TRIBUNTRENDS.COM - Ribuan mahasiswa Papua yang tengah menempuh studi di luar negeri kini berada dalam situasi genting, terancam tak dapat melanjutkan pendidikan mereka akibat keterlambatan pencairan dana beasiswa.
Masalah ini muncul setelah wilayah Papua dimekarkan menjadi sejumlah daerah otonomi baru (DOB), yang turut memengaruhi pembagian wewenang dan anggaran di tingkat daerah.
Kondisi tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat melantik Agus Fatoni sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Papua di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Tito menyampaikan rasa keprihatinannya atas kondisi yang menimpa para mahasiswa.
Baca juga: Daftar 6 Universitas Program Beasiswa APERTI BUMN 2025, Kuliah Gratis Tanpa Beban Biaya
"Belum lagi satu lagi, tolong satu lagi, yang jadi perhatian dari para pimpinan di Papua, yaitu mengenai anak-anak yang beasiswa di luar.
Mereka seperti kehilangan induk, karena banyak, bukan banyak, ada yang nggak nyampe beasiswanya. Yang di Australia, di Amerika, dan lain-lain," kata Tito.
Sebelumnya, pengelolaan beasiswa ini berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Provinsi Papua.
Namun, setelah wilayah tersebut dimekarkan menjadi provinsi-provinsi baru seperti Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan, maka tanggung jawab anggaran juga turut terbagi.
Hal ini menyebabkan proses pencairan beasiswa mengalami hambatan.
Awal Masalah dan Perubahan Sistem
Sebelum pemekaran berlangsung, seluruh dana beasiswa dikelola secara terpusat oleh Pemerintah Provinsi Papua. Namun, usai pemekaran, terjadi perubahan pendekatan.
Pemerintah provinsi Papua kini meminta agar beasiswa mahasiswa ditanggung oleh provinsi sesuai domisili asal masing-masing mahasiswa.
"Kalau dia dari Papua Tengah, ya Papua Tengah yang bayar. Kalau dia dari Pegunungan, ya Papua Pegunungan yang bayar.
Kalau dia Papua Selatan, ya Provinsi Papua Selatan. Jangan bebannya ke kami semua," tegas Tito.
Sayangnya, proses transisi tersebut belum berjalan lancar.
Banyak provinsi baru yang belum siap dari sisi keuangan maupun sistem administratif, sehingga mahasiswa terdampak karena belum mendapat kejelasan soal dana studi mereka.
Baca juga: Siap-siap Pendaftaran Beasiswa BCA Finance 2025, Benefitnya Bantuan Dana hingga Rp 3,5 Juta
Ancaman Drop Out dan Sorotan Global
Tito menyampaikan bahwa pemerintah pusat sebenarnya telah memberikan arahan atau pedoman untuk menangani permasalahan ini.
Namun, hingga saat ini belum ada kebijakan nyata yang bisa menjamin keberlangsungan pendidikan para mahasiswa tersebut.
"Jangan sampai mereka kemudian karena tidak ada (beasiswa) mungkin diputuskan sekolahnya, dikeluarkan. Ini isu yang sangat penting sekali.
Kementerian Keuangan ke luar negeri berapa kali sudah dia sampaikan sama saya. Anak-anak tersebut, kasihan. Keleleran," ungkap Tito.
Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2023, terdapat sekitar 1.170 mahasiswa asal Papua yang sedang belajar di 15 negara seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, serta beberapa negara di Eropa.
Sebagian besar dari mereka mengambil studi di bidang kesehatan, teknik, pendidikan, dan administrasi publik.
Beberapa organisasi masyarakat sipil dan diaspora Papua juga telah mengangkat isu ini ke panggung internasional.
Mereka menilai bahwa kebijakan pemekaran daerah belum diiringi kesiapan yang memadai dalam menjamin hak pendidikan bagi orang asli Papua.
Baca juga: Peluang Kuliah di Luar Negeri, Bisa Dapat Beasiswa S1 Kerajaan Maroko, Catat Jadwal dan Syaratnya
Permintaan Solusi dari Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam upaya mencari jalan keluar, Tito meminta Pj Gubernur Papua, Agus Fatoni, untuk segera berkoordinasi dengan para kepala daerah dari wilayah DOB agar dapat menyusun solusi konkret dan berkelanjutan.
“Ini perlu dirembukkan antara nanti Pak Agus Fatoni duduklah bersama. Karena anak-anak ini adalah masa depan Papua,” ujar Tito.
Selain itu, Tito juga meminta perhatian dari Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Luar Negeri untuk menyiapkan skema darurat, baik berupa pencairan beasiswa maupun subsidi khusus, sebagai bentuk solusi jangka pendek yang bisa menyelamatkan keberlanjutan pendidikan mahasiswa Papua di luar negeri.
***
(TribunTrends/Tribunnews/Disempurnakan oleh AI)