” tuturnya kepada Kompas.com.
Jualan Es Mambo dan Kuli Angkut
Karena itulah untuk jajan, Dedi kecil harus bekerja keras. Misal, jika ingin es mambo, maka ia akan jualan es mambo terlebih dulu sebanyak satu termos es.
“Dulu ke Mang Rozak, biar dapat 5 es harus jualan 50 es mambo dulu. Jualannya laku. Terus saya berpikir sayang kalau sisa 5 es saya makan. Akhirnya saya jual juga. Jadi saya tetap tidak makan es,” ucap Dedi sambil tertawa.
Begitu pun saat ia ingin bermain layang-layang, ia akan jualan layang-layang. Namun uang hasil jualan ia serahkan kepada Ibunya.
Di luar jualan tersebut, Dedi mendapatkan uang dari penjualan kayu bakar yang dia kumpulkan sepulang sekolah. Bahkan ia pun menjadi kuli pikul batu bata demi bisa mendapatkan baju baru untuk lebaran.
“Satu batu bata dibayar 1 perak. Saya kuat angkut 10 biji. Ngangkutnya sekitar 5 kilometer dari hutan. Uangnya ini buat beli baju,” kenang dia.
Merengek Minta Domba
Sepanjang Ingatan Dedi, jarang dia merengek. Rengekan yang ia ingat adalah saat dirinya ingin mendapatkan dua ekor domba untuk digembala.
Mendengar rengekan Dedi, sang ibu menjual cincin seharga Rp 7.500 untuk dapat dua ekor domba, jantan dan betina.
Setiap hari, Dedi dibantu kakak nomor duanya, Kang Ade, menggembala domba. Sang ibu membantu menyabit rumput. Dari 2 ekor, dombanya menjadi 40 ekor.
Domba-domba inilah yang membantu uang sekolah Dedi dan kebutuhan hidup keluarganya. Bahkan, bila ada saudara yang akan syukuran menikah atau keperluan lain, hasil dari domba Dedi yang jadi asal bantuan.
Memasuki usia SMA, Dedi bekerja sambilan sebagai tukang ojek di kampungnya. Dari situ dia bisa mengumpulkan Rp 2.000 per hari sebagai tambahan uang biaya sekolah.
Gagal Masuk Militer
Selepas SMA, Dedi sempat menjajal kemampuan diri untuk mengikuti jejak sang ayah menjadi tentara. Terlebih lagi dia punya sosok idola M Jusuf. Untuk itu, dia mendaftar ke AKABRI dan Secapa. Sayangnya, kedua upaya itu kandas.
Berat badannya yang hanya 48 kilogram tak cukup, dari persyaratan minimal 55 kilogram.
Dedi lalu menjajal masuk Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Ia lulus, namun tidak diambilnya karena tak ada biaya.
Gagal melanjutkan sekolah, Dedi memutuskan ikut sang kakak ke Purwakarta dengan membawa lima helai pakaian.
Di Purwakarta, Dedi dan kakaknya tinggal di rumah kontrakan yang kondisinya nyaris roboh. Di situ juga hanya ada satu kasur, sehingga Dedi tidur di lantai tanpa alas.
Saat susah tidur karena kondisi tersebut, Dedi memilih menegakkan salat malam.
“Kakak saya penjaga genset, penghasilannya Rp 100.000 per bulan sisa potongan bank. Karenanya kalau belanja sekaligus. Ikan asin, lalu gudeg pake tulang ikan asin kuat untuk dua minggu,” tuturnya.
Tak berapa lama, Dedi nekat melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Purwakarta.
Untuk biaya kuliah, ia berjualan gorengan atau bisnis apa pun yang penting halal.
“Hasil dari jualan gorengan, beras, dan lainnya, saya gunakan untuk biaya kuliah dan berorganisasi. Saya pun tinggal di sekretariat,” imbuhnya.
Untuk mengirit, ia biasanya kerap jalan kaki dengan teman-temannya yang karyawan sepulang kuliah di malam hari.
Karir Politik
Di kampus, sekitar tahun 1994, Dedi Mulyadi menjadi Ketua HMI Cabang Purwakarta. Dia juga aktif di organisasi buruh seperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada 1997 dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pada 1998.
Setahun sebelum lulus pada 1998, Dedi menikah dengan Sri Muliawati. Dari pernikahannya ia dikaruniai anak bernama Maulana Akbar Ahmad Habibie.
Kekritisisan Dedi mengantarkannya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Purwakarta periode 1999-2004 melalui Partai Golkar.
Masa kerja itu tak selesai, karena Dedi dipinang mendampingi Lily Hambali pada Pilkada 2003 sebagai Wakil Bupati Purwakarta 2003-2008.
Di tahun yang sama, Dedi menikah dengan Anne Ratna Mustika. Dari pernikahannya yang berakhir dengan perceraian ini, Dedi dikaruniai 2 orang anak.
Pada Pilbup 2008, Dedi mencalonkan diri menjadi Bupati Purwakarta dan menang, berpasangan dengan Dudung B Supardi.
Dedi kemudian kembali menjadi Bupati Purwakarta periode 2013-2018.
Di Golkar, Dedi Mulyadi terpilih aklamasi menjadi Ketua DPD Golkar Jawa Barat. Setelah itu ia mencalonkan diri sebagai Wagub Jabar mendampingi Deddy Mizwar di Pilgub Jabar 2018, namun gagal.
Ayah dari tiga anak ini kemudian menjadi anggota DPR RI sebelum akhirnya kembali maju di Pilgub Jabar 2024 dari Partai Gerindra dan menang.
(TRIBUNJABAR.ID/ Hilda Rubiah)
Artikel ini telah tayang di TRIBUNJABAR.ID