Sekitar tahun 1964, Hartini pindah ke salah satu paviliun di Istana Bogor.
Pernikahan Hartini dan Bung Karno sempat mendapat kecaman dari organisasi perempuan Indonesia.
Setelah menikahi Hartini, secara berturut-turut Soekarno juga menikahi Ratna Sari Dewi (1961), Haryati (Mei 1963), dan Yurike Sanger (1964).
Namun, Hartinii tetap mempertahankan pernikahannya hingga akhir usia Bung Karno.
Bahkan, ia juga menjadi saksi lahirnya Supersemar pada tahun 1966.
Setelah peristiwa Supersemar, jalan hidup dan karier politik Bung Karno berakhir.
Setelah Soeharto dilantik menjadi presiden pada Maret 1967, Bung Karno menetap di paviliun Istana Bogor ditemani Hartini.
Hingga pada akhirnya, Bung Karno pindah ke sebuah rumah di daerah Batu Tulis, Bogor bersama Hartini.
Kondisi kesehatan Bung Karno memburuk
Atas permintaan Bung Karno, Hartini mengirim surat kepada Presiden Soeharto dan memohon suaminya diizinkan pindah ke Jakarta agar dapat perawatan yang layak.
Saat itu, ginjal kiri Bung Karno sudah tak berfungsi sama sekali, dan fungsi ginjal kanan tinggal 25 persen.
Baca juga: 5 Kedekatan Kartika Sari Dewi dan Megawati, Anak-anak Soekarno Berbeda Ibu Tapi Tetap Harmonis
Berbulan-bulan surat tersebut tak ada tanggapan. Hartini kembali mengirim surat kedua dan meminta Rachmawati untuk mengantarkan surat itu langsung ke Presiden Soeharto di Cendana.
Pada Februari 1969, Bung Karno dipindahkan ke Wisma Yaso yang kini jadi Museum Satria Mandala.
Kondisi Bung Karno semakin renta. Namun, Hartini tetap merawat Bung Karno dan mereka tinggal di Wisma Yaso hingga 1970.
Walaupun kodisinya menurun, Bung Karno menolak dibawa ke RSPAD. Namun, setelah dibujuk oleh Hartini, Bung Karno luluh.
Setelah beberapa hari di RSPAD, Bung Karno pun mengembuskan napas terakhirnya pada 21 Juli 1970 di usia 69 tahun sekitar pukul 07.00 WIB.
Saat meninggal, ia tetap ditemani oleh Hartini yang setia mendampingi.
***
(TribunTrends/Jonisetiawan)